Hari ke tiga belas datang. Pagi ini, Ni-Ki berangkat sekolah naik bus untuk pertama kalinya. Mengingat mysophobia yang dia punya, dia tidak suka berada di tempat umum terlalu lama. Alasan dia naik bus karena Jake dan Jay ada kuliah pagi, Sunoo masih di rumah sakit dan izin sekolah. Ya sudah deh mau tak mau berangkat sendiri.
Sesampainya di sekolah, semua orang memperhatikannya. Ada yang berbisik-bisik perkara uang yang belum selesai, ada juga yang berbisik-bisik membahas Sunghoon dan Jungwon.
Amarahnya terpancing. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar, lalu terhenti pada tiga siswa seangkatannya di dekat ruang guru. Masa bodo dapat masalah baru, dia tidak suka temannya dibicarakan seperti itu.
Sret!
"Kalau lo punya hati, berhenti ngomongin temen gue," kecam Ni-Ki menarik kasar kerah ketua dari tiga siswa itu.
"Liat deh, habis nyuri uang eh berulah lagi. Kalau gue sih malu," kata siswa itu meledek Ni-Ki, Dika namanya.
"Lo cowok bukan? Mulutnya lemes amat," sindir Ni-Ki menyeringai puas.
"Anj-"
"Gue gak peduli kalian anak pengusaha, anak artis, dan anak pejabat. Gue benci orang-orang kayak kalian, beraninya ngomongin orang di belakang, giliran disamperin cuma bisa diem kayak tikus di pojokan."
"Kalau ngomong jangan asal, ya!" Seru Dika mendorong Ni-Ki. "Anak yatim kayak lo gak usah belagu, sekolah karena beasiswa aja bangga, menang lomba karena hoki aja bangga, malu-maluin!"
"Gak usah bawa-bawa orang tua!"
"Kenapa? Takut dimarahin karena bermasalah di sekolah? Makanya jadi orang jangan banyak gaya, dasar beban. Eh, gimana mau dimarahin? Orang tuanya aja gak pedu-"
Bugh!
Bogeman keras menjatuhkan Dika hingga tersungkur. Dua temannya sigap menahan Ni-Ki yang ingin memukul Dika untuk kedua kali, membawanya mundur secara paksa.
"Lepas!" Ni-Ki memberontak kuat-kuat. Cukup memakan waktu sebab kedua teman Dika tak melepaskan. Namun melihat ada celah, dia langsung melepaskan pegangan keduanya hingga mereka jatuh telentang.
Dengan amarah menggebu-gebu, Ni-Ki layangkan bogeman ke wajah Dika berkali-kali. Matanya memerah dan berkaca-kaca karena sakit hati. Tidak ada yang berani melerai karena tidak ingin terlibat masalah. Beberapa berpendapat Dika memang pantas mendapatkannya, namun ada juga yang berpendapat bahwa Ni-Ki lah yang seharusnya dihajar.
"Lo gak tau rasanya kehilangan orang tua, lo gak tau gimana perasaan gue diperlakukan berbeda disini. Hidup lo enak! Serba mewah, serba ada, serba bisa, lo pikir lo bebas bersikap kayak gitu?! JAWAB, ANJING!"
"SANDYAKALA NIKIRICKY!"
Guru-guru keluar dari dalam ruangan. Rapat mereka dijeda karena suara ribut dari luar. Betapa terkejutnya mereka melihat siswa berprestasi dan terkenal pendiam memukuli anak pengusaha sampai babak belur.
Sang wali kelas berhasil menghentikan Ni-Ki. Ada perasaan marah bercampur kecewa di hati, namun beliau yakin ada alasan mengapa Ni-Ki berbuat seperti itu. Beliau tidak memandang Ni-Ki seperti guru lain memandang Ni-Ki. Ni-Ki itu anak baik...
"Bu, lihat gimana kelakuan murid ibu. Gimana bisa anak berprestasi memukul siswa lain?" Geram wali kelas Dika, Bu Siti namanya.
"Perilaku Ricky memang tidak bisa dibenarkan, tapi saya yakin ada alasan-"
"Dasar guru mata duitan, disogok duit aja merasa sok berkuasa," geram Ni-Ki. Masa bodo diskors atau dikeluarkan, dia muak bersekolah disini.
"Kamu gak pernah diajarin sopan santun sama orang tua? Jangan asal bicara, fitnah!"