11. Pulang

4.3K 901 59
                                    

Istighfar dan shalawat jangan lupa yaaa🥰

1

2

3

Cekidot...

•••

Mereka telah menikmati liburan kurang lebih hampir seminggu, pantauan Firhan tentang tempat pengurungan Bagas juga sudah ia lakukan. Dan sudah dipastikan Bagas akan menderita seperti dirinya dan juga Zaid dulu. Tak ada kata manja.

Akhirnya kini tibalah mereka semua pulang ke rumah, " Papa ayo cepet pulang!!" teriak Zaira senang karena akhirnya ia bisa pulang.

Mereka semua pamit kepada Kyai Ibrahim, dan setelah itu pulang.

"Pak supir tolong cepet sedikit ya," ucap Firhan pada Zaid. Zaid menatap ayahnya dengan ekpresi datar.

"Maksud bapaknya apa ya? Siapa yang supir?" tanya Zaid kesal.

Firhan menutup mulutnya sambil pura-pura kaget, " Oh tak kirain supir tadi, mirip soalnya. Muka jelata," jawab Firhan asal.

Zaid mengelus dadanya, sabar pikirnya. Kalau bukan orang-tua kandung, mungkin Zaid sudah berkelana sekarang mencari orang-tua aslinya. Dan pastinya Zaid masih berharap bahwa ia adalah keturunan Papa Raffi biar gak susah.

Perjalanan yang panjang, tapi tidak sepanjang dan serumit kisah cinta kalian. Mereka memutuskan untuk singgah di salah satu tempat makan karena Bagas sudah kelaparan.

Dan disinilah mereka berada, duduk menunggu makanan yang datang. Bagas menoleh ke arah samping kanannya, Zaira sedang duduk sambil menonton serial kesayangan kita semua. Dua anak kembar botak yang tidak lulus tk.

Zaid yang bosan menunggu pun akhirnya izin ke toilet dengan yang lain. Tak sampai lima menit Zaid sampai di toilet umum, ia masuk dan segera membuang hal yang sudah tidak berguna dari dirinya sendiri.

Saat ingin balik ke tempat makan, Zaid melihat ada seorang anak kecil tak jauh dari tempatnya berdiri di suruh oleh bapaknya membelikan rokok.

Anak kecil itu berjenis kelamin laki-laki, dengan menggunakan baju kaos dan celana pendek ia berjalan ke arah warung yang berada telat di samping toilet umum tersebut.

Zaid memperhatikan bocah lelaki itu.

"Ibu ibu! Belii!" panggilnya.

Sang pemilik warung pun keluar dan bertanya kepada sang anak, " Mau beli apa dek?" tanya ibu itu ramah.

Entah mengapa, melihat bocah itu mengingatkan Zaid kepada anaknya karena umur anak tersebut kurang lebih seperti Zaira. Atau bahkan lebih tua setahun dari Zaira.

Anak kecil itu menunjuk ke arah sprite, minuman soda. Ibu tersebut mengambilkan minuman itu dan memberikan kepada anak itu.

"Sama rokok satu bu, rokok gud*ng g****!" ucap anak kecil itu.

Ibu pemilik warung mengambilkan rokok dan menghitung uang yang diberikan oleh anak kecil itu, ketika anak kecil itu hendak pergi. Ibu pemilik warung langsung berteriak memanggilnya segera membuat Zaid yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik bocah itu bingung.

"Dek! Uangnya kurang!" teriak ibu itu. Bocah itu langsung berlari kembali ke ibu pemilik warung.

Zaid menggeleng pelan, tanpa ingin tau kelanjutannya Zaid langsung saja kembali ke tempat mereka makan tadi dan ternyata makanan sudah siap.

Zaid duduk di depan Bagas, namun saat Zaid menoleh dan menghadap ke arah kanan. Bocah yang ia lihat tadi ternyata ada di sana dengan bapaknya. Zaid memasang telinganya dengan tajam. Ia kepo dengan pembicaraan anak itu.

" Bapak, iki beli sprite ya!" ujarnya kepada sang bapak.

Bapak dari anak tersebut mengangguk, ya tentu saja ia mengangguk karena sudah di beli oleh anaknya dan tidak mungkin untuk di kembalikan.

"Terus rokok bapak mana?" tanya bapak itu heran kepada anaknya.

Anak kecil itu menggeleng, " Gak jadi beli, gak cukup kalau beli sama sprite!"

Zaid sontak menahan tawa, oke ia ingin tertawa lepas sekarang.

