19. Pengakuan

22 3 0
                                    

Hana menundukkan pandangannya, menatap sepatu sekolah yang masih terpasang rapi di kakinya. Gadis itu masih duduk di halte depan sekolah. Karna ada kelas tambahan, Hana ketinggalan bis yang menuju arah rumahnya dan sekarang harus menunggu bis selanjutnya.

Tinn!

Hana berjengit kaget, matanya melebar menatap Raffa yang berhenti di depannya. Hari ini Hana bahkan lupa mengganggu cowok itu karna begitu kesal dengan Darel dan Afin.

"Bareng?"

Air muka gadis itu mencerah, "Serius?" Tanyanya hampir tidak percaya. Kemudian buru buru naik ke boncengan motor Raffa.

Di sepanjang jalan, Hana hampir tidak berhenti tersenyum. Ini kedua kalinya Hana dibonceng Raffa, dan rasanya tetap menyenangkan seperti pertama kali. Seperti banyak kupu kupu yang ada didalam perutnya, Hana senang. Hana bahkan bisa melupakan semua kekesalannya hanya dengan menatap punggung Raffa.

"Loh, kok kesini?" Tanya Hana heran, namun tetap turun dari motor besar itu.

"Kenapa? Nggak mau?"

Hana menoleh, "Mau, lah!" Jawabnya cepat, membuat Raffa terkekeh pelan.

"Yaudah ayo"

Hana mengikuti langkah besar Raffa, masuk kedalam tempat pembelian tiket masuk.

"Dua mbak"

Hana mendelik kesal, menatap petugas perempuan yang tampak senyum senyum menatap Raffa.

"Ini kak, tas adeknya mau di titipin sekalian?"

Hana melongo. Adik? Memangnya Hana sekecil itu? Ya Hana akui dia memang kecil, tapi nggak usah di panggil adik juga, dong!

"Iya, ini tas saya, tante" Hana menyodorkan tasnya dengan sinis, hampir saja membuat Raffa yang berdiri didepannya terbahak, "Dan saya itu bukan adeknya ya, tante. Saya pacarnya" Lanjutnya, kemudian berjalan masuk kebun binatang itu lebih dahulu.

Ya, kebun binatang. Hana tidak tau kenapa Raffa tidak memilih mall atau cafe, nanti Hana akan tanyakan.

"Biasa aja mukanya, mbak" Raffa tertawa ringan, membuat Hana terpaku sesaat. Ganteng banget woy!

"Abis mbaknya ngeselin banget" Hana menggerutu malas, kemudian gadis itu menatap heran Raffa. Teringat sesuatu, "Lo kok nggak bawa tas?" Tanyanya heran.

"Dibawa Zion" Jawab Raffa seadanya, "Lo nggak mau tanya kenapa gue ajak kesini?"

"Kenapa?"

Raffa menghentikan langkahnya diikuti Hana, "Noh, jenguk sodara lo"

Hana mengikuti pandangan Raffa, "Monyet maksud lo?" Tanya Hana kesal, "Sialan lo, Raf" Umpatnya sambil tertawa.

"Tuh liat coba, nggak bisa diem kayak lo" Raffa menunjuk monyet yang bergelantungan di pohon, "Nah yang dibawah itu temen lo satunya, yang selebgram itu. Lagi teriak nyuruh lo turun"

Hana terbahak, memukul ringan lengan Raffa, "Ish, ngeselinnnnnn" Hana ikut mengamati, "Trus lo yang mana?"

Raffa tampak berpikir, kemudian menunjuk monyet yang paling besar dan bersih, "Yang gede itu"

"Kenapa?" Tanya Hana sambil terkekeh, kenapa Raffa mau juga menyamakan dirinya dengan monyet, "Biar bisa lindungin gue?" Goda gadis itu sambil menaik turunkan alisnya.

"Biar gue bisa angkat dan buang lo ke tong sampah kalo lo gombalin gue"

"Enak aja"

Mereka mulai menyusuri kebun binatang. Melihat bermacam binatang dan berdebat tentang hal hal yang tidak masuk akal, kemudian tertawa. Sungguh, hari ini Hana melihat sisi lain Raffa. Sisi hangat dan,

"Receh banget" Komentar Hana sambil tergelak.

Kini mereka tengah duduk beristirahat. Hingga pandangan Hana melihat ke satu titik, kemudian gadis itu menghembuskan napasnya. Ingat kalau uangnya ada didalam tas, sementara minuman dingin yang berjejer tak jauh dari mereka tampak semakin menggoda.

"Raf"

Raffa berdehem singkat.

"Gue pinjem duit, dong"

"Buat apa?" Tanya Raffa heran.

"Beli minum, nanti gue ganti sama duit tiket tadi" Ujar Hana tau diri.

Raffa tidak berkomentar, menyodorkan selembar uang berwarna biru kepada Hana yang langsung diterima dengan baik oleh gadis itu.

Raffa mengangkat pandangannya. Menarik ujung bibirnya, menatap bagaimana cara gadis itu berinteraksi dengan orang orang. Sangat mirip dengan seseorang.

"Tadaaaa. Teh kotaaakkkkk"

Raffa terkekeh, menerima minuman itu dari tangan Hana. Tidak peduli dengan orang orang yang menoleh karna suara cempreng gadis itu.

"Hmm.. Ini nih, Raf. Teh paling enak sedunia" Ujar Hana bangga, menunjukkan teh kemasan dengan merek lain.

"Nggak ada yang ngalahin teh kotak"

Hana mencibir, mengingat Raffa pernah melarang Hana minum teh kotak miliknya dirumah Zion. Setelah itu Hana langsung membelinya karna penasaran, kemudian memuntahkannya. Hana nggak suka.

"Raf" Raffa menoleh, menatap Hana yang tidak menoleh kearahnya, "Kapan lo suka gue?"

Hening. Hana menoleh, menatap Raffa yang belum berniat menjawab. Kemudian menghembuskan napasnya, hendak beranjak.

"Gue udah suka lo. Udah lama"

***

Azka melipat tangannya di depan dada, duduk di samping Azrial dengan pandangan sama anehnya menatap Raffa. Sementara Zion memilih untuk tidak peduli. Sampai sampai Azka berpikir heran, bagaimana bisa Zion tidak memperdulikan Raffa yang saat ini kondisinya benar benar aneh.

"Gue takut pas pulang tadi dia nyrempet gendruwo"

"Ngawur" Azrial melotot menatap Azka, mana mungkin Raffa nyrempet setan.

Jadi yang membingungkan disini adalah sejak datang sampai sekarang Raffa menatap ponselnya sambil tersenyum. Bukannya apa apa, Azka hanya takut kalau Raffa kena pelet bencong di ujung gang rumah Zion.

"Lo kenape sih woy?!" Azka mendorong pelan bahu Raffa, membuat empunya mengalihkan pandangan dari ponselnya.

"Lo nggak habis menang togel kan?" Azrial berucap cemas.

"Gila lo" Sentak Raffa tidak terima, "Gue udah lakuin usulan lo pada" Ujarnya kemudian, tersenyum membayangkan wajah kaget Hana. Ini pertama kalinya Raffa merasa sesenang ini.

"Usul apaan? Lo usulin apa, Ka?" Tanya Zion heran.

Azka mengedikkan bahunya, "Mana gue tau, si bocil noh palingan usul aneh aneh"

"Enggak" Ujar Azrial tidak terima.

"Gue udah bilang ke Hana kalo gue suka sama dia"

"HAH?!!"

***
MASA GAADA YANG VOTE 😭

MY ICE BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang