02

24 2 0
                                    

"Lo nggak ada cape cape nya apa. Dari tadi ngurusin belakang mulu," ujar seorang pria mengenakan baju koki, bersandar pada tembok sembari menyilangkan kedua tangan didepan dada.

Restoran miliknya akhir-akhirnya meningkan akan banyak pengunjung. Sebab beberapa hari ini memasuki hari libur musim panas hingga pada akhirnya ia sendiri ikut sibuk bersama rekannya. Griselda menenggak botol minuman hingga tersisa sedikit lalu berkata, "Udah biasa."

"Biasa apanya! Jam kerja lo itu cuma 8 jam, sekarang lo paksain sampai 12 jam. Lo gila?" pria itu mendelik sebal.

Griselda terkekeh ringan, "Berisik ah. Lo bacot gue tambah cape."

"Yee di bilangin malah ngatain!" rutuk pria itu.

"Eldaaaa my sweety!" seruan seseorang membuat Griselda dan Bramastya menolehkan kepalanya. Seorang pria berpenampilan rapih dan formal datang dengan senyum merekah. Griselda menghela napas, membuang botol minumannya ke tong sampah dengan perasaan dongkol.

"Sean dateng lagi? Kalian ada hubungan apa sih?" tanya Bram.

"Dia gila." jawab Griselda. "Gue duluan ya. Nanti kalo udah beres kunci dapur sama pintu depan. Kuncinya lo bawa." imbuhnya, masuk kedalam untuk mengambil tas.

"Lah katanya nggak pulang," Bram merotasikan bola matanya.

"Beneran cape ini mah." lengos Griselda. Bram yang mengerti maksud gadis itu hanya tertawa. Bram tau sejak ia kerja disini, Sean selalu mengapeli Griselda. Walau restoran ini dulunya milik Eldama dan sekarang sudah menjadi milik Griselda, Sean selalu datang tanpa diminta. Padahal umur Sean sudah menginjak kepala 3, dia bisa saja menikah diumurnya yang sudah matang. Tapi entah kenapa Sean memilih masih melajang hingga sekarang.

"Ettss mau kemana? Gue baru dateng loh, masa udah mau pergi aja." Sean mencekal tangan Griselda.

"Pulang lah. Udah malem." jawab Griselda.

"Ohh, yaudah kuy gue anter balik sekalian mau ketemu Dama."

"Yah, gimana ya kak, gue bawa kendaraan sendiri." ujar Griselda tak enak hati. Apa yang dikatakan gadis itu memang benar. Griselda membawa mobil sendiri. Jadi ada alasan untuknya menolak ajakan Sean. Hehe.

"Gue yang bawa mobilnya. Lo pasti cape kan?" Sean tetap kekeh pada pendiriannya membuat Griselda mengumpat dalam hati. Banyak 1001 cara agar Sean bisa bertemu dengan gadis itu. Selama ini ketika Sean datang pasti Griselda langsung menghindar. Ketika sudah ada momentum yang tepat Sean tidak akan menyia-nyiakan moment tersebut.

"T—"

"Udah ayo. Lo juga belum makan pasti. Gue liat didepan lagi rame." tebak Sean.

So tau banget. Batin Griselda.

Akhirnya tak ada pilihan lain saat Sean menarik tangannya. Bram melambaikan tangan seraya tersenyum lebar menampilkan gigi behelnya kepada Griselda.

Mobil yang dikenakan Sean dan Griselda kini meninggalkan tempat tersebut. Perjalanan malam ini lenggang, sekarang sudah malam hampir dini hari dan Griselda baru pulang. Rasanya tubuh gadis itu remuk. Ia sangat cape. Setelah sampai ia akan langsung tidur mengistirahatkan tubuhnya tanpa harus berbenah diri. Biarkan dirinya dianggap jorok karena belum mandi habis kerja. Ia kerja lembur sejak pagi sampai malam karena kebetulan restorant miliknya ramai pengunjung.

"Mau makan dulu nggak?" Griselda tengah asyik melamun sembari memandang luar jendela menolehkan kepala kearah Sean yang tengah fokus mengemudi.

"Terserah." jawab gadis itu singkat.

Sean tersenyum tipis. Dirinya sudah kebal menerima sikap jutek Griselda. Pria berusia 32 taun itu sudah lama menyukai Griselda sejak ia berteman dengan Eldama. Pada saat itu Griselda masih berusia muda, duduk dibangku SMP. Awalnya Sean hanya menganggap Griselda sebagai adik perempuan sama seperti Eldama. Lambat laun dirinya sering main kerumah Eldama dan seringkali ia bertemu Griselda ketika berada diruang tamu atau gadis itu didapur sedang memasak atau ketika Griselda sedang bermain ponsel diruang tengah. Jantung Sean rasanya berdetak kencang jika dirinya berlamaan dengan Griselda dalam satu ruang yang sama.

