"Sia sia, Vio. Dua bulan gue terbuang sia sia"
Vio mengangguk, tetap fokus dengan drama korea yang sedang ia tonton, "Gue juga, pelajarannya pak Yanto emang susah. Belajar dua bulan doang mana cukup"
Bukk!
"Aws!" Vio mengaduh, mengusap usap keningnya yang menjadi sasaran empuk dari bantal Hana, "Sakit, bego!" Sentaknya kesal, menoleh pada Hana yang menatapnya sengit dengan mata memerah, "Loh, Han! Lo kok nangis sih. Kan gue yang lo timpuk" Vio beralih menghampiri Hana.
"Capek gue, capek!" Hana mengusap air matanya kasar. Tadinya ia tidak ingin menangis, tapi sekarang.. Ah, sudahlah.
"Kenapa? Gara gara matematika ya?" Tanya Vio panik, ini kali pertama ia melihat Hana menangis sekeras ini. Vio tidak tau cara mengatasinya.
Hana menggeleng, "Raffa" Cicitnya pelan.
Vio menetralkan ekspresinya, "Kenapa? Lo di apain lagi sama tuh orang? Ngomong sini biar gue labrak!"
Hana menggeleng, tangisnya semakin pecah, membuat Vio kebingungan sambil memeluknya. Nggak peduli kalau Hana sesak napas, Vio cuma nggak mau nanti tante Irin dateng dan nanyain Vio kenapa Hana nangis.
"Cup cup, udah ya. Nanti bunda lo denger, loh"
Hana mengangguk, napasnya masih tersengal. Gadis itu mengusap pipinya yang basah, memeluk Violet sekali lagi.
Vio tersenyum, "Unch, cengeng banget ya sekarang. Udah ya, besok gue marahin Raffa"
Hana menggeleng, melepaskan pelukannya pelan, "Gue nggak mau berurusan sama Raffa lagi, Vio. Jangan bilang apa apa ya kalo ketemu Raffa" Pinta Hana.
Vio tampak berpikir, "Oke deh". Jawab Vio akhirnya. Lagian mana berani Vio memarahi Raffa. Dia takut di keroyok Zion sama Azrial, "Eh, bentar" Vio menoleh ke ponselnya, melihat ada panggilan masuk.
"Halo"
"..."
"Oh iya, udah kok"
"..."
"Malem ini banget?"
"..."
"Oke deh, nanti langsung gue buat"
Tutttt.
"Kenapa?"
Vio mengedikkan bahunya, "Biasalah, gue harus bikin video buat endorse. Gue keluar aja deh ya, bikin di ruang tamu" Ujar gadis berambut pendek itu, beranjak pergi sambil membawa barang barangnya.
Hana menghembuskan napasnya, menyenderkan tubuhnya di kasur kesayangannya. Padahal ia yang memaksa Vio untuk menginap malam ini, tapi sepertinya ia harus mengecewakan Vio yang sudah punya rencana untuk menyelesaikan drakor baru yang sudah dia download.
Hana lelah. Tubuh dan pikirannya. Tadi, setelah menangis ia merasa sedikit lega. Tapi sekarang sesaknya kembali lagi. Saat Hana sendirian. Kenapa? Padahal ini hanya seorang Raffa. Bukan orang yang Hana sukai bertahun tahun. Tapi pesona Raffa benar benar keterlaluan. Dan Hana sudah terlalu jatuh ke dalamnya.
***
"Ya ampun, tante. Ini bener bener enak banget. Tante kenapa nggak jadi chef aja sih"
Irin terkekeh ringan, "Kamu itu Vio, bisa aja" Irin menggelengkan kepalanya, "Hana, itu bunda udah siapin sarapan kamu"
Hana mengangguk, memeriksa jam di pergelangan tangannya. Ini masih terlalu pagi, Hana baru tau Vio serajin ini. Gadis itu membangunkan Hana saat subuh dan melarang keras gadis itu untuk kembali tidur.
"Oh iya nanti kalian berangkat naik apa?" Tanya Irin, mengingat semalam Vio datang diantar kakaknya.
"Naik bis yuk, Han. Seru kayaknya"
Hana mengangguk mengiyakan, kasian orang kaya jarang rasain naik bis.
"Spadaaa!"
Hana dan Vio kompak tersedak. Darel emang nggak ada akhlak! Nggak ada sopan santun.
"Tante tenang aja, hari ini Afin bawa mobil jadi Hana sama Vio bisa bareng"
Hana melirik curiga, merasa dia akan di ceramahi habis habisan oleh Afin. Nggak tau kenapa Afin sekarang bener bener over protektif sama Hana. Hana ngerasa punya abang.
"Tante udah feeling kalo kalian mau dateng, makannya tante masak banyak" Ujar Irin girang, Hana jadi curiga kalo bundanya di pelet sama Darel sama Afin sampe bisa sesayang itu.
"Ah tante mah gitu, baik banget. Tau aja kalo Afin lagi mogok makan dirumahnya" Ujar Darel, sementara yang dijadikan alasan hanya mengedikkan bahunya acuh. Yang penting kenyang.
"Tapi tante nggak bisa temenin kalian sarapan, harus kerja"
Vio mencebik, "Yah, padahal seneng banget sarapan bareng bareng" Vio cemberut ditempatnya, "Yaudah tante semangat kerjanya, ya. Makasih sarapannya, enak banget" Lanjutnya kemudian.
"Yaudah tante berangkat ya. Hana, pintunya jangan lupa dikunci, ya" Pamit Irin, dibalas anggukan oleh Hana.
"Titip Hana ya"
Hana mendecak, "Bundaa, Hana udah gede. Nggak perlu di titipin" Protesnya.
"Udah gede ya, tapi kok masih nangis"
"Bundaaaa"
Irin terkekeh, menyalami teman teman anaknya sebelum berlalu pergi. Meninggalkan keheningan di ruang makan itu.
"Lo masih beruntung nasi goreng lo nggak di buang"
Hana menjatuhkan sendoknya, menatap tajam Afin yang duduk santai didepannya, "Gue nggak mood bahas itu" Sentaknya Hana kesal.
"Kenapa?" Tanya Afin, "Bukannya lo udah tau kalo akhirnya kayak gini?" Lanjut Afin, setengah mengejek.
"Lo bisa diem nggak sih, Fin? Gue jadiin sambel juga lo. Perasaan abang gue nggak secerewet lo deh kalo gue kenapa napa" Vio mulai berkomentar.
"Afin itu cuma nggak mau temennya sakit hati lagi" Darel mengambil nasi lagi, tidak peduli jam berapa sekarang.
"Berisik lo semua" Ujar Hana malas, "Dan asal lo semua tau, ya. Kayaknya lebih mending kalo nasi goreng gue dibuang, deh"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY ICE BOY
Teen Fiction"Kehidupan setahun terakhir SMA gue terkontaminasi dengan obsesi gue sama seorang cowok dingin bernama Raffa Algaro Putra" _Hana Meirania _______________________________________ Ini bukan cuma tentang obsesi Hana. Ini juga tentang kenyataan kenyataa...