• 43- Pelaku •

169 31 6
                                    

"Feb, perasaan gue gak enak. Lo susulin Cantika gih."

"Bentar. Ini hape gue gak salah kan ya?"

Reflek keempat cowo itu mendekat ke Feby, lebih tepatnya untuk melihat ponsel gadis itu. Penasaran juga dengan apa yang dimaksud gadis ini.

"Penerornya ada di sekolah."

"Dimana emang?" Raihan bertanya.

Seperti bisa melakukan telepati, pikiran mereka jika sang peneror sedang bersama Cantika. Apalagi Cantika sendirian disana. Pasti menjadi sasaran empuk untuk menyerang. Mereka merutuk masing-masing, mengapa membiarkan Cantika sendirian di toilet. Sekarang sudah jam pulang, jarang ada siswi yang masuk ke toilet. Bodoh.

Sekuat tenaga mereka berlari menuju toilet. Padahal di punggung ada tas yang mereka bawa, tapi sama sekali tidak membuat lari mereka melambat. Rendi membawa tas Cantika. Takut jika tas Cantika tertinggal dan kelasnya sudah terkunci.

Firasat mereka sepertinya benar. Pintu toilet terkunci. Dengan bar-barnya Feby menggedor pintu sambil berteriak apakah Cantika masih ada di dalam atau tidak.

"CANTIKA LO MASIH ADA DI DALEM GAK?"

Feby berhenti sejenak dan menempelkan telinga kanannya di pintu agar bisa mendengar apa ada suara di dalam atau tidak.

"Udah dobrak aja," Rama bersuara, dia sudah bersiap-siap mendobrak pintu. Tasnya di letakkan sembarangan.

"Bentar elah. Gue takut Cantika ada di dekat pintu." Feby masih tidak menggeser posisinya.

"Woi anjir kalian. Malah ninggalin. Sakit bege." Raihan datang dengan tertatih. Saking paniknya mereka sampai lupa jika Raihan masih kesulitan untuk berjalan.

"Sorry gue lupa," Juna segera membantu Raihan. Walaupun mereka sering bertengkar, tapi Raihan dan Juna yang paling dekat.

"Udah dobrak aja."

Saran Rama didukung oleh Rendi. Ia juga bersiap-siap mendobrak. Mana bisa dia diam saja dengan keadaan Cantika yang tidak tau bagaimana kondisi gadis itu sekarang.













Sedangkan di dalam toilet, leher Cantika tercekik. Dirinya kesulitan bernapas. Untuk berbicara saja tidak bisa.

"Long time no see, b*tch." kata seseorang yang mencekiknya sekarang.

Tidak salah lagi. Sosok misterius yang dilihatnya di kantin tadi adalah orang yang mencekiknya sekarang. Untuk kedua kalinya peneror ini muncul dihadapannya. Mungkin akan menjadi yang kedua kalinya ia mendapat luka. Cantika tidak masalah jika dirinya yang terluka, asal semua teman-temannya baik-baik saja. Itu lebih baik.

"Kayaknya ancaman gue udah gak berpengaruh buat lo. Mending lo aja kan yang hilang sekarang?"

Cantika tidak bisa melihat wajah orang ini karena tertutup masker. Hanya sepasang mata yang menatapnya tajam. Seketika bayang-bayang Leo yang memukulnya kembali terlintas. Tamparan... pukulan kayu itu... lehernya yang tercekik... Cantika menangis.

"Baru takut sekarang? Jangan anggap remeh ancaman gue," tangannya semakin erat mencekik.

"To-tolong lepas... s-sakit.. hiks..." ucap Cantika terbata.

"Lo gak akan bisa lepas sekarang. Dan kali ini gue bakal mastiin lo benar-benar hilang di hadapan Rendi."

Lagi. Sosok didepannya tergantikan dengan Leo. Raut murka yang tidak bisa hilang dari ingatan Cantika. Kejadian itu benar-benar membekas di ingatan. Ia sangat takut. Bukan kepada si peneror, tetapi kepada sosok Leo.

Cantika Story | Eunha x Eunwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang