Setelah berbicara dengan Sega semalam dan tidak mendapatkan solusi apapun. Yuda mengambil keputusannya sendiri. Dia terlalu gengsi meminta saran pada Orion atau Bara. Terlebih keduanya lebih muda dari dirinya. Dia memilih rencananya sendiri dengan selalu ada untuk Valeria. Jika biasanya Valeria yang menyiapkan sarapan, kini ganti dirinya. Dia akan memuja Valeria, memberikan yang terbaik untuk hubungan mereka.
Dengan menggunakan celemek, Yuda mondar-mandir menyiapkan sarapan. Dia tersenyum melihat hasil pekerjaan tertata rapi diatas meja.
"Oke. Sip..."
Yuda melepas celemek, dia hendak meletakkan celemek itu diatas meja saat mendengar suara Valeria dari kamar. Yuda segera berlari ke kamar, tidak menemukan Valeria diatas tempat itu sampai suara itu terdengar lagi dari arah kamar mandi. Mata Yuda langsung membelalak menghampiri Valeria, memijit pelan tekuk perempuan itu dan berkata. "Kita ke rumah sakit, ya?"
"Tidak..." bisik Valeria susah payah masih membungkuk diatas closet.
Nyeri dada menyerbunya tatkala melihat Valeria muntah-muntah lagi. Suaranya tercekat tidak bisa keluar dan hanya mampu memijit tengkuk perempuan itu.
"Vale..."
"Aku baik-baik saja."
Yuda menjauh membiarkan Valeria menekan tombol flush dan beranjak ke wastafel untuk membersihkan mulutnya.
"Wajahmu pucat. Kau pasti masuk angin karena semalam. Aku akan buatkan teh hangat..." segera setelah mengatakan itu, Yuda langsung meninggalkan kamar mandi.
Valeria hanya terdiam menatap kepergian Yuda. Dia masih mengatur napas dan menelan ludah mengenyahkan keinginan muntah lagi. Jika dia menurutinya, bisa-bisa dia tidak masuk kerja.
Tidak lama setelah itu, Yuda muncul di kamar sambil membawa secangkir teh hangat. Valeria sudah duduk di tepi tempat tidur beberapa kali menghela napas.
"Minumlah... Kau akan merasa baikan..."
Hanya memandang. Valeria ragu menerima cangkir yang disodorkan Yuda. Dia hanya menatap lelaki itu dan cangkir itu bergantian. Yuda tidak tahu dia harus melakukan apa sekarang. Jadi, dia meletakkan cangkir itu diatas meja nakas dan berdeham.
"Aku sudah siapkan sarapan. Setelah lebih baik, ayo kita sarapan bersama..."
"Mas sarapan lebih dulu saja... Aku harus menyelesaikan beberapa materi..."
Kalimat sederhana itu membuat Yuda kelabakan. Valeria mulai melangkah mengambil laptop perempuan itu dan mulai berkutik, mengacuhkan Yuda seakan dirinya tidak ada di sini.
Yuda harus lebih bersabar. Diamnya Valeria membuatnya pusing. Jika dia bertanya, dia hanya akan membuat hubungan mereka kembali keruh.
"Baiklah..."
Akhirnya Yuda mengalah, dia berbalik melangkah keluar kamar. Hanya duduk di meja makan tanpa melakukan apapun. Pikirannya seakan kosong. Entah kenapa... Ini bahkan lebih sulit daripada memikirkan materi kuliah kedokteran nya dulu. Kebingungan nya melebihi pertama kali dia harus melakukan apa saat dihadapkan dengan mayat. Ketakutannya melebihi dirinya pertama kali melakukan operasi.
Perasaan ini benar-benar berat untuk dirinya. Yuda merasa lebih mudah mengatur management rumah sakit dan menjalankan perusahaan bersamaan daripada menghadapi seorang perempuan. Yuda menghela napas. Dia menoleh sedih kearah pintu kamar yang terbuka lalu menatap jam dinding. Sudah hampir jam tujuh pagi dan Valeria masih saja belum keluar.
Apa Valeria tidak mau sarapan dengan dirinya? Kalau memang iya, lebih baik dia pergi daripada Valeria menyiksa dirinya sendiri.
Yuda mengambil keputusannya. Dia beranjak meraih snelli-nya melangkah menuju kamar. Dia mengetuk pintu pelan meminta perhatian Valeria namun sayangnya perempuan itu masih saja berkutik dengan laptopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Business Marriage #3 [ TAMAT ]
RomanceKisah Yuda Airlangga, series ketiga dari "Boys Love" Dokter tampan spesialis bedah yang menjalani pernikahan bisnis demi kesejahteraan rumah sakit milik keluarganya. Yuda dijuluki DUREN, duda keren. Dia sudah menduda saat usianya 28 tahun. Pernikaha...