Back to story. Jadi, seminggu yang lalu aku ngetik 2 part buat update. Tapi, entah kenapa ceritanya hilang. Disitu aku langsung un mood kesal.
Dan aku pikir? Ngetik ulang aja lagi, gak papa.
So, this aku update buat kalian.
***
Reno keluar dari ruang rapat dengan perasaan lega. Ia mengaktifkan kembali ponselnya yang sengaja dimatikan.
Ada beberapa panggilan tidak terjawab dari Eca. Membuat pria itu seketika tersenyum.
Tumben.
Ketika ingin menelepon balik Eca, panggilan dari Timothy membuat mau tidak mau mengangkat panggilan tersebut.
Menekan tombol hijau di layar dan mengerahkan ponsel ke telinga.
"Kenapa, Tim?" tanya Reno singkat.
"Gue ketemu bocah yang ngaku-ngaku anak lo, Ren." Timothy bersuara dari seberang telepon.
Reno tertawa kecil. "Haha, masa iya? Ngarang lo ya!!" katanya tidak percaya.
"Seriusan gue, Ren. Dia bilang namanya Sera. Persis kan sama nama anak lo, mana mukanya mirip banget sama muka lo---" kata Timothy panjang lebar.
Sementara Reno menurunkan ponsel dari telinganya. Matanya memandang lurus pada seorang wanita yang sedang berlari ke arahnya.
"Reno!" teriak Timothy ketika Reno tidak meresponnya.
"Reno!!" Tidak ada sahutan, Timothy memilih untuk memutuskan sambungan.
Reno menatap penuh tanda tanya pada penampilan sang mantan istri yang terlihat lusuh dan berantakan.
Eca dalam kondisi tidak baik-baik saja. Wanita cantik itu tidak berhenti mengeluarkan air mata dari matanya yang telah membengkak.
"Reno tolong Eca ...," pinta Eca tanpa malu bersujud di kaki Reno.
Merasa semakin bingung, Reno berjongkok lalu membantu Eca berdiri.
"Ca lo kenapa, lo baik-baik aja?"
Eca menahan isak tangisnya, sulit untuknya berkata-kata. "Eca nggak baik-baik aja, Reno." Suara Eca tertahan dengan tubuh bergetar hebat.
"Bilang Ca, kenapa?!"
"Sera kecelakaan, dan kondisinya kritis."
Jantung Reno seakan berhenti, berhasil dihujani ribuan jarum. Ia merasakan sesak dan seketika merasa sulit bernapas.
"Sera? Putri kita?" tanya Reno dengan tidak percaya.
Tidak boleh! Tidak boleh terjadi! Ia belum memberikan kebahagiaan bagi Sera.... Reno tidak siap jika harus melihat putri semata wayangnya menderita.
"Sera butuh donor darah dari Reno. Tolonginnnn aku, Ren." Eca menatap Reno dengan sungguh-sungguh.
Tanpa menolak, Reno mengangguk. Bahkan jika Eca minta nyawanya pun, Reno akan dengan siap memberikannya.
"Iya Ca, kita ke rumah sakit sekarang!"
***
Reno mengusap sudut matanya, beberapa bulir air mata berhasil lolos. Setelah sekian lama, Reno menangis lagi.
"Ca, semuanya pasti baik-baik aja. Sera pasti bisa sehat dan pulih." Meskipun berat, Reno menyemangati Eca.
Meskipun Reno juga tidak baik-baik saja. Tapi, Eca jauh lebih terpukul dan terluka sebagai seorang Ibu bagi Sera.
"Dokter Eca," panggil seseorang perawat menghampiri Eca yang sedang duduk sambil menunduk dan terus menangis.
Reno menghampiri perawat itu, menghentikannya agar tidak menganggu Eca atau berbicara dengan mantan istrinya itu.
Kondisi Eca tidak stabil, ia bisa tahu bahwa Eca sedang tidak ingin diganggu.
"Kenapa?" Reno bertanya pada perawat bernama Jihan itu.
"Ini Mas, ponsel dokter Eca ditemui pasien di koridor atas." Jihan menyerahankan sebuah ponsel yang telah retak pada Reno.
"Iya, makasih." Reno menjawab. Tersenyum kecil, katika perawat itu pergi dengan penuh tanda tanya.
Reno duduk di samping Eca. Merangkul pundak Eca dengan hati-hati, sambil mengelus punggung Eca.
Kepala Eca pun bergerak dengan perlahan, menyandar di bahu Reno. Masih terisak dalam tangisannya.
Jari-jemari Reno bergerak menyibak rambut Eca yang menghalangi wajah wanita cantik itu. Jantung Reno berdebar dengan perasaan sakit yang menghantamnya.
"Ca, ini hape lo."
Menatap kosong ke arah lantai, tangan Eca meraih ponsel yang diserahkan Reno padanya.
Eca pun segera menekan tombol power lalu menunjukan ponselnya pada Reno.
"Ini Sera, anak kita." Eca bersuara menyodorkan ponselnya.
Terlihat wallpaper selfi cantik ibu dan anak itu yang tersenyum begitu indah.
Reno menggeleng, meletakan ponsel Eca secelat kilat.
"Dia Sera?" tanya Reno masih tidak percaya. Lebih tepatnya menolak untuk percaya.
Sementara Eca mengangguk sekali, membenarkan.
Reno memegangi hatinya, mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa, sebagai seorang ayah ia gagal mengenali putri kandungnya sendiri.
Padahal Sera sendiri, begitu dekat dengannya.
Sekuat tenaga Reno menahan tangisnya. Dengan wajah murung pria itu bangkit.
"Sera harus sembuh!" Reno berucap yakin. Menguatkan dirinya bahwa putri semata wayangnya itu, akan baik-baik saja.
"Pak Reno, kita bersiap ya.... " dokter Wendy datang, menghampiri dua pasangan cerai itu.
"Iya dok, ambil semua darah saya. Untuk menyelamatkan Sera," kata Reno tidak bercanda dengan ucapannya. Ia serius, apapun akan ia lakukan untuk Sera.
Mengikuti jejak dokter Wendy. Reno menatap ke arah Eca yang sedang menunggu sendirian.
"Sera, Daddy minta maaf karena sudah membuat Bunda menangis," ucap Reno dalam hati.
***
Gak mau tahu, pokoknya komen! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
SLEEPING WITH SENIOR (COMPLETE)
Storie d'amoreBijak-bijak dalam memilih bahan bacaan! 🐒 "Kak, boleh minta nomor hapenya?" Eca. "Lo itu jelek, norak, dan nggak bergaya. Nggak punya kaca, ya lo?!" Reno. "Kalau nggak mau, nolak aja kali, Kak. Nggak usah pakai ngata-ngatain," Eca. "Gue ngata-ngata...