Secara blak-blakan Sean mengatakan jika ia menyukai Griselda pada Eldama. Eldama tak mempercayai sebab umur mereka terpaut jauh. Dan Griselda masih sekolah.

"Yaudah kita makan dulu. Pecel lele gapapa kan? Udah malem keknya warung udah pada tutup."

"Iya gapapa. Gue makan nggak pilih-pilih kok. Asal jangan dikasih makan batu." ujar Griselda membuat Sean tertawa. Lelaki itu mengusap lembut surai rambut Griselda.

"Kak," Griselda menjauhkan tangan Sean dari kepalanya.

"Maaf maaf, abisnya lo lucu sih. Yakali lah gue kasih lo makan batu. Yang ada gue di gorok duluan sama abang lo." gurau Sean
Kali ini gantian Griselda yang tertawa. Tawa gadis itu sangat indah. Sean menyukai suara tawa Griselda.

Sesampainya di warung pecel lele, mereka turun dari mobil dan berjalan masuk kedalam. Sean memesan dua porsi lele goreng dan ayam goreng extra sambal dan es teh. Tak heran jika warung ini pada malam hari sangat ramai. Sebab kebanyakan pengunjungnya anak-anak muda dan orang-orang datang dari luar kota.

"Gue liat pekerjaan lo bagus, El. Nggak heran Dama nyerahin restonya ke lo." Sean membuka percakapan.

"Sebenernya pas gue udah lulus gue maunya kuliah kepariwisataan. Tapi ada kesempatan buat kerja kenapa nggak pilih kerja aja yakan,"

"Kerja dulu baru kuliah. Lebih enak bayar kuliah pake duit sendiri daripada harus bebani kak Dama. Apalagi taun depan mak Dama mau nikah." imbuhnya.

"Lo dewasa juga ya. Nggak salah gue suka sama lo." Griselda terdiam mendengar tutur kata Sean.

"Jangan suka sama gue kak. Gue cuma orang yang belum bisa move on dari masa lalu. Gur nggak mau nyakitin hati orang lagi pas gue masih belum bisa move on." ujar Griselda.

"Gapapa. Cepet atau lambat pasti lo bakal bisa move on kok." ujar Sean tersenyum.

Lo nggak akan ngerti kak. Pacaran dengan sahabat kecil dan melupakannya tak semudah yang dibayangkan. Suka dan duka mereka lalui bersama. Selama 22 taun ini Griselda masih mencintai Aldy. Sudah lama sekali lelaki itu tak mengabarinya sejak dia memilih pindah ke negara Brazil, tempat orangtuanya menetap.

Griselda merindukan Aldy.

"Seenggaknya biarin gue terus ada disamping lo, El. Gue berjanji bakal bantu lo ngelupain dia."

"Seandainya lo ada disisi gue. Sahabatan dari kecil sampai pacaran dan masing-masing memilih buat ngejar impian kalian apa lo bisa menerima kak? Apa lo bisa move on saat kalian beda negara?" tanya Griselda telak.

"Gue lebih percaya kalo jodoh nggak akan kemana. Mungkin gue lebih milih buat move on daripada nunggu kabar dia yang nggak jelas kabarnya. Gimana keadaan dia disana atau apa dia bahagia selama dia memilih untuk mengejar mimpinya disana. Gue nggak bisa memaksa takdir Tuhan agar kami terus tetap bersama. El, Tuhan itu nggak pernah tidur. Jodoh, kematian, udah ada di tangan Tuhan."

"Pokoknya jangan maksa terus suka sama gue kak. Walaupun lo tetep bantu gue buat move on dari dia—"

"Lo nggak akan bisa kalo belum mencoba, El." potong Sean.

"Dan, jangan pernah larang gue buat suka sama lo, El. Gapapa kalo lo emang gak suka sama gue. Tapi biarin gue berjuang sendiri ya." kata Sean dengan mimik sendu. Griselda tak mampu berkilah. Sean tetap menjadi orang yang keras kepala.

***

Hallo, selamat malam. Maaf baru bisa update Extra Chapter 02😁

Di part sebelumnya aku nggak cantumin cerita Sean. Sean cuma masuk sekilas doang waktu Eldama bilang nyuruh Griselda pulang bareng Sean.

Ada yang kangen GriseldaAldy?

Jangan lupa vote dan komen. See u next chapter.

[✔] ReputationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang