Give me vomment, please!
···
🌹Happy Reading Guys 🌹••
Kara melempar asal batu-batu kecil ke danau di depannya. Benar, Kara membolos sekolah. Dengan tatapan kosong menyiratkan bahwa ia sedang ada masalah yang tak mampu dibendung.
Biasanya Kara tak akan kalang kabut, karena sebuah berita yang menyebar tentang dirinya. Namun, ia hanya cukup kesal dengan penuturan Reni beberapa menit yang lalu.
"Kalau mau bolos, profesional dong! Masa' bolosnya masih sekitaran sekolah sih?" Pria itu duduk di samping Kara. Kara menoleh, Arsa. Di dahinya terlihat basah dan rambutnya sedikit berantakan. Entah apa yang dilakukan pria itu sebelum menghampirinya kemari.
Tidak jauh dari belakang sekolah, selain ada beberapa warung makan, ada sebuah bendungan yang bisa disebut danau. Di sana terdapat rumput hijau nan lebat dan pohon berdahan besar untuk berteduh.
"Bukan urusan lo," ujar Kara tanpa melihat ke arah Arsa. Sembari melanjutkan kegiatan awal, membuang-buang batu ke danau.
"Gue juga sama kek lo, bakalan kabur gitu aja kalau gue gak kuat sama masalah yang gue terima." Arsa yang tadinya memandang Kara dengan sendu, mengalihkan perhatian pada danau yang terbentang cantik di hadapannya.
"Tapi sayangnya gue gak kek lo. Meninggalkan masalah karena takut menghadapinya."
"Maka dari itu, gue iri sama lo. Bisa-bisanya lo bertahan dan tetap tegar di depan orang yang sayang sama lo," katanya, "lo ... pembohong handal yang pernah gue temui." Senyum tipis terpatri memandang Kara dengan tatapan berarti. Mencoba menyalurkan energi positif untuk Kara, agar gadis itu dapat tersenyum kembali.
Kara tertawa renyah tanpa ingin menyangkal. Buat apa menyangkal jika memang itu adanya. "Makanya berguru sama gue, biar lo kuat ngadepin masalah yang lo terima," balas Kara dengan nada bercanda.
Arsa mengangguk, gelak tawa samar ia layangkan pada Kara. "Pasti! Hahaha."
Seperkian detik, Arsa terdiam. Ia memandang Kara dari samping. Perihal kebimbangan rasa yang ia alami beberapa waktu silam, sudah terjawab dan Arsa memantapkan hati pada pilihan 'mempertahankan'. Bagaimana pun juga cinta itu harus diperjuangkan, bukan berhenti di tengah jalan.
Kara tak terusik, walau merasa risih diperhatikan se-intens itu, ia mencoba menyibukkan diri-melempar batu ke arah danau, seperti awal.
"Kar, pagi ini cerah tapi gak secerah sebelumnya, kenapa, ya?" Kara menoleh, memandang Arsa dengan kening berkedut menandakan bahwa ia tidak mengerti.
Namun begitu, Kara mencoba menjawab pertanyaan random yang dikatakan Arsa barusan. "Mau hujan, mungkin." Kara mengangkat kedua bahu setelah memberikan jawabannya tanpa pikir panjangnya itu.
"Langit bersedih, lihat bidadari kek lo sedih kayak sekarang," ujar Arsa terkesan kaku. Membuat Kara tertawa renyah ketika Arsa tiba-tiba mengatakan hal yang tak terduga.
"Apaan sih lo, garing banget."
"Jangan sedih makanya. Jangan buang air mata lo buat hal yang gak berguna." Kara hanya terdiam, memandang danau dengan tatapan kosong. Entahlah rasa apa yang sedang ia alami saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARA |Serendipity|
Teen FictionTentang Kara dan semua orang di dekatnya. Bukan hanya kisah cinta antara gadis dan pria, tetapi juga tentang kisah cinta keluarga dan teman. · • Dua insan yang saling membutuhkan, dipertemukan oleh kejadian yang tak terduga. Benih-benih cinta pun ha...