Hari sudah mulai malam. Semua siswa mempersiapkan dirinya untuk kegiatan selanjutnya. Sebelumnya mereka melakukan permainan perkelompok yang terdiri dari 10 orang. Permainan yang dimainkan pun permainan tradisional. Karena perkemahan ini hanya untuk bersenang-senang dan membuat hubungan pertemanan yang lebih erat kepada murid-murid kelas X.
"Can," panggilnya
"Kenapa?"
"Kalo lo mau balikin bantal Rendi, balikin sekarang aja gapapa."
"Bentaran aja. Gue belum selesai beres-beres."
"Ooh, oke."
Mereka kembali sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Feby yang sedang membereskan sampah bekas camilannya tadi, dan Cantika yang sedang merapikan pakaian-pakaiannya.
"Lo sama bang Alex kakak adek?"
"Iya," jawabnya masih sibuk dengan kegiatannya.
"Tapi kita bukan saudara kandung. Bokap dia adeknya papa gue." lanjutnya.
Feby terdiam sejenak. Ia menolehkan kepalanya ke arah Cantika, menatapnya dengan tatapan bingung.
"Gue sama bang Alex udah dekat dari kecil, sebelum gue sekolah. Kita beda 4 tahun. Mungkin karna kedekatan gue sama bang Alex buat lo ngira gue adek kandung dia, padahal bukan."
"Ortu gue udah meninggal sejak gue kelas 2 SD karna kecelakaan. Waktu itu gue belum ngerti apa-apa. Pas di rumah sakit, gue ngira ortu gue lagi tidur. Gue udah bangunin berkali-kali tapi gak direspon sama sekali. Gue sampe nanya ke bang Alex, 'Bang, mama sama papa kenapa lama banget tidurnya? Cantika kan kangen.' Trus bang Alex coba jelasin ke gue, dan minta gue buat ikhlasin. Gue yang masih gak rela, nangis sekeras-kerasnya dan masih nyoba buat bangunin ortu gue,"
Cantika menghela napas sejenak dengan kedua matanya yang kembali berkaca-kaca. Begitu pun dengan Feby, kedua matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis. Kini mereka sudah duduk berhadapan.
"Saking terpuruknya, gue sampe gamau sekolah lagi ataupun ketemu siapa-siapa kecuali bang Alex. Dua minggu gue gak masuk sekolah, dan bang Alex selalu bujuk gue buat masuk sekolah lagi. Bang Alex selalu liat gue duduk di samping ranjang sambil nangis. Jujur aja gue masih belum bisa nerima,"
Cantika mengusap kedua pipinya yang basah, dan menghela napas panjang.
"Sampe akhirnya gue masuk sekolah, ada beberapa temen yang ngejek gue kalau gue udah gaada ortu lagi, dan gaada yang sayang sama gue lagi. Gue pun jadi sering mengasingkan diri, introvert. Gue takut dengar perkataan mereka lagi yang bilang kalau gaada lagi yang sayang sama gue, gue takut itu beneran terjadi,"
Gadis berambut sebahu itu tertawa hambar untuk mencairkan suasana.
"Maap gue malah cerita gini. Gue sebenernya dari dulu pengen cerita. Selama ini gue pendam sendiri dan selalu nyimpan kesedihan gue sendiri. Jadi lo jangan heran kalau gue itu awal-awal kenal selalu pendiam, karna gue emang intovert dari kecil."
Feby langsung memeluk Cantika tanpa ada rasa ingin berkomentar tentang cerita Cantika tadi. Di pikirannya, Cantika butuh pelukan sekarang. Pasti berat rasanya menyimpan itu sendirian dan selalu memendam itu semua.
"Lo kenapa, Feb? Lepas dulu," tangannya berusaha melepaskan.
Pelukannya semakin erat dan tangannya mengusap punggung Cantika untuk menenangkan.
"Nangis aja, Can. Gapapa, gue ngerti kok. Pasti berat mendam semuanya sendiri."
Perlahan Cantika membalas pelukan Feby dan bibirnya menekuk ke bawah. Ia kembali menangis hingga sesenggukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantika Story | Eunha x Eunwoo ✔
Teen FictionDON'T COPY MY STORY! "Jaket lo mana?" "Ada di tenda." "Kenapa gak pake?" "Lupa," Cantika hanya nyengir kuda yang membuat Rendi memutar bola matanya malas. Rendi langsung melepas jaket yang ia pakai. Kemudian ia berika kepada Cantika, "pake." "Loh? G...