KS - 04

420 178 524
                                    

"Lepasin kek! Tangan gue sakit nih." Arsa membanting tangan Kara. Tadi Arsa terlihat marah dan langsung menyeret Kara ke butik tempat keluarga Arsa biasa memesan pakaian.

"Bang, nih ceweknya. Masuk kriteria nggak?" Arsa berjalan mendekati pria yang memakai baju putih dengan dasi kupu-kupu di lehernya membuat Kara heran. Kenapa dia dibawa ke butik sih?

"Eh eh, apa-apaan, lo mau jual gue?" protes Kara.

"Udah diem aja, lo! Daripada gue suruh lo bayar buat upah baju yang sempat lo senggol tadi? Mau?" Bukan karena baju itu menjadi alasan Arsa mencalonkan Kara menjadi model baju untuk butik tersebut, dia cuma ingin memanfaatkan keadaan, agar dia tidak dipaksa untuk mencari perempuan lain.

"Kesenggol dikit doang, lo mau jual gue?! Wah kurang ajar!" seru Kara tak terima dengan keputusan Arsa.

Arsa menaruh jarinya di bibir Kara, membuat Kara terdiam. "Sst! Gue gak sejahat itu mau jual lo.' Dengan segera Kara mendorong jari Arsa.

"Kalau iya, bagus gue mutilasi lo sendirian, gue jual semua organ lo daripada jual lo hidup-hidup hasil yang gue dapat sedikit," ucap Arsa membuat Kara bergidik ngeri. Arsa itu gila!

"Psikopat lo!" ucap Kara menatap horor ke arah Arsa.

Fariz memandang Kara penuh penilaian dengan jari yang menggosok dagu, kemudian dia menatap Arsa dengan wajah puas. "Ini sih masuk banget, tubuh yang proporsional dengan wajah yang cantik, mungkin produk yang bakal dirilis cocok dengan modelnya kek dia," ucap Fariz membuat Arsa tersenyum senang. Kara makin curiga, model? Produk? Apa-apaan ini?!

"Wah! Gila, ya, lo, Sa. Lo mau jual gue beneran?! Masa jualnya di butik?! Jangan beli gue kalau gitu, gue orangnya nyusahin, banyak makan, nanti perusahaan kalian bangkrut karena makan gue banyak," ucap Kara dengan satu tarikan napas membuatnya ngos-ngosan. Kedua pria itu memandang Kara dengan raut menahan tawa.

"Hahaha, ngaku lo sekarang. Tenang aja kenapa sih? Gue gak bakal setega itu buat jual lo, lagian kalau gue jual lo, gue ragu ada yang beli apa enggak?" Ucapan Arsa membuat Kara mendengus kesal.

"Gini-gini banyak yang suka, ya, sembarangan lo!" sewot Kara.

"Gue suka," ucap Fariz tiba-tiba, menatap Arsa dengan mengangguk kecil. "Tapi, gue butuh persetujuan dari lo dulu, apa lo mau jadi model buat pakaian yang bakal dirilis bulan depan?" Kara tampak ragu untuk menjawab.

"Ah ... em ... gue ...."

"Udahlah bang, terima aja, gak usah pake minta persetujuan segala. Gue udah capek-capek nyari cewek yang cocok, malah lo sia-siakan?" ucap Arsa membuat Kara melotot.

"Eh! Gue yang dibutuhkan, lo diam aja deh!" ucap Kara kesal, Arsa mendelik tajam kearahnya.

Kara beralih memandang Fariz yang menatapnya penuh harap. "Gue ...." Kara mengigit bibir bawahnya.

"Kalau lo setuju, lo dapat royalti sebesar dua puluh persen dari penjualan produk yang lo promosikan, gimana? Masih mau nolak? Hitung-hitung lo bisa nyimpen uang buat beli skincare lo nantinya," ucap Fariz mencoba membujuk Kara. 20%? Wah lumayan banget!

Kara dengan ragu mengangguk, Arsa yang gemas meletakkan tangannya di kepala Kara membantunya untuk mengangguk.

"Ya, gu-gue setuju." Fariz mengulurkan tangannya mengajak Kara berjabat tangan.

KARA |Serendipity|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang