"Assalamualaikum! Bunda! Anak pungut Bunda yang paling cantik pulang"
"Hus mulutnya"
Hana meringis sambil menggaruk tengkuknya, duduk di meja makan saat diciumnya aroma makanan yang seperti biasa sangat menggoda.
"Kebiasaan ya, kamu. Pulang sekolah main sampe malem"
Hana melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 18.15. Kalo bukan karna mobil Vio bannya kempes, Hana pasti udah sampai rumah dari tadi.
"Biasalah bun, anak muda. Kalo nggak nongki Hana nanti jadi kudet"
"Selagi kudet nggak merugikan nggak papa"
Hana menelan nasi di mulutnya susah payah. Seret, "Merugikan bunda. Jadi sekarang Hana lagi cari bisnis apa yang cocok buat Hana kalo Hana lulus nanti"
"Emang kamu nggak kuliah?"
Hana tampak berpikir, "Entah, Hana pengen nikah aja sama orang kaya biar nggak pusing"
"Hus, mulutnya-"
Tok tok tok.
Saling pandang sejenak. Irin, bunda Hana bangkit dari duduknya kearah pintu. Hana hanya mengedikkan bahunya acuh, melanjutkan makannya sebelum tiba tiba kedatangan dua curut itu membuatnya tersedak.
"Ngapain lo berdua?" Sinis Hana, sumpah Hana capek seharian liat mukanya Darel. Afin juga makin lama makin ngeselin. Pengen Hana aduin ke bundanya biar di ulek dijadiin sambel.
"Ini nih, gara gara Apin lupa isi bensin kita dorong motor jauh banget"
Afin melirik Darel sekilas, kemudian melanjutkan kegiatannya mengambil nasi dan lauk pauk. Nggak tahu diri.
"Nih tante bawain es teh buat kalian biar hausnya hilang"
Senyum Darel merekah, menerima es teh dari Irin dan meneguknya. Rezeki anak sholeh. Irin baik banget, andai anaknya bukan Hana Darel mau dijadiin mantu.
"Makasih tante cantik, tante baik banget"
"Nurun ke anaknya" Sahut Hana cepat, membuat Afin menatapnya dengan sebelah alis terangkat, "Muka lo ngeselin, Fin" Lanjut Hana. Dibalas Afin yang hanya mengedikkan bahunya acuh. Yang penting kenyang.
"Kalian sekelas ya, sama Hana?"
Darel mengangguk, "Dari kelas 7 saya sekelas sama Hana tante, bosen sebenernya tapi berhubung tante baik, saya bakal baik juga sama anak tante yang ngeselin ini"
"Lo nggak ngaca, Rel? Kasian banget Afin nahan emosi dengerin omongan lo"
"Hana, nggak boleh gitu" Irin memperingati, "Nak Afin juga? Kok diem terus"
"Afin itu kalo nggak dipancing ya nggak ngomong bun, emang dasarnya titisan ikan. Mancing mania"
"Mantap" Darel menyahut ucapan Hana. Mereka kalo lagi akur cocok banget jadi tukang bully.
Afin menatap Hana datar. Ralat, tatapan Afin emang datar sejak jadi embrio.
"Kenapa Fin? Jangan bilang kalo lo beneran keturunan ikan. Mamah lo duyung ya?"
"Hana" Irin menepuk jidatnya, padahal pas hamil Hana dirinya nggak ngidam aneh aneh. Kok jadinya begini.
"Saya sekelas dari kelas sepuluh tan"
Irin mengangguk, "Kalian sering sering aja main, tante lihat kalian anak baik"
"Wih, tante bener banget kalo ngomong" Seru Darel senang. Akhirnya ada yang mematahkan anggapan bu Kena tentang mereka berdua yang katanya nakal.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY ICE BOY
Teen Fiction"Kehidupan setahun terakhir SMA gue terkontaminasi dengan obsesi gue sama seorang cowok dingin bernama Raffa Algaro Putra" _Hana Meirania _______________________________________ Ini bukan cuma tentang obsesi Hana. Ini juga tentang kenyataan kenyataa...