Sao Paulo, Brazil. At, 11.00am.
"Nos encontramos de novo, Jovem Mestre.” Mario membukukan badan, memberi hormat kepada Aldy.
Aldy baru saja tiba di Brazil pukul 11 siang. Hari yang sangat melalahkan baginya, ditarik oleh sang ayah secara tiba-tiba. Lelaki itu melirik sekilas Mario.
"Sim. Onde está o pai?"
"Sr. Damian está esperando por você em seu escritório."
Pria bersetelan serba hitam itu membuka kan pintu mobil untuk Aldy. Mereka kini sedang dalam perjalanan menuju Damian Crop's. Jalanan kota Sao Paulo terlihat lancar. Mereka melewati toko-toko kecil, restaurant, gedung tinggi pencakar langit. Tidak membutuhkan waktu lama akhirnya mereka telah tiba di Damian Crop's. Para staff dan karyawan membukukan badan hormat, mereka tau jika Aldy adalah pewaris dari Damian Crop's.
Kedua lelaki itu menaiki lift khusus untuk menuju ke lantai 37. Lantai paling atas dimana ruangan Damian berada. Tanpa ketukan dan permisi, Aldy langsung nyelonong masuk.
Pria paruh baya itu membalikan badan dan tersenyum pada sang putra. Damian Abraham—pria berumur kepala lima, memiliki usaha diberbagai bidang di seluruh dunia. Khusunya Brazil dan Amerika. Damian adalah sosok ayah yang penyayang, tegas, bijaksana, berkharisma tinggi. Mempunyai wajah bak dewa langit sampai menuruni sang anak—Aldy. Damian adalah sosok pengusaha sukses. Langkah kaki semakin dekat. Kini Damian sudah berdiri di hadapan Aldy satu-satunya putra kesayangan yang hanya bisa di harapkan oleh Damian.
"Selamat datang, nak. Akhirnya kamu datang juga. Papa sangat merindukanmu." Damian memeluk Aldy secara jantan. Sudah lama sekali Damian tidak bertemu dengannya, karena kesibukannya terhadap perusahaan Damian jarang sekali memperhatikan Aldy. Ia hanya bisa tau keadaan sang putra melalui Elena.
"Gimana keadaan Papa," Aldy bertanya tanpa membalas sapaan rindu dari Damian. Pria paruh baya itu tersenyum kecut. Damian pantas mendapatkan sikap acuh tak acuh Aldy.
"Seperti yang kamu lihat. Papa baik-baik aja,"
"Terus? Kenapa Papa panggil Aldy kesini." Aldy berkerut alis sekaligus merasa kesal.
"Sebaiknya kita duduk dulu. Ngga enak bicara sambil berdiri." Damian menelfon Mario. "Mario, tolong bawakan teh untukku dan Aldy." tanpa menunggu jawaban Mario Damian mematikan ponsel sepihak.
"Bagaimana masa sekolah kamu di Indonesia," Damian membuka jas dan menaruhnya di sandaran sofa.
"Not fine. Semua bakal berjalan lancar kalo Papa gak ganggu Aldy selama disana." Aldy berujar dingin. Nada bicaranya mengingatkan Damian ketika masa muda. Aldy adalah sosok jiplakan Damian. Dari cara ia berjalan, wajah, nada dingin saat bicara, tegas, tidak ragu untuk mengambil keputusan. Semua sama seperti Damian. Mario mengetuk pintu lalu masuk setelah Damian mengijinkan lelaki berjas itu. Mario meletakan dua cangkir kopi untuk Damian dan Aldy. Setelah itu Mario mengundurkan diri.
"Kamu bener-bener suka di Indonesia daripada sama Papa, Aldy? Sungguh ironis." Damian menghela napas sembari memijat pangkal hidung.
"Ini bukan waktunya becanda, Pa." Aldy menatap Damian tajam.
"Kita bicarakan ini nanti setelah makan malam. Sebaiknya kamu lekas untuk istirahat. Pasti perjalanan dari Indonesia membuatmu lelah, nak."
***
Keluarga Adhicandra dan Abraham sudah berkumpul di meja makan. Mereka saat ini sedang berada di restoran mewah tepatnya di Terraco Jardins, Sao Paulo. Hanya ada keluarga inti yang datang. Acara ini tidak terlalu formal. Dinda terlihat sangat menawan dengan balutan dress bewarna maroon tanpa lengan, rambut coklatnya dibiarkan tergerai indah, make-up tipis semakin membuatnya terlihat natural. Dihadapannya, Aldy memasang wajah datar nan dingin. Penampilan cowo itu juga sama menawannya. Aldy mengenakan kemeja putih, jas hitam dan celana yang senada. Roma-roma maskulin terpancar sangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Reputation
Novela Juvenil(FOLLOW DULU SEBELUM BACA) Bersahabat semenjak kecil, dan selalu diatur sana sini, membuat Griselda Nayana Muxi, sangat benci kepada Aldynata Mahendra. Gadis keturunan cina itu, ingin membalaskan dendamnya kepada Aldy melalui kandidat ketua kelas...