Pinter banget jadi anak! Pelajaran pertama, jangan nyuruh Zaira ke warung!

Zaid menggeleng pelan, memang kalau sudah berurusan dengan anak kecil itu susah. Terlebih Bagas dulu , disuruh beli ajinomoto buat masak malah kebeli molto.

Akhirnya setelah selesai makan, mereka semua pulang ke rumah. Tidak berhenti kemanapun lagi.

•••

Perjalanan yang melelahkan, mereka akhirnya sampai di rumah. Zaid membawa semua barang-barang masuk. Lebih tepatnya barang miliknya, istrinya serta Zaira saja. Lalu sisanya?

"GASS! BAGAS!!" pekik Zaid memanggil adiknya yang ternyata sudah berlari masuk ke dalam rumah Ayah dan Bundanya.

Shira telah membawa Zaira masuk karena gadis kecil itu kelelahan dan tertidur di pangkuan Shira.

Begitupun dengan Firhan dan Aisyah yang sudah masuk ke dalam rumah mereka. Hanya tinggal Zaid sendiri, bersama barang-barang yang masih menumpuk di bagasi mobil.

Zaid tidak masalah jika barang tersebut banyak tetapi ringan atau berat tetapi hanya sedikit. Tapi masalahnya, barangnya ini banyak dan semuanya berat.

Zaid tidak ingin tersiksa sendiri, kapan lagi kan punya teman setan bisa diandalkan?

"MPOK! MPOK DINA!!" panggil Zaid dan dalam sekejap wush. Mpok Dina muncul dengan estetik di atas atap mobil dengan gaya santai seperti di pantai.

"Apa manggil-manggil? Ini roman-romannya gue disuruh ngebabu nih!" tebak Mpok Dina.

Zaid tersenyum senang, oh lihatlah betapa pekanya setan satu ini pikir Zaid. Zaid sedikit terharu.

"Ya emm, biasalah!" jawab Zaid santai.

Zaid pun langsung segera menyuruh Mpok Dina untuk membawa barang-barang tersebut masuk ke dalam rumah.

"Eh! Lo gak punya otak atau gimana? Lo nyuruh gue bawa semua ni barang? Heh! Dah tau setan tembus, masih aja disuruh!" dumel Mpok Dina.

Zaid menatap Mpok Dina tak percaya, " Lo kan setan tong-tong. Masa bawa ginian aja kaga bisa?" ucap Zaid meremehkan.

Mpok Dina menampilkan ekpresi sinisnya ketika memandang wajah Zaid.

"Big no, lo siapa nyuruh? Mak gue? Bukankan? Yaudah BHAY!"

Wush Mpok Dina langsung menghilang, lagi. Yang membuat Zaid semakin frustasi dan hendak menangis.

Zaid melihat kucing-kucing jalan yang biasanya nongki di depan rumahnya. Melihatnya dengan tatapan sedih.

"Mengapa semua bersedih?" tanya Zaid pada kucing-kucing tersebut.

"BIASALAH!" jawab Firhan yang ternyata sedang berdiri di depan pintu sembari mengamati anaknya yang menderita.

"Ayah bantuin napa!" keluh Zaid kesal.

Firhan menggeleng pelan, lihatlah mental anak sekarang?

"Kamu gitu aja udah nyerah? Dulu waktu ayah mau ke sekolah. Ayah harus naik gunung, jalan berkilo-kilo meter. Nurunin lembah, loncat-loncat di atas batu buat nyebrang sungai. Lalu Ay–!"

"Oke, Zaid yang bawa semua. Zaid tau dulu Ayah ngebolang. Tau kok tau, udah jangan di ceritain ya. Zaid capek mau bogan. Beneran Ayah, gak bohong!" elak Zaid cepat karena malas mendengarkan dongeng Ayahnya dulu.

Padahal kata Kakek dulu Ayah sekolahnya enak, dianterin di kasih duit bekel. Gak ada istilah naik gunung nurunin lembah!

"Pasal satu, orang-tua gak pernah salah! Pasal dua kalau orang-tua salah anak lebih salah!" gumam Zaid pelan. Ya, itu adalah semboyan Ayahnya untuk dirinya dan Bagas dari dulu hingga sekarang.

To be continue...

Alhamdulillah aing double up, ternyata tidak sanggup triple up🙂 jariku sudah keram gaes.

Oke, yang baca sekarang. Ngapain kalian begadang? Tidur sono!

Next kapan?

Lanjut gak?

Family Gaje III - Ending [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang