• 28- Panik •

255 43 7
                                    

Empat orang itu berlari kesetanan menuju ruang ICU. Saking paniknya, Feby berlari lebih cepat dibandingkan Rama, Juna, dan Raihan. Terkadang ia menabrak orang-orang yang berjalan beralawan arah dengannya.

Bahkan ia tidak perduli dengan penampilannya sekarang. Wajahnya sembab karena terus menangis. Pakaiannya pun hanya kaos polos lengan pendek dan juga celana pendek. Satu hal yang membuat Juna malu melihatnya,

Feby menggunakan sandal jepit yang melegenda. Kalian pasti tau itu apa.

Bahkan suara hentakan kakinya sangat nyaring dan menggema. Mungkin gadis yang selalu adu argumen dengan Juna itu tidak sadar dengan penampilannya.

Melihat seseorang yang diyakini adalah Rendi, Feby semakin mempercepat larinya. Ketika sampai dihadapan Rendi, ia langsung menanyakan keadaan Cantika.

"Gimana keadaan Cantika?"

"Masih ditanganin sama dokter."

Rendi yang memberitau mereka jika Cantika berada di rumah sakit sekarang. Ia sendiri sampai lupa memberi kabar karena terlalu panik. Alex juga sudah diberitau, dan orang itu akan sampai lebih lama karena perjalanan yang cukup jauh.

Perihal tidak ada orang di rumah Cantika, ternyata mas Rudi sedang melaksanakan solat isya. Dan bibi baru pulang dari minimarket untuk membeli beberapa snack kesukaan Cantika.

Mas Rudi dan bibi ikut mengantar Cantika ke rumah sakit, sekarang mereka sudah pulang sebelum teman-temannya datang. Sudah terlalu malam, sekalian meminta tolong untuk menjaga rumah yang tengah kosong itu.

Feby masih lemas mengetahui kabar Cantika yang mendapat luka tusukan. Ia mendudukkan tubuhnya di samping Rendi. Tiga orang yang bersamanya hanya bersender di dinding.

"Kenapa lo baru ngasih tau sih?" tanya Raihan.

"Gue terlalu panik, lupa ngabarin kalian."

"Lo pada tau gak sih? Gue tuh habis boker, denger kabar gini ditambah lari-lari kayak tadi jadi pengen boker lagi." Juna curhat. Semuanya mendelik ke arahnya.

Dasar Juna. Dirinya sedang melawak?

"Jorok! Jauh-jauh dari gue," Raihan menjauhkan dirinya yang berdiri di samping Juna.

"Gak lucu bangsat!" umpat Feby.

"Tapi perasaan Cantika baru aja ngabarin kita kalo dia udah pulang. Tau-tau kok malah gini?"

Mendengar perkataan Rama, mereka semua terdiam. Kejadian ini cukup mengejutkan. Ini pasti ada sangkut pautnya dengan teror beberapa hari yang lalu.

"Gue juga gak tau, Ika tiba-tiba telpon gue. Tapi dia gak ngomong, sampe ada suara barang pecah, gue buru-buru ke rumahnya. Sampe disana malah liat Ika kayak gini." Rendi menjelaskan, tatapannya menjadi sendu.

Satu-satunya perempuan yang bersama mereka kembali menangis. Kedua tangannya menutup wajahnya. Dirinya takut terjadi sesuatu yang buruk kepada Cantika.

Juna perlahan mendekat dan ikut duduk disamping Feby. Ia mengusap punggung Feby memberi ketenangan.

"Udah jangan nangis terus. Cantika pasti gapapa, berdoa aja."

Tetap saja tangisannya tidak mereda. Kemudian ia melirik kedua kaki sahabatnya yang terekspos begitu saja. Juna menghela napas kasar kemudian membuka jaket yang dikenakannya. Lalu menutup kaki Feby yang hanya menggunakan celana pendek.

Terkadang mereka berdua akur. Terkadang juga bertengkar. Tergantung situasi.

"Lain kali kalo mau keluar diinget-inget juga baju yang dipake walaupun buru-buru. Jangan pake baju gitu." Bukan Juna, tetapi Rama. Diantara mereka, yang paling posesif tentang cara berpakaian adalah Rama.

Cantika Story | Eunha x Eunwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang