Dua kata buat readersku ; AWAS TYPO.
.
."Ca, kondisi Sera kayak gimana?" tanya Eliz menghampiri Eca. Ia benar-benar syok dengan kabar mengejutkan itu.
Terlihat Farel dan Ken menyusul di belakang Eliz.
"Ca, baik-baik aja?" tanya Farel segera menghampiri Eca. Ia mengusap bulir air mata di pipi wajah Eca yang terlihat pucat.
"Eca nggak baik-baik aja," lirih Eca sambil menyandarkan tubuhnya ke tembok.
Farel mengambil tempat di sisi Eca, ia menenangkan Eca. Mengelus pungging Eca dengan lembut, lalu membiarkan Eca bersandar di bahunya.
"Sera pasti sembuh, Ca." Ken mensupport Eca, terlihat sekali bahwa wanita satu anak itu Eca semangat dan dukungan.
Eca bangkit dari posisinya, ketika Wendy keluar dari ruang operasi. Memberitahukan bahwa Sera sudah melewati masa kritisnya, dan kini putri kecilnya itu akan dipindahkan ke ruang PICU, ruang perawatan intensif khusus anak.
"Sera baik-baik aja kan, Wen?"
"Sera sudah melewati masa kritisnya, Ca. Jadi, untuk saat ini kondisi Sera baik-baik aja, tapi Sera masih belum sadar."
***
"Sera harus bangun, Nak. Kita janji kan mau jalan-jalan hari minggu."
Hari sudah gelap. Eca masih bertahan di rumah sakit menemani sang putri. Sudah tiga malam ini berjaga, tidur tidak teratur, tidak bernafsu makan, Eca bahkan sengaja mengambil cuti beberala hari untuk sang buah hati tercinta.
Eca mengelus-elus punggung tangan Sera, mengecupnya lekat dan lama. Wajah imut menggemaskan Sera masih enggan membuka mata pada Eca.
Tidak ingin berpikiran buruk. Eca berusaha mensugesti dirinya, bahwa Sera hanya sedang tertidur.
Eca yakin! Bahwa Sera sedang bermimpi sangat indah. Sang putri akan kembali lagi pada Eca, ketika mimpi indah itu berakhir.
"Ca," panggil seseorang masuk ke dalam ruangan tempat Sera dirawat.
Iya, pria itu adalah Reno.
Semenjak Sera dirawat. Eca dan Reno bertemu tiap malam. Pria itu sangat mencemaskan Eca, ia bahkan selalu rajin membawakan berbagai jenis makan malam yang berbeda-beda tiap malamnya untuk Eca.
Reno takut mencemaskan kondisi Eca yang terlihat lemah, dan kelihatan seperti mayat hidup.
"Makan... Ca!" kata Reno sambil menyodorkan sebungkus sate kepada Eca.
Wanita cantik itu menggeleng.
"Lo jangan sampai jatuh sakit, Ca. Kalau lo sakit, siapa yang ngerawat Eca ...."
"Aku nggak lapar, Ren."
Reno mengukir senyum kecil di sudut bibirnya. Dengan cepat segera menggulung lengan kemeja kerjanya.
Tangan Reno mengambil sebuah sendok, meletakan lontong dan sate yang telah ia pisahkan dari tusukannya itu ke dalam cekungan sendok.
Bagai pesawat terbang tanpa awak, sendok yang dipegang Reno berputar-putar di hadapan Eca.
"Buka mulut, Ca. Makan dulu," ucap Reno menyodorkan sendok itu ke arah mulut Eca yang tertutup rapat.
Eca melirik singkat ke arah Reno. Membuka mulutnya kecil, membiarkan suapan Reno memasuki mulutnya.
Eca benar-benar heran! Bisa-bisanya Reno malah memperlakukannya seperti seorang bayi padahal Eca sudah dewasa dan bahkan telah melahirkan bayi.
Tidak putus asa, Reno kembali menyuapi Eca yang langsung disambut baik oleh Eca, yang sebenarnya merasa sangat lapar sejak tadi siang.
Eca pun tanpa rasa gengsi merampas piring dan sendok yang dipegang Reno. Biar, Eca saja yang menyuapi dirinya sendiri.
"Gimana, Ca? Lo suka, nggak?" tanya Reno menatap Eca sambil merapikan helai demi helai rambut Eca yang terlihat berantakan.
"Suka," jawab Eca cepat. Tanpa berpikir panjang.
"Gue juga suka, Ca. Punya moment bareng sama lo kayak gini. Semakin lengkap rasanya, kalau Sera bisa aku suapin juga." Reno mengelus pipi lembut wanita berhidung mancung itu. "Gue berasa kayak mimpi, bisa bareng sama keluarga gue! Sama, lo dan Sera, Ca ...."
"Aku hanya mengijinkan kamu melihat Sera, karena kamu sudah donorin darah buat Sera. Setelah Sera siuman, tolong jauhin dia! Dia nggak butuh sosok Ayah. Eca harap Reno tahu diri."
Reno menatap Eca paham, lalu mengangguk singkat.
Tangan pria itu bergerak menuju bibir Eca. Mengusap sisa-sisa kuah kacang yang belepotan di sana.
Tenyata kebiasaan buruk Eca ketika makan, tidak berubah selama sembilan tahun.
"Kebiasaan," komen Reno sambil membersihkan bibir Eca hingga bersih dengan jari-jarinya.
"Eca aja!"
Reno menahan tangan Eca ketika, gadis itu ingin menepisnya.
"Kotor, Ca... gue aja," kata Reno memandangi bibir yang benar-benar menggoda iman itu.
Eca memutar bola matanya cepat, ketika ia sadar bahwa Reno memperhatikannya dengan cara yang aneh dan cukup intim.
"Boleh gue cium lo, Ca?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SLEEPING WITH SENIOR (COMPLETE)
RomansaBijak-bijak dalam memilih bahan bacaan! 🐒 "Kak, boleh minta nomor hapenya?" Eca. "Lo itu jelek, norak, dan nggak bergaya. Nggak punya kaca, ya lo?!" Reno. "Kalau nggak mau, nolak aja kali, Kak. Nggak usah pakai ngata-ngatain," Eca. "Gue ngata-ngata...