(Warning!!! Banyak narasi takut bosan).
Ini extra 5 part double up!
Yuk tamatin cerita ini, bantu aku...
dengan cara komen di setiap part yang aku update.Aku selalu nepatin janji, giliran kalian lagi.
***
"Sera, wake up!" Eca menggedar-gedor pintu kamar bernuasa coklat susu tersebut.
Tidak mendapat sahutan, Sera bergegas masuk ke dalam kamar putri kecilnya itu.
Melihat Sera terbaring dengan menyelimuti seluruh tubuhnya membuat Eca khawatir.
Eca segera memeriksa suhu tubuh putrinya, dan benar saja. Sera jatuh sakit.
Sejak kecil, Sera memang sering sakit. Akhir-akhir ini Eca merasa bersalah karena tidak terlalu memperhatikan kondisi Sera, bahkan tidak mengetahui apakah putrinya itu makan dengan teratur?
"Bunda ambil air hangat dulu," kata Eca sambil merapikan selimut yang membungkus tubuh Sera.
Eca menemani Sera, bahkan hingga gadis kecilnya itu kembali terlelap. Eca menatap wajah Sera yang benar-benar rupawan seperti Reno.
Belum lagi sikap keras kepala Eca, persis seperti Reno. Nampaknya, gen Reno seluruhnya berada di tubuh Sera.
Mata Eca bergerak menatap tubuh Eca yang terlihat ruam kemerahan dan juga memar, dari wajah, leher hingga pergelangan tanga sampai punggung tangan.
Bahkan di pergelangan tangan dan punggung tangan Eca, beberapa plester luka terlihat menempel dengan warna usang.
"Sera terluka?" tanya Eca bingung sendiri.
Buru-buru Eca mengambil kotak obat-obatan, ia mengobati luka-luka di tubuh Sera dengan hati-hati, agar pemilik tubuh tidak terbangun.
Eca bahkan mengganti plester luka di tangan Sera dengan plester luka yang baru agar lebih steril dan sehat.
Sambil mengusap wajah putrinya, Eca memberikan kecupan hangat pada pipi Sera yang cukup berisi.
"Jangan khawatir, Bunda akan selalu ada di sisi kamu." Eca menatap sang putri dalam diam. Ia terpesona, tanpa menyadari bahwa Sera sudah bertumbuh di setiap waktu.
***
Sera membuka matanya, ia melepaskan handuk kecil yang menempel di keningnya dengan cepat.
Hari sudah berubah jadi malam, Eca ingat terakhir kali ketika pagi Bunda membangunkannya.
Lagi-lagi waktu berjalan begitu cepat. Sera bahkan tidak sempat memiliki moment bersama dengan Bundanya.
Pandangan Sera beralih pada plester baru yang telah menggantikan plester-plester lama kepunyaanya.
Ia cukup beruntung, karena Bunda tidak melihat semua luka di tubuh Sera. Ia menyibak selimut ke sisi tubuhnya.
Dua plester pemberian Reno masih menempel dengan erat. Sera tersenyum kecil.
Sekarang ia tahu bagaimana cara menarik minat orang-orang agar peduli padanya?
Yaitu, dengan cara ia harus sakit ataupun terluka.
Dengan demikian, orang-orang akan berada di sisinya, menemani bahkan mengobati lukanya.
Sera hanya butuh orang yang mengerti dirinya.
"Sera lupa, gimana rasanya berbagi kebahagiaan dengan orang lain."
Setelah cukup yakin, bahwa ia sudah sedikig mendingang. Sera beranjak keluar dari dalam kamar.
"Bunda ...." Sera memanggil-manggil Eca.
"Bun!" panggil Eca sekali lagi.
Tidak ada sahutan. Eca kembali sadar satu hal, bahwa lagi-lagi ia ditinggalkan.
-Ada operasi, Bunda harus ke rumah sakit. Kalau ada apa-apa telepon Om Farel, Om Ken, atau Tante Eliz. Bunda udah beliin bubur buat kamu, jangan lupa di makan dan jangan lupa minum obat yang Bunda taruh di atas nakas kamar kamu.-
Membaca sebuah note yang Bundanya tempelkan di kulkas membuat Eca mengerti.
Sera sudah paham betul situasi ini.
Bahwa bagi Bundanya, menyelamatkan nyawa orang lain jauh lebih penting, hal itu kare sang Bunda terlalu profesional hingga lupa bahwa ada banyak dokter di sana selain Bunda.
Kesibukan hanya berpusat pada Bunda, Bunda, dan Bunda!
Bukan hanya Bunda dokter satu-satunya di dunia ini. Tapi, kenapa harus selalu Bunda menjadi yang paling sibuk?
Sera bergegas masuk ke dalam kamarnya, mengambil botol obat dan vitamin serta nota yang menempel di atas kulkas itu.
Tanpa rasa bersalah dan terimakasih, Sera membuka tempat sampah. Melemparkan semua yang berada di genggaman tangannya dalam sekejap mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
SLEEPING WITH SENIOR (COMPLETE)
Любовные романыBijak-bijak dalam memilih bahan bacaan! 🐒 "Kak, boleh minta nomor hapenya?" Eca. "Lo itu jelek, norak, dan nggak bergaya. Nggak punya kaca, ya lo?!" Reno. "Kalau nggak mau, nolak aja kali, Kak. Nggak usah pakai ngata-ngatain," Eca. "Gue ngata-ngata...