KS - 07

349 157 556
                                    

📍di depan ruang guru.

"Kara bisa nggak, sekali aja nggak bikin mama pusing sama kelakuan kamu?" ucap Intan berusaha sabar dengan tingkah buruk anaknya.

"Masalah sepele, Ma," balas Kara sembari memainkan kuku jarinya tanpa ingin menoleh ke arah Intan.

"Masalah sepele kata kamu? Ini jelas-jelas bikin mama pusing ditambah, lagi, nanti kamu dicap buruk sama guru mata pelajaran itu. Kalau sampai nilai kamu jelek karena kelakuan kamu kayak gini, gimana? Kamu yang rugi, kan."

"Ya, tinggal sogok, lah, Mah. Apa susahnya, sih."

"Adek, nggak usah nge-bantah. Udah tau salah, ngelawan mama mulu. Mau kamu apa? Mau langsung kawin aja nggak usah belajar lagi? Gitu?"

"Enggak, lah, Mah. Masih muda juga, mama tau, 'kan, aku gak suka dikekang?"

"Ya udah, lah, mama pusing. Ditambah, lagi, kamu asik nge-bantah apa kata mama. Masalah ini bakal mama rahasia-in dari papa. Kalau misalnya ada panggilan setelah ini, mama nggak segan-segan ngadu ke papa kamu biar gak dikasih uang jajan," ancam Intan.

"Iya mama cantik! Kapan-kapan kalau mama dipanggil lagi, itu bukan perbuatan buruk Kara lagi, tapi prestasi Kara. Mama dan papa bakal bangga sama usaha Kara."

"Yang bener, ya? Mama pegang omongan kamu. Yaudah mama pulang dulu, jangan bikin masalah lagi, ya?"

"Oke siap, Mama. Oh iya mama pulang sama siapa?"

"Tuh, sama pak Udin."

"Oh ya udah. Hati-hati Ma, Kara belajar dulu. Dadah mamah."

"Iya belajar yang rajin, ya, sayang." Intan, mengecup jidat, kedua mata, pipi Kara secara bergantian. Membuat Kara sedikit terganggu. Ia takut ada orang lain selain mereka melihat Kara diperlakukan seperti itu dan mereka akan menyangka kalau Kara 'anak mami'. Bukan malu tapi, ia tidak ingin sifat 'keras' pada dirinya luntur karena Kara dimanja oleh kedua orangtuanya.

Kara memandang punggung Intan yang semakin lama semakin menjauh, kesadarannya muncul ketika beberapa detik kemudian tepukan pelan di bahu yang Kara dapatkan dari Daryna.

"Kar, mampus gue tadi dag dig dug serr tau nggak? Untung tante gue mood-nya lagi baik. Kalau enggak bisa-bisa tante ngadu sama mama papa, tamatlah riwayat gue kalau itu sampe terjadi." Daryna memeluk Kara. Mereka sama-sama lega dengan hal ini. Untuk sementara masalah ini tak berlanjut sampai ke papahnya.

"Yaudah yuk, ganti baju. Nanti telat dateng ke lapangan, pak Toni malah ngadu, lagi, ke walkel."

Mereka pun berjalan beriringan, kearah kelas dan loker mereka masing-masing. Kelas mereka hanya menyisakan beberapa siswi saja. Karena yang lainnya sudah menuju kearah lapangan outdoor.

Mereka berjalan ke kamar mandi, sekedar mengganti pakaian dan kembali lagi ke kelas untuk menyimpan baju yang sedari pagi mereka pakai.

Setelahnya mereka berjalan keluar kelas menuju lapangan outdoor. Namun, tanpa disangka, ada pria berjalan tergesa-gesa menuju loker Kara. Ia membuka kunci loker itu dengan penjepit kertas. Mencoba beberapa kali dan ... terbuka. Ia mengambil baju Kara dan tanpa sengaja ia menjatuhkan sapu tangan berwarna putih milik gadis itu. Ia menoleh dan meletakkan kembali.

KARA |Serendipity|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang