19. STATUS

37 2 8
                                    

Di dalam kamar bernuansa hitam abu berdiri seorang cowo yang tengah mematukan diri di depan cermin. Tangannya mengambil perfume beraroma musk, menyemprot dibagian titik sensitif.

Setelahnya ia berjalan menuju lemari, mengambil sebuah kotak kecil, sengaja disimpan di letak paling pojok seolah barang itu sangatlah berharga.

Senyumannya terbit lebih lebar dari biasanya. Aldy yang memiliki sifat dingin dan tak acuh tiba-tiba mengutas senyum. Sempat bergidik ketika melihat dirinya di cermin. Hanya satu orang yang membuat dirinya menjadi seperti bak orang gila.

“Sebentar lagi. Maaf El, gue ngga bisa terus ada disamping lo.” Aldy berkata lirih seraya menatap kotak tersebut.

Sembari menghela napas, diletakan kembali kotak kosong itu setelah mengambil isinya.

Pukul 7 malam, segera Aldy melajukan motornya menuju rumah samping. Waktu tinggal sedikit lagi. Detik demi detik, menit demi menit.

Tanpa permisi, Aldy langsung masuk menuju rumah itu dan menemukan Eldama yang sedang memasak bersama Bi Sunah, perempuan paruh baya kisaran umur 60 tahun sedang mengupas beberapa bahan.

“Kak. Elda mana?” tak langsung basa-basi, Aldy menanyakan keberadaan gadis itu sambil mengedarkan pandangannya.

“Salam dulu yang bener. Gak sopan banget lo.”

“Pararunten Akang, Eldanya mana...” ujarnya sengaja dilembutkan.

Eldama terkekeh kecil.

“Ada di kamarnya.” Eldama menatap lelaki berhodie putih dengan bingung. “Mau kemana lo malem-malem ngajak El keluar?” katanya sembari melanjutkan mencincang daging.

“Kencan.”

“Emang kalian pacaran?”

“Ada cabe di samping lo. Pedes banget Kak.” dengkus Aldy memutar bola matanya.

“Baperan.”

“Gue ke atas nih?”

“Siapa yang nyuruh? Gak gak. Lo duduk aja disini, biar gue yang panggil dia.” katanya, seraya melepas apron dari tubuhnya lalu menaiki anak tangga dengan perlahan menuju kamar Griselda.

“El, dicariin noh sama Aldy.”

“Masak apa Bi,” aroma masakan yang tercium, membuat isi perutnya berontak. Jakunnya naik turun kasar. Tidak kuat dengan masakan tersebut. Apalagi Eldama sangat jago masak, Griselda pun sama. Setiap kali Aldy mencicipi masakan mereka, dia bakal ketagihan sampai seterusnya.

“Wah banyak, Den. Termasuknya masakan kesukaan non Elda. Dendeng Balado.”

“Elda makan segitu banyaknya pantes aja gendut.” ujar Aldy yang dibalas kekehan kecil Bi Sunah.

“Siapa yang lo bilang gendut!” Griselda berjalan ke arahnya. Hodie oversized dipatukan dengan hotpants denim muda dan sneakers putih, hampir sama dengan Aldy. Hanya saja yang membedakan celana mereka.

“Bi, masakannya disimpen buat nanti aja, ya. Aldy sama Elda mau pergi dulu keluar.” ujar Aldy memohon pada Bibi saat matanya menatap Eldama yang sudah berada dibalik konter menatapnya tajam.

“Itu sih terserah, non Elda aja, Den.” sedikit melirik Griselda, gadis yang sedang memandang lapar jejeran makanan di atas konter.

“Emm... enak!” ujar Griselda menyomot habis Dendeng Balado tersebut.

“Udah, makannya nanti lagi. Kita udah telat.” kata Aldy menyeret tubuh Griselda yang terasa lebih ringan. “Kak, Bi. Kita pergi dulu, ya.”

“Jangan bawa pulang Elda malem-malem!” teriak Eldama. Aldy yang sudah di pintu utama hanya membalasnya dengan acungan jempol, setuju tidak membawa gadis itu larut malam bersamanya.

[✔] ReputationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang