22. RAGU

42 3 10
                                    

⚠Typo bertebaran!

Happy Reading❤

***

Seluruh siswa X IPA 4 berkumpul di lapangan sedang melakukan pemanasan. Sebagai ketua kelas, Griselda membimbing teman-temannya di depan, melakukan peregangan otot dari kepala, tangan sampai kaki.

"Itung yang bener, woi!" seru Griselda pada seorang cowo berbadan gempal. Memang awalnya Griselda yang menghitung, tapi kemudian sebaris yang mulai menghitung dari depan. Cowo berbadan gempal itu mulai menghitung dengan keras. Toni, namanya. Cowo gendut, berkacamata, penakut dan suka dikerjai oleh teman-temannya karena sikapnya yang polos nan lugu. Toni selalu duduk didepan persis meja guru. Setiap harinya Toni hanya membaca buku atau komik yang dibawanya dari perpustakaan. Selain takut dengan Griselda Toni juga tidak ingin berurusan dengan ketua kelasnya yang galak.

Pak Aris, selaku guru olahraga mereka sedang mengambil buku absen yang tertinggal di kantornya. Sebelum beliau datang, cepat-cepat Griselda menyelesaikan pemanasannya dan kembali kebarisan.

"Rambut lo jangan di iket, dong." bisik Aldy berdiri dibelakang Griselda.

Griselda mengernyit dahi. Apanya yang salah dengan mengikat rambut ketika pelajaran olahraga, matahari terlalu terik, pastinya nanti ia akan berkeringat. Lalu kenapa Aldy mempermasalahkan hal tersebut. Dikira nanti rambutnya tidak lepek?

"Kenapa emang? Panas tau kalo digerai." wajahnya mulai memanas. Griselda mengipasi wajahnya menggunakan telapak tangan. Baru juga pemanasan selama 5 menit tapi dirinya sudah banjir keringat.

"Abisnya lo sexy banget." bisik Aldy lagi.

Sial, sejak kapan Aldy menjadi pria mesum seperti ini. Griselda menyikut perut Aldy keras, membuat sang empu mengaduh kesakitan. "Macem-macem lo sama gue, abis lo." ancamnya tidak main-main. Aldy membalasnya dengan terkekeh ringan. Kenapa juga Griselda harus menerima Aldy sebagai pacarnya. Tau gitu ia menenggelamkan saja Aldy hidup-hidup di Samudra.

Tak jauh dari mereka, Dinda memperhatikan keduanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Pandangan Dinda bukan jatuh pada Aldy, melainkan Griselda. Dinda tersenyum penuh arti. Setelah Pak Aris tiba, Dinda kembali menatap depan barisan.

Pak Aris baru saja tiba membawa buku yang diketahuinya adalah buku absen dan juga untuk penilaian.

"Selamat pagi anak-anak!" sapa Pak Aris dengan senyum menawan. Guru olahraga satu ini masih terbilang cukup muda. Umurnya masih sekitar 25 tahun, masih lajang, tampan, berwibawa, dan otot-otot pada tubuhnya membuat para kaum hawa meneteskan air liur.

"Pagi Pak!" seru para perempuan lebih lantang daripada cowo-cowo yang mulai memutar bola mata jengah.

"Sudah melakukan pemanasan?"

"Sudah Pak!"

"Baiklah. Sebelum memulai pembelajaran, alangkah baiknya kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing. Berdoa dimulai." perintah Pak Aris lalu menundukan kepala dan diikuti anak-anak lainnya.

"Berdoa selesai." semua mengangkat kepalanya.

"Pelajaran kita hari ini yaitu permainan bola basket!" Pak Aris mengetuk batang hidung sambil meneliti semua murid, lalu pandangannya jatuh pada seorang cowo, yang tak lain dan tak bukan adalah Aldy.

"Kamu, rambut gondrong, sini." Pak Aris menyuruh Aldy untuk maju dengan jari telunjuk mengayun-ayun.

Semua tatapan tertuju pada Aldy. Sontak cowo itu menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan bertanya. "Iya kamu, emangnya saya sedang nunjuk pohon di belakang kamu? Cepat maju." ujar Pak Aris jenaka. Satu kelas menertawakan.

[✔] ReputationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang