50. Benteng Pertahanan

1.9K 96 2
                                    

"Sera Bunda buru-buru ya, ada operasi pagi ini." Eca mengecup pipi Sera, lalu melambaikan tangan dan berlari secepat kilat meninggalkan rumah mereka.

Bahkan di hari minggu yang begitu cerah. Eca tetap tidak punya waktu libur.

Belajar memahami, Sera hanya mengangguk lalu menyuap serealnya dengan lahap.

"Minggu depan... Bunda janji kita jalan-jalan sampai puas." Eca kembali berlari masuk ke dalam rumah, memeluk putri berharganya dengan sangat erat. "Sera mah ke pantai, nggak?"

Sera mengangguk singkat. "Katanya ada operasi," kata Sera dengan tenang.

Eca melepaskan pelukannya dengan berat hati. "Kita harus bersabar sampai minggu depan tuan putri, untuk liburan manis kita di Pantai."

Sera memandang ke arah sang Bunda. "Bunda janji kan?"

"Tentu, Nak. Bunda janji."

***

Tenaga Eca terkuras habis, ia berada selama tiga jam di dalam ruang operasi. Namun rasa lelah itu terbayar dengan keberhasilan operasi yang membuat Eca bangga akan dirinya sendiri.

Eca merindukan kedua orang tuanya. Sudah beberapa tahun, hubungan orangtua dan anak itu benar-benar tidak berjalan baik.

Tahun lalu menjadi yang terakhir kalinya Eca mengunjungi mereka.

"Haruskah minggu depan, Eca jalan-jalan sama Sera kerumah orangtua Eca?" Wanita berlipstik merah itu bertanya pada keheningan ruangannya.

Ponsel Eca berdering. Nomor tidak dikenal membuat Eca ragu untuk menjawabnya.

Bisa jadi penipuan. Tapi, sebagai orang yang logis Eca tidak akan mungkin tertipu.

Mungkin saja panggilan penting atau darurat, mengingat Eca adalah dokter. Namun, bisa jadi orang-orang disekitar Eca yang menghubungi, mulai dari orangtua teman putrinya, atau bahkan guru SD Sera.

Ponsel Eca berdering kembali setelah panggilan yang pertama tidak terjawab.

"Halo," sapa Eca terlebih dahulu.

"Ini siapa?" tanya Eca kembali. "Halo, kamu bisa dengar saya?"

"Halo Ibu dokter-" Eca membulatkan matanya. Suara yang berusaha ia lupakan dari benaknya terdengar. Sialnya, Eca masih mengenali suara mantan suaminya.

"Reno dapat nomor Eca darimana?"

"Dari Ken," jawab Reno jujur.

"Udah ya, nggak penting banget!" ketus Eca.

"Penting, Ca. Jangan di tutup dulu." Reno menyahut cepat, sebelum terlambat.

"Apa?"

"Tadi gue ke ruangan lo, tapi kata suster yang ada di depan lo ada operasi. Sudah kelar operasinya?"

"Kalau operasi belum kelar, menurut Reno... Eca boleh angkat telepon."

"Siapa tahu, kan gue bukan dokter?"

"Katanya penting, ada apa?"

"Lo pasti belum makan siang kan? Lo jangan sampai melewatkan waktu makan, itu penting banget loh, Ca."

"Aku tahu, Eca ini dokter!"

Reno tertawa dari seberang telepon. "Gemes banget sih, nggak mau tahu... gue udah di depan ruangan lo nih, bawain makan siang."

Eca mematikan telepon, ia berlari ke arah pintu. Menghadang Reno agar tidak memasuki ruangannya seenak jidat.

"Eh, nungguin ternyata." Reno tersenyum ketika Eca berdiri di luar, berjaga di depan pintu.

"Pede banget, pulang sana."

"Terus ini gue kemanain?" Reno mengangkat bungkusan di kedua tangannya.

"Bukan urusan Eca."

"Ayolah, Ca. Cuman makan siang bareng aja."

"Eca ogah makan bareng sama Reno!"

"Jangan bilang lo gagal move on sama gue, makanya lo nggak bisa dekat-dekat gue. Pasti lo salting ya ...." Reno menggoda Eca, berharap triknya kali ini bisa membuat wanita berhati es itu bisa melelah.

"Bukannya kamu ya, yang gagal move on sama Eca."

"Iya gue yang gagal move on. Makanya, yuk kita makan siang--"

SLEEPING WITH SENIOR (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang