Hari sudah malam. Jungwon belum keluar dari kamar, itu mengkhawatirkan. Kondisinya masih mengkhawatirkan, sesekali dia mimisan tapi dia menolak dibawa ke rumah sakit.
Sunghoon mengetuk pintu kamar sang teman, namun tak ada jawaban. Dia bisa mendengar suara nyanyian Jungwon, mungkin pemuda itu menggunakan earphone sehingga tak mendengar suara ketukan pintu.
Kasihan Jungwon, apa mungkin dia merasa tidak dianggap karena semua perhatian berpusat ke Ni-Ki? Mungkin saja.
"Nathan, ayo makan. Kak Hazen juga mau ngomong sesuatu sama kamu," bujuk Sunghoon terus mengetuk pintu.
Bukannya keluar, Jungwon malah mengeraskan suaranya. Rupanya dia menolak. Kalau begini ceritanya, sulit untuk membujuknya. Masa iya harus dibelikan boba dulu?
"Makanannya saya bawa kesini aja ya, nanti kamu makan."
Tetap tak ada jawaban. Sunghoon menghembuskan nafas panjang, ya sudah deh dia tinggalkan saja. Jungwon butuh waktu sendiri, besok pasti kembali lagi.
Krek krek krek
Baru selangkah ia pergi, suara gesekan benda terdengar dari gudang. Malam-malam begini siapa sih yang sibuk disana? Mengganggu waktu istirahat saja.
"Itu pasti si Jayden," gumam Sunghoon geleng-geleng kepala, mengingat Jayden sering ke gudang untuk mengambil barang untuk membenarkan sesuatu.
Tak peduli suara itu, Sunghoon lanjut melangkah untuk makan malam, perutnya berbunyi.
Krieeet
Badannya membeku. Pintu gudang terbuka, memperlihatkan kegelapan disana. Tunggu, berarti bukan Jay dong. Lalu, siapa?
"Angin, pasti angin," gumam Sunghoon menepis pikiran buruknya.
Dia berjalan kesana untuk menutup pintu. Namun, semilir angin menerpa lehernya, seperti ada yang melintas. Ketika dia berbalik, tak ada siapapun disana kecuali dirinya sendiri.
Sunghoon berdecak, apa mungkin itu ulah temannya Sunoo?
"Dasar."
Setelah itu, dia kembali menghadap ke gudang. Namun apa yang dia lihat, membuat nafasnya tercekat. Tangannya yang memegang kenop pintu, langsung dingin seketika.
Karena tepat di depannya, sosok hitam menjinjing kepala menatapnya dengan mata merah menyala, tak lupa seringaian mengerikan, disertai darah di wajahnya. Mata kanannya tidak ada, sebagian kepalanya hangus terbakar, memperlihatkan otaknya.
Yang paling mengerikan adalah, sosok hitam itu tertawa nyaring, berkata kalau dia akan menghantui siapapun yang membaca ini, gak kok.
"Setelah ini, giliranmu," ujar sosok itu.
Selepas sosok itu berbicara, hidung Sunghoon mengeluarkan darah, kemudian ia terbatuk─ mengeluarkan segumpal darah dari kerongkongannya.
Bruk!
Heeseung menghentikan aktivitas makannya, badannya menegak, kepalanya menoleh. Kok, ada suara jatuh? Suaranya cukup keras, apa ada yang terpeleset?
Tapi, tidak ada teriakan ataupun kata 'aduh'...
"Kak Hazen, lo kenapa?" Tanya Sunoo khawatir, ikut berhenti makan.
"Ganta, lo denger suara jatuh kan?" Tanya Heeseung beranjak dari duduknya.
"Gak denger tuh, mungkin cuma perasaan lo aja kali kak."
"Gak, ini nyata."
Heeseung berlari cepat meninggalkan ruang makan, Sunoo mengekori di belakang, penasaran kemana Heeseung akan pergi.
Saat melewati ruang tengah, rupanya ada Ni-Ki yang sepertinya mendengar juga. Dia terlihat ingin menuju sumber suara, tapi berhenti ketika melihat Heeseung dan Sunoo datang.
"Ricky, lo gak apa-apa kan?" Tanya Heeseung cemas.
"Gak apa-apa, lo denger suara juga?"
Heeseung mengangguk. "Ayo cek, firasat gue gak enak."
"Kita gak di prank kan?" Tanya Sunoo ragu. "Biasanya kan kita suka ngeprank Kak Jake karena dia gampang percaya, tapi ulang tahunnya masih lama deh..."
"Firasat gue mengatakan ini bukan prank," balas Heeseung. "Jayden sama Jake kemana?"
"Di kamar masing-masing, sibuk ngerjain tugas kayaknya," jawab Sunoo asal.
"Ayo cek." Ni-Ki menatap lekat manik kedua temannya, berlalu begitu saja karena merasakan ada yang tidak beres.
Heeseung dan Sunoo mengikuti, jantung mereka berdegup kencang karena pikiran buruk mulai berdatangan.
Mereka bertiga menuju gudang, tempat dimana suara berasal.
Dan benar saja, di depan pintu gudang yang terbuka, Sunghoon terbaring tak sadarkan diri. Darah mengalir deras dari hidung dan mulutnya.
Ni-Ki menjerit, mysophobianya keluar. Dia menatap horor darah tersebut sambil mundur perlahan.
"Sen! Sena!" Heeseung langsung bersimpuh untuk membangunkan Sunghoon, kondisinya sangat mengkhawatirkan, wajahnya pucat. Syukurlah ia masih bernafas.
Sunoo ikut bersimpuh, menepuk-nepuk pipi Sunghoon agar temannya tersebut bangun. Tapi usahanya tak membuahkan hasil, Sunghoon tak kunjung membuka matanya.
Ni-Ki yang terus mundur tanpa melihat kemana arahnya membeku saat kakinya menginjak sesuatu.
Sesuatu yang kental, lengket, dan amis. Dia menunduk kaku, matanya membola melihat genangan darah di bawahnya.
Dia berteriak, jatuh duduk sembari menjauh. Ketakutan melandanya, dia menggumamkan kata-kata kotor, sabun, dan air berulang kali.
Posisi badannya menghadap ke kamar Jungwon yang terbuka pintunya. Bukannya ketenangan yang ia dapat, justru ia dikejutkan dua kali.
Perutnya bergejolak, rasa mual menghampirinya. Heeseung dan Sunoo mematung tak percaya, syok dengan apa yang mereka lihat.
Di dalam sana, Jungwon tergeletak tak bernyawa. Wajahnya menghadap ke mereka, tubuhnya berlumuran darah. Parahnya, posisi tangan kanan Jungwon berlawanan arah dari yang seharusnya, seperti ada yang memutarnya paksa.
Dimulai dari sekarang, KALIAN SEMUA AKAN MATI!
Tulisan di lantai tersebut, membuat darah mereka berdesir, merasakan takut yang luar biasa.