16. Jauh

24 2 0
                                    

"Woy lah botak, itu batagor gue lo abisin elah" Entah sudah ke berapa kalinya Azka marah marah karna batagor yang sudah ia pesan kedua kalinya dihabiskan oleh Tio, si botak.

"Aelah, Ka. Masalah batagor juga lo gitu amat"

"Gitu amat pala lu! Gue laper anying" Azka mendecak kesal, kembali beranjak untuk memesan makanan. Membuat teman temannya tertawa.

"Yon"

Zion menoleh, mengernyitkan dahinya menatap Azrial yang cengengesan di tempatnya, "Ambil aja ntar gue bayar" Ujarnya santai. Toh ia juga tidak akan miskin mendadak jika setiap hari membayari Azrial makan di kantin.

"Besok gue ganti kalo dompet gue nggak ketinggalan ya, Yon" Azrial berujar sambil berlalu, membuat Zion menggeleng maklum. Lagipula siapa yang percaya jika dompet Azrial tidak akan ketinggalan? Sepertinya orang tua Azrial yang kaya raya sangat bangga pada anaknya yang sangat irit itu.

Raffa yang sedari tadi mengamati pembicaraan kedua temannya itu memalingkan wajahnya saat Zion menatapnya heran, "Gue mau cabut"

Zion menaikkan sebelah alisnya, "Kemana?"

Raffa mengedikkan bahunya acuh, tidak berniat menjawab. Ia sendiri juga tidak tau mau kemana, hanya saja sejak kemarin ia merasa ada sesuatu yang kurang. Dan Raffa tidak menyukainya.

Langkah kakinya memelan, menatap seorang gadis dengan kuncir kuda tengah berdiri di depan mading sendirian sambil berjinjit.

Raffa menipiskan bibirnya, berjalan mendekat, "Gue saranin lo ikut futsal"

Gadis itu tampak berjengit kaget, "Hah?" Tanyanya sambil berkedip beberapa kali.

"Buat pengambilan nilai terakhir jangan maksain diri buat hal hal yang lo nggak mampu"

Gadis dihadapannya memalingkan wajahnya, kemudian berlalu. Membuat Raffa menaikkan sebelah alisnya heran. Dugaannya benar.

"Woy!"

Raffa mendecak kaget, menatap tajam Azka yang tampak merasa tidak bersalah.

"Katanya cabut, masih di sini aja" Ujar Zion pelan.

Azrial mengangguk, "Baru menyadari sesuatu, tuan Raffa?"

"Sesuatu apaan tuh" Azka ikut menggoda.

Azrial berpura pura berpikir, menopang dagunya dengan jari jari tangannya, "Sesuatu yang dua tahun nggak disadari"

"Hiyaaaaa" Azka bersorak heboh, mengundang perhatian sejumlah siswa disana.

"Gini nih, Raf. Pesona lo tuh nggak selamanya memikat".

"Ada kalanya kalah sama pesona Abang Azka" Azka menyahut, membuat Zion memukul kepalanya kesal.

"Kayaknya lo harus siap siap jomblo sampe tua deh, Raf" Zion menepuk pundak Raffa beberapa kali, membuat Azka dan Azrial ikut merinding.

Jangan jangan Zion meramal.

***

"Selamat siang semuanya!" Azka berdiri didepan papan tulis, menggulung bukunya untuk dijadikan microphone.

"Jadi disini saya dan Azrial mau ngamen, sekaligus menghibur kalian semua yang lagi ngantuk dan suntuk karna tugas dari bapak Yanto" Ujar Azka dengan ekspresi berpura pura iba, membuat teman teman sekelasnya makin menguap. Mengantuk dan pusing, "Musiikkkk"

"Dung tak tak dung tak tak tak tak dung, tung tak tung, tung tak tung..."

"Berisik!"

"Diem ah elah"

"Woy apa sih lu berdua"

Azka dan Azrial tampak acuh, tetap menyanyi didepan kelas. Sekarang mulai menghampiri teman temannya satu persatu, menyodorkan topi mereka untuk meminta sepeser uang.

"Nggak ada duit!" Seorang gadis berkamata menyentak malas.

Azka mendecak, "Ya udah lah, pensil kek apa kek" Ujarnya memaksa, sementara Azrial tetap bernyanyi dibelakangnya.

"Lo berdua tuh kaya ya, nyet! Jangan ngemis" Zion menarik Azrial untuk duduk, diikuti Azka yang menggerutu malas.

"Ya kenapa sih, Yon. Giliran Azrial aja tiap hari lu traktir mulu. Lah gue? Bayar sendiri, si botak yang ngabisin" Ujar Azka kesal.

"Berisik lo" Zion mendecak malas, melirik Raffa melalui ekor matanya, diikuti Azka dan Azrial.

"Kenapa? Kulkas boy lagi galau?"

Raffa menoleh, kemudian memalingkan wajahnya acuh. Memainkan ponselnya dengan pikiran berkecamuk. Kenapa tidak ada lagi pesan dari gadis itu? Dan kenapa Raffa mempermasalahkannya?

"Lo chatingan sama tuh bocah, cil?"

Azril menaikkan sebelah alisnya, "Siapa?" Tanyanya polos, mengabaikan panggilan 'cil' yang selalu diberikan padanya. Azrial capek protes.

"Siapa lagi" Raffa menjawab singkat.

"Lah, siapa? Gue nggak paham"

Raffa mendengus malas, lupa kalau Azrial sepolos itu.

"Hana" Zion menyahut.

"Oh, Hana" Azrial mengangguk beberapa kali, "Iya, semalem dia chat ngirimin foto pou nya" Ujarnya kemudian, membuat Raffa lagi lagi mendengus, sudah dia duga.

"Mungkin nanti malem telfon"

"Uhukk uhukkk" Azka tersedak tiba tiba, kemudian tertawa terbahak bahak, "Sialan, Azrial kayaknya mau nikung lo, Raf"

Raffa mendelik, "Ngaco"

Azka mengedikkan bahunya, "Oke, kalo lo bener bener nggak peduli nanti gue juga minta deh id nya Hana. Biar bisa pedekate" Ujarnya menggoda, "Emang lo pikir gue nggak sadar kalo Hana udah nggak ngajak lo ngomong tiga hari ini? Bhaks! Seneng banget gue" Lanjut Azka heboh, membuat Raffa meliriknya malas.

"Gue nggak peduli"

Zion mendengus, pusing mendengarkan ocehan teman temannya, "Emang terakhir kali lo ngomong apa?"

Raffa terdiam beberapa saat, "Cuma bilang kalo makanan yang dia kasih Zia yang makan"

"HAH?" Seorang gadis cantik tiba tiba menyahut, beralih duduk disebelah Zion, "Itu namanya dia cemburu" Ujar gadis itu. Namanya Laura, sahabat Zion sejak kecil.

"Gue tau"

Zion menaikkan sebelah alisnya, "Tau apa?"

"Tau kalo dia cemburu"

Laura menipiskan bibirnya, menatap Zion iba, "Lo kuat sahabatan sama yang model ginian?" Tanyanya heran, dibalas kekehan ringan oleh Zion.

"Terus gue harus apa?"

"TADI KATANYA NGGAK PEDULIIIIII"

MY ICE BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang