29. Masalah

23 1 0
                                    

Raffa menatap nyalang seseorang yang berdiri beberapa meter didepannya. Dalam tatapan tajamnya, ada sedikit raut lelah yang tidak bisa ia sembunyikan. Muak karna laki laki dihadapannya hanya memberinya waktu setahun untuk hidup tenang.

"Long time no see, Raffa Algaro. Gimana keadaan cewek gue? Udah gila?"

"Diem lo, anjing! Zia bukan cewek lo!" Umpat Raffa kasar. Memorinya kembali mengingat bagaimana dulu laki laki dihadapannya ini membuat Zia menjadi seperti sekarang.

"Kenapa? Lo takut kalo ternyata si cantik belom bisa move on dari gue?"

Bugh!

"Devan anjing! Harusnya lo mati aja di penjara!" Kini giliran Zion yang maju, menonjok keras keras tulang pipi laki laki bernama Devan itu hingga empunya terjatuh.

"Ugh, abangnya itu sebenernya lo apa Zion sih, Raf?" Tanya Devan menantang, memancing Raffa. Sementara Leon dan anak buah Devan lainnya tampak tertawa puas.

Sebenarnya Zion dan teman temannya tidak pernah ingin membentuk geng motor, namun karna geng Frigus yang dipimpin Devan itu selalu mengganggu anak anak SMA Angkasa akhirnya Zion memutuskan membentuk geng Fortis yang artinya berani.

Zion lagi lagi maju, namun ditahan oleh Azka. Mereka hanya berempat, tidak mungkin Azka membiarkan masalah bertambah besar dan melawan Devan yang membawa banyak anak buah. Meskipun menjengkelkan, Azka selalu menjadi yang paling berpikir disaat saat seperti ini.

"Mau lo apa sih?" Desis Raffa, matanya menatap nyalang Devan yang tersenyum tanpa dosa.

"Bales dendam. Karna lo udah bikin gue masuk penjara karna laporan bodoh dan saksi bayaran lo itu" Kini giliran Devan yang menatap tajam Raffa.

"Lo yang bikin ulah anjing!" Raffa berlari maju, menerjang tubuh Devan dan memukulinya tanpa ampun.

Sementara Devan, laki laki itu malah mengangkat tangannya saat anak anak buahnya hendak menolong. Membiarkan Raffa menyerangnya dengan membabi buta. Devan sinting!

"Raf, udah!" Azka menarik tubuh Raffa bangkit, namun tidak dihiraukan.

"Terusin, Raf. Gue nggak bakal bales dengan sakitin fisik lo, tapi mental lo" Devan mendesis di sela sela rasa sakitnya, "Denger denger lo punya cewek baru? Kayaknya enak diajak main"

"BANGSAT!"

"Raf!" Azrial ikut menarik Raffa, tidak mau membiarkan Raffa membunuh laki laki sialan itu.

"Jangan berani sentuh cewek gue!"

"Raf, Zia masuk rumah sakit"

Raffa beralih menatap Zion, menanyakan melalui tatapannya bahwa apa yang didengarnya tidak salah.

"Traumanya kambuh"

"Aaarghhh!" Raffa mengacak rambutnya, berlari menuju motornya dan pergi dari sana setelah Zion mengatakan kalau Zia ada di rumah sakit.

Laki laki itu mengendarai motonya kebut kebutan, tidak menghiraukan klakson klakson yang ditujukan untuknya karna beberapa kali memotong jalan.

"Jangan lagi, Zia. Bertahan demi abang"

***

Hana menguap untuk yang kesekian kalinya. Gadis itu hampir tertidur menunggu Darel operasi. Ya, sahabatnya itu harus mendapatkan beberapa operasi kecil akibat kecelakaan yang dialaminya.

Terlihat Naya dan Zania yang baru saja dari kantin rumah sakit. Ibu Naya yang notabenenya tante Darel tadi juga kemari, hanya saja sekarang wanita paruh baya itu sudah pulang untuk mengambil beberapa pakaian milik Darel.

"Kopi, Han"

Hana mendongak, menerima gelas cup berisi kopi dari Naya sambil mengucapkan terima kasih. Hana hampir saja lupa dengan teman temannya karna terlalu sering bersama Raffa. Juga dengan masalahnya dengan mereka semua yang sekarang tidak Hana pikirkan lagi. Menurutnya jika dirinya terus terusan marah, itu hanya akan membuat Hana terlihat seperti anak kecil. Dan Hana tidak mau.

"Lo nggak pulang, Han? Lo kan disini dari siang" Ujar Naya, tidak tega melihat wajah mengantuk Hana.

Hana menggeleng, "Udah bilang bunda kok" Jawabnya seadanya. Kemudian memilih untuk menyodorkan kopi di tangannya kepada Afin, membuat laki laki itu sedikit tersentak kaget. Kemudian menerimanya.

Hana beranjak dalam diam, berjalan menuju kamar mandi sekedar untuk membasuh wajahnya. Namun baru saja berbelok, matanya menangkap sosok yang sangat ia kenali sedang duduk sambil menenggelamkan wajahnya di lutut.

"Raffa"

Yang dipanggil menoleh, menatap Hana sekilas. Kemudian bangkit, berjalan menjauh.

"Raf" Hana mengejar, menghadang Raffa dengan beraninya, "Siapa yang sakit?" Tanya Hana, panik sekalipun heran.

"Peduli apa?"

Hana terenyak sesaat, menatap bingung Raffa yang tampak kacau.

"Kamu ngomong apa sih, Raf?"

"Kemana aja lo, Han? Lo tinggalin Zia yang lagi sakit. Apa lo nggak mikir kalo Zia kenapa napa gimana?"

Hana tersentak, kenapa Raffa jadi sekasar ini?

"Maaf, Raf. Aku buru buru. Tadi aku udah telfon kamu tapi kamu nggak angkat jadi aku kabarin Aldi" Ujar Hana menjelaskan, berusaha memaklumi sikap Raffa yang mungkin terlalu cemas dengan Zia, "Dan tadi kayaknya Zia baik baik aja jadi-"

"Baik baik aja?" Raffa terkekeh pelan, "Lo nggak tau apa apa!" Sentak Raffa tanpa sadar, "Kalo lo nggak suka Zia lo bilang!"

Hana memejamkan matanya, "Raf aku pergi karna Darel kecelakaan" Ujar Hana dengan suara bergetar, gadis itu tidak bisa lagi menyembunyikan air matanya. Memikirkan Darel yang sedang berjuang, dan sekarang Raffa malah membentaknya habis habisan.

"Lo tinggalin adek gue yang hampir kehabisan napas demi cowok lain?"

"Darel sahabat aku, Raf!"

"Dan Zia?"

Hana terdiam, mundur beberapa langkah saat tiba tiba sebuah tangan mencekal pergelangannya.

"Nggak ada gunanya ngomong sama batu"

Hana tetap terdiam, berjalan terseok saat Afin menariknya menjauh. Sesaat tidak memperdulikan Raffa yang memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

Hana terlalu terluka, ucapan Raffa terlalu melukainya.

MY ICE BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang