11. Hilang

24 2 0
                                    

Sudah satu minggu. Sejak kejadian itu Hana tidak lagi melihat Raffa. Zion, Azrial dan Azka manjauhinya, mungkin tidak mau berurusan dengan Afin. Hana juga tidak menyalahkan Afin dan Darel, dua manusia yang tiba tiba memaksa menjadi sahabatnya itu, Hana tau mereka takut Raffa menyakiti Hana. Ya, image Raffa disekolahnya memang kurang bagus. Sering bolos dan tawuran.

"Woy!"

Hana tersentak, tersadar dari lamunannya. Menatap horor Vio yang berdiri disampingnya.

"Ini dikumpulin dimana?" Vio menyodorkan fotocopy kartu keluarga didepan muka Hana.

"Ya ampun gue lupa!" Hana menepuk jidatnya, lupa kalau bu Kena menyuruhnya mengumpulkan fotocopy kartu keluarga dari teman teman sekelasnya.

"Heh! Semuanya! Cepet sini kumpulin yang gue bilang kemaren!" Hana berdiri didepan kelas, berkacak pinggang. Membuat teman temannya mendengus geli, Hana sama sekali nggak keliatan nyeremin.

Satu persatu teman temannya mulai maju dan menyodorkan kertas penting itu pada Hana.

"Nih"

"Punya gue atas sendiri"

"Nih, Han. Entar lulus sekolah nama kita yang disini nih"

Hana melotot, enak saja. Hana cuma mau bikin kartu keluarga sama Raffa!

"Nih"

Hana mencebik, mengejek kebiasaan Afin yang selalu menyelipkan data datanya ditengah tengah. Nggak mau diatas!

Hana menghitung kertas ditangannya. Kurang satu. Kepalanya menoleh kearah pintu, melihat Aldi berada diluar. Hana menahan napasnya, cemas untuk alasan yang tidak pasti. Gadis pendek itu berjalan keluar.

"Aldi"

"Ya?"

"Lo-" Ucapan Hana terhenti, terkejut melihat siswi yang berdiri disamping Aldi. Pacar Raffa! Ngapain deket deket Aldi? Hana harus aduin ke Raffa! Dasar cewek ganjen. Udah dapet Raffa masih aja mepet Aldi.

"Han?"

"Hah?" Hana tersentak, "Oh, itu. Lo belum kumpulin fotocopy kartu keluarga"

"Eh, iya. Bentar ya" Aldi berlalu, masuk kedalam kelas. Meninggalkan Hana bersama Zia.

"Raffa kemana?" Tanya Hana spontan. Sedetik kemudian ia merutuki dirinya sendiri.

"Ada keperluan apa ya kak?"

Sialan, "Nggak papa" Ujar Hana akhirnya, beranjak pergi setelah menerima kertas dari Aldi. Tidak berniat membalas senyum cowok itu. Hana kesal! Aldi itu buaya darat, padahal Hana udah relain dia buat Sheren.

Mata Hana berbinar melihat Azrial berada didepan ruang guru sendirian. Sendirian, Hana ulangi. Hingga tiba tiba ide cemerlang muncul di otaknya.

"Azrial"

Yang dipanggil menoleh, tersentak saat melihat Hana berlari kecil kearahnya. Siap siap berbalik dan kabur, tapi tangan Hana lebih dahulu menahan pergelangannya.

"Lo hindarin gue?"

Azrial menggeleng, "Enggak" Jawabnya cepat.

"Bohong, seminggu ini lo hindarin gue, kan?! Azka juga"

Azrial menunduk, memainkan jari jarinya. Membuat Hana sejenak terkejut, Azrial benar benar menggemaskan.

"Gue nggak mau main pou lagi sama lo" Hana mencebikkan bibirnya, hampir putus asa.

"Eh" Azrial tergagap, "Jangan gitu, dong" Ujarnya memohon. Cuma Hana yang nggak bully dia gara gara main pou. Azrial nggak mau main pou sendirian. Kasian Ronaldo nggak punya temen.

"Yaudah. Lo masih mau jauhin gue?"

Azrial menggeleng.

"Jadi, Azrial. Kenapa kalian jauhin gue?"

Azrial tampak berpikir, "Raffa suruh kita jauh jauh dari lo"

Hana tersentak, "Kenapa?" Tanyanya memelas, hampir menangis.

"Yahh, jangan nangis dong. Gue nggak tau cara hiburnya"

"Gue nggak nangis" Hana mengusap kasar air matanya, dia memang cengeng.

"Kata raffa, kalo kita deket deket lo. Nanti ada yang sakit hati"

Hana tampak berpikir, "Siapa?"

"Itu-"

"Hana, mana data yang ibu minta?!"

Hana tersentak, "Nanti kita bahas lagi" Ucapnya sebelum berlari masuk ke ruang guru.

Sementara Azrial mengusap dadanya lega. Meminta maaf dalam hatinya kepada Raffa, Azrial nggak niat ember. Sumpah!

***

"Halo, calon PHO!"

Hana mendesis kesal. Baru saja Hana pusing menyelesaikan tugas matematikanya, sekarang sudah ada lagi yang akan membuatnya semakin pusing.

"Bisa nggak, sih. Sehari aja nggak usah ke rumah gue!"

"Hana" Tegur Irin, membuat Hana mencebikkan bibirnya. Sebenarnya yang anaknya itu dia atau dua curut itu.

"Jadi kapan lo mau mundur?" Tanya Afin setelah Irin menghilang dibalik pintu kamarnya.

"Lo makin hari makin ngeselin, Fin" Hana mengupas kacang dan mulai memakannya.

"Kita itu, cuma nggak mau lo sakit hati" Ujar Darel.

Hana mengangguk, "Ya ya ya, lo udah bilang alesan itu sebanyak tiga puluh dua kali seminggu ini"

"Gue tebak kalo lo bakal nangisin kebodohan lo besok" Afin berujar santai.

"Gue tebak lusa" Darel menambahi.

"Daripada tebak tebakan, mending lo belajar ilangin sifat emosional lo deh, Fin" Hana menarik sebelah bibirnya, kesal jika mengingat Afin hampir memukul Zion waktu itu. Enak saja, Zion kan juga orang yang Hana andalkan buat deket sama Raffa.

"Lo yakin mau tetep kejar Raffa?"

Hana bergeming, menatap roomchatnya dengan Raffa.

Hanaaa
Raf
Maaf yang tadi, maafin
Afin, ya

Raf
Kok nggak sekolah?

Raf
Lo nggak hindarin gue,
kan?

Raf
Ayo jadian

Raf
Kenapa Zia deket sama
Aldi?

Tidak ada jawaban sama sekali. Tapi tidak apa, setidaknya dengan mengetahui kalau Raffa masih sering online sosial media Hana tau kalau Raffa masih hidup.

"Gue baru merjuangin Raffa sebulan, masa mau mundur"

"Emang lo tau dia dimana?"

***
Author sebenernya mau bikin cerita yang bahasanya santai dan nyenengin pembaca gitu, tapi gatau kenapa lebih mudah pake bahasa baku 😭
Jadi campur aduk tapi gapapa, hehe.

MY ICE BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang