Eca meronta, mencoba melepaskan diri ketika Reno menariknya ke salah satu ruangan yang berada di tengah-tengah mereka.
Suara napas itu terdengar mengusik telinganya. Eca merasa sesak, dengan posisi cukup intim ini. Dimana Reno mendorong tubuhnya ke tembok dan memojokannya hingga dada mereka saling bersentuhan.
Sentuhan hangat Reno membelai Eca, hingga tanpa sadar mata Eca menutup merasakan suasana hangat yang mulai mengalir di tubuhnya.
"Boleh gue cium lo, Ca?"
Pertanyaan itu membuat Eca membuka matanya. Sialan, hampir saja ia tergoda dan terperangkap.
Satu kepalan tinju mendarat di perut Reno. Eca sangat puas ketika melihat Reno meringis kesakitan memegangi perutnya.
Masih berani main-main sama Eca? Eca lega, bahwa tinjunya berfungsi dengan baik dan bisa menghajar bajingan itu.
Eca sedikit menyesal, harusnya ia meninju Reno sedikit lebih ke bawah. Mungkin, ia akan puas sekali.
"Jangan sentuh aku sembarangan lagi, aku nggak suka!" kata Eca dengan serius. Saat ini, statusnya sudah menjadi milik orang lain. Tentunya, ada hati yang harus ia jaga.
"Tapi gue minta izin, Ca." Alasan yang keluar dari mulut Reno malah membuat Eca makin geram.
Dalam hati Reno benar-benar kecewa, saat ia harus mendengar bahwa Eca berbicara padanya dengan kata-kata 'aku'.
Entah karena apa, hal itu membuat Reno yakin bahwa Eca benar-benar membencinya.
"Urusan kita sudah selesai, stop berlagak seolah kamu kenal sama aku."
"Gue akan berusaha Ca, menaklukan hati lo kembali."
"Jangan mimpi Reno. Bagi Eca, kamu itu hanya masa lalu, sama sekali tidak berharga."
"Setidaknya gue pernah menjadi masa lalu, Ca. Untuk kenangan buruk yang gue ciptakan dalam memori lo, gue minta maaf." Reno menahan lengan Eca.
"Tapi yang lo perlu tahu, Ca. Masa lalu gue sama lo, adalah kenangan paling indah dalam hidup gue." Reno menambahkan, kedua tangannya menahan bahu Eca agar tidak bergerak dan tetap berada di depannya.
"Sudah aku bilang, jangan sentuh aku!" kata Eca dengan nada cukup tinggi.
Reno tersenyum tipis. "Mungkin salah gue, karena gue minta izin lo."
"Apaan sih, Reno? Lepasin aku!" Eca berusaha melepaskan diri.
Dalam secepat kilat, Reno menarik pinggang Eca. Menyatukan bibirnya dengan bibir manis yang sudah cukup lama ia rindukan dan idam-idamkan itu.
Tubuh Eca jelas menolak, ia memukuli dada bidang Reno. Namun Renk malah menarik pinggang Eca lebih intim, memeperdalam ciumannya dengan cukup ganas.
Reno menarik wajahnya, ia menatap wajah Eca yang terlihat kesal. Di satu sisi, Reno masih memeperhatikan bibir Eca yang terlihat basah dan memerah, bahkan ada bekas gigitannya yang membekas di bibir Eca.
Plak!!!
Tamparan Eca melayang dengan kuat, memberikan tanda kemerahan di pipu Reno.
"Kurang ajar!" Eca membalikan badan, berjalan cepat keluar dari ruangan itu dengan suara bantingan pintu yang terdengar sangat keras.
Reno memegangi pipinya, bukannya merasa bersalah ia malah tersenyum lebar seolah menjadi pria paling bahagia saat itu.
Tangan Renk bergerak perlahan meraba bibirnya. Rasa bibir Eca masih tertinggal di sana, manis sekali.
***
Langkah kaki itu berjalan tanpa tujuan, hingga membawa Eca pada tempat dengan udara bebas yang jauh dari keramaian.
Memandangi langit yang cerah sekaligus pemandangan yang terlihat dari atap rumah sakit membuat Eca bertanya-tanya.
Kenapa ia masih berdebar?
Tangan Eca meraba bibirnya dengan perlahan, meskipun ada rasa cukup perih seperti sariwan karena gigitan Reno.
Tapi, tetap Eca.... debaran jantungnya tidak bisa berhenti.
"Eca, be smart! Reno adalah pria paling brebgsek di muka bumi."
"Lo bukan malaikat, Ca. Sadar diri, dan jangan pernah berpikir untuk memanfaatkan Reno!"
Eca pun mulai berbicara pada dirinya sendiri, hanya itu satu-satunya cara agar ia tidak goyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SLEEPING WITH SENIOR (COMPLETE)
RomanceBijak-bijak dalam memilih bahan bacaan! 🐒 "Kak, boleh minta nomor hapenya?" Eca. "Lo itu jelek, norak, dan nggak bergaya. Nggak punya kaca, ya lo?!" Reno. "Kalau nggak mau, nolak aja kali, Kak. Nggak usah pakai ngata-ngatain," Eca. "Gue ngata-ngata...