CHAPTER 42

1K 39 0
                                    

[ CHAPTER 42 : Kemo Terakhir ]

H A P P Y   R E A D I N G

Setahun kemudian...

Rozalia Athena. Seorang gadis cantik dengan rambut hitam legamnya. Gadis yang selalu membawa positif vibe ini harus meninggalkan negara tercinta untuk kesembuhan penyakitnya. Sudah setahun dirinya berada disini, tidak ada yang berubah. Hanya Arga yang selalu menemaninya. Bukannya tambah membaik, tapi kondisinya semakin memprihatinkan. Terlihat dari Roza yang sudah tidak mempunyai sehelai rambut lagi karna efek kemoterapi yang ia jalankan.

Hari-harinya hanya tiduran diatas brankar. Roza capek, dirinya sudah tidak kuat untuk terus berdamai dengan obat-obatnya. Sudah terlalu banyak cara untuk menerimanya, namun badannya selalu menolak obat kemo nya.

Rendy. Dokter muda dan ganteng yang sekarang menjadi dokter kesayangan Roza. Rendy yang selalu menyemangati Roza dengan berbagai cara itu sia-sia. Rendy selalu membujuk Roza agar ia rileks dalam melakukan pengobatan nya, namun Roza tidak bisa. Entah karna apa.

Roza menutup dunianya. Hanya Arga dan Rendy yang tahu tentang dirinya, tidak ada yang lain. Bahkan ponselnya sudah ia hancurkan seminggu yang lalu ditaman rumah Sakit. Roza butuh ketenangan, namun ia tidak mendapatkannya. Ia butuh kebahagian, namun kebahagian tak berpihak pada dirinya.

***

Pagi ini Roza dijadwalkan untuk kemo yang terakhir. Selama kemoterapi disini, badan Roza hanya bisa menerima 5 kali terapi saja. Sisanya ditolak oleh Roza dan membuat keadaan nya yang semakin parah. Tidak ada lagi senyuman manis yang tercekat dari wajah cantik Roza, bahkan untuk berbicara saja, Roza sudah tidak ingin.

"bisa yu bisaa" ucap Arga sambil mengecup tangan mungil Roza.

Roza diam, matanya kembali mengeluarkan air mata. "takut" cicitnya yang membuat Arga langsung memeluk tubuh mungil saudarinya itu.

Arga merasakan semua apa yang saudarinya rasakan. Ia yang membantu Roza ketika saudarinya itu munta-muntah setelah kemoterapi. Ingin sekali Arga menggantikan posisi saudarinya itu, namun ia tak bisa. Ia hanya bisa menjadi pendukung saja.

Arga mengusap lembut punggung mungil itu, "gue lagi nyari pendonor Ja. Doain ya, semoga dapet" ujarnya yang membuat Roza melepaskan pelukannya.

Roza menggelengkan kepalanya kuat. Tidak, ia tidak mau merepotkan Arga lagi. Sudah cukup ia disini merepotkan saudaranya ini. "apasih, gak usah" tolaknya sambil menatap Arga tajam.

Arga membantu Roza untuk duduk dikursi roda, ia jongkok dihadapat saudarinya. "kenapa hm? Lu butuh pendonor Ja, gue gak tega" ujarnya yang justru tidak ditanggapi oleh Roza.

Arga menarik nafasnya dalam-dalam, ia berdiri dan mulai mendorong kursi roda saudarinya dengan pelan. Matanya sekali-kali melirik Roza yang hanya diam sambil menunduk. Boleh Arga menyalahkan takdir seperti ini? Kenapa harus saudarinya yang terkena? Bahkan, dari sekian banyak orang yang terkena leukimia ia tidak pernah membayangkan bahwa saudarinya sendiri terkena penyakit itu. Tidak menyangka? Tentu. Arga marah pada dirinya.

***

"hai anak kecil" sapa dokter Rendy sambil tersenyum lembut. Ia menuntun Roza untuk berjalan kedalam ruangan dan meninggalkan Arga yang duduk dikursi depan.

Rendy meminta para suster untuk menyiapkan semuanya, ia juga sesekali mengajak Roza untuk mengobrol, meski tak ditanggapi tak apa.

"kalo kemo kamu yang sekarang berhasil, kamu bisa pulang ke Indonesia dan melanjutkan rawat jalan" ujarnya yang membuat Roza menengok kearahnya. Ya, Roza ingin sekali kembali ke negara asalnya.

Rendy tersenyum, tangan kekarnya mengelus lembut tangan mungil Roza yang keriput. "saya juga ada libur, nanti kita pulang bareng gimana?" ajaknya yang diangguki antusias oleh Roza.

Rendy terkekeh, "rilex " ucapnya yang diangguki oleh Roza.

***

Setelah menunggu 2 jam, kini Roza sudah selesai melaksanakan kemo terakhirnya di German. Ada rasa senang kala ia bisa kembali menerima obat-obatan itu.

"seneng banget, ngomongin gue ya?" tuduh Arga yang langsung dipukul oleh Roza.

Arga meringis, kemudian ia menatap nyalang sang dokter. "lu juga, ngapain senyam-senyum gitu ha? Suka sama Oja?" tanya nya dengan nada sewot. Ada rasa tak terima jika dokter songong dihadapannya ini menyukai saudarinya. Pokoknya Arga tidak setuju!

Rendy merubah raut wajahnya, ia menatap Arga dengan dingin. "salah emang nya?" jawabnya yang justru membuat Arga geram. Ditanya kok malah balik tanya!

Rendy mendorong kursi roda Roza dengan senyuman tampan nya, ia juga tidak peduli dengan teriakan saudara laki-laki Roza. Sudah seperti ibu-ibu dipasar suaranya!

***

Kini mereka sudah sampai di ruangan Roza. Rendy membiarkan Roza terlelap dalam tidurnya. Ia menarik tangan Arga dengan kasar yang membuat sang empu mendengus.

"3 hari lagi Roza sudah bisa pulang" ujarnya yang membuat Arga tersenyum senang. Tidak sia-sia dirinya menjaga saudarinya disini!

Rendy membuang wajahnya, "Roza kangen Indonesia. Kamu bisa hubungi saya terlebih dahulu jika semua sudah siap untuk ke Indonesia" ujarnya lagi yang justru membuat Arga diam sejenak.

"lu yakin?" tanya Arga untuk memastikan. Rendy mengangguk mantap, ia sudah yakin dengan kondisi Roza, meski terlihat masih pucat namun tak apa.

"yaudah nanti gue kabarin deh" jawabnya dengan mata yang menatap Rendy. Tangannya menahan tangan Rendy kala dokter songong ini mau pergi begitu saja. "eh bentar! Kenapa harus bilang sama lu dulu? Emang mau ikut?" tanya yang membuat Rendy tersenyum.

"ya, saya punya rumah di Indonesia" jawabnya yang membuat Arga menatapnya tidak percaya.

Pantes saja selama ini ia berbicara bahasa Indonesia nyambung-nyambung saja, tidak seperti yang lain kalo diajak ngobrol pasti ninggalin dirinya. Atau dikatakan bahwa Arga orang gila:)

***

JANGAN LUPA VOMENT NYA!!!

GIMANA SAMA PARTNYA???

YU KOMEN YUUU

MAU KAPAN NEXT PARTNYA??

Roza Untuk RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang