Hari ini hari keenam. Setelah memeriksa kondisi Jay, diam-diam Ni-Ki membawa koper berisi pakaian dan barang-barang penting. Ni-Ki sudah memutuskan, dia yakin keputusannya tidak salah.
Hari ini dia pulang ke rumah.
Jay tidak tidur tadi malam. Kalau dibiarkan seperti itu, kesehatan Jay akan menurun dan berakhir... mati. Ni-Ki tidak mau itu terjadi.
Penglihatan Sunoo menunjukkan kalau Jay mati hari ini. Ni-Ki akan membuktikan bahwa penglihatan Sunoo salah. Dia harus pulang agar Jay baik-baik saja.
Dia berangkat dari kosan pukul lima pagi. Baik Jay dan Sunoo tidak tahu karena mereka berada di kamar masing-masing. Bagus mereka tidak tahu. Jika mereka tahu dia tidak bisa pulang.
Perjalanan menempuh waktu kurang lebih satu jam. Sekarang ia sudah tiba di depan pagar. Rumahnya sepi, auranya mencekam, para tetangga menatapnya bertanya-tanya. Salah satu bisikan tetangga tertangkap di indera pendengaran Ni-Ki. Ada yang bertanya mengapa dia pulang? Sudah bagus dia tidak pulang.
Iya sih, tapi mau bagaimana lagi, dia memang harus pulang.
"Selamat datang kembali, adikku!" Sambut Rika keluar dari rumah. Ia hampiri sang adik kemudian memeluknya. Senang sekali melihat Ni-Ki kembali pulang.
"Hmm, ya," balas Ni-Ki merasa risih dipeluk dan diperhatikan tetangga.
Para tetangga menatap kasihan kepadanya. Mereka tahu Ni-Ki tidak suka pulang akibat tertekan. Kelakuan kakaknya memang tidak jelas. Para tetangga saja sering dibuat kesal.
"Kenapa cuma satu koper?" Tanya Rika sambil melepas pelukannya.
"Biar Kak Jayden sama Kak Ganta gak curiga."
Ohhh, benar juga. Jay dan Sunoo bisa curiga kalau barang-barang Ni-Ki tiba-tiba menghilang dari kamar bersama dengan pemiliknya. Mereka berdua pasti akan menyusul dan membawa Ni-Ki pergi.
"Yuk masuk. Kita sarapan bareng."
"Gue udah sarapan."
"Yah, padahal tadi aku sengaja masak banyak buat kamu."
Ni-Ki tidak peduli, dia memilih masuk ke rumah menghindari gosipan tetangga. Sebenarnya dia berbohong kalau dia sudah sarapan. Dia tidak mau memakan hasil masakan Rika. Terakhir kali dia mencoba, dia muntah-muntah lalu demam. Alasannya karena Rika menambahkan sesuatu pada makanannya, yaitu ulat bulu yang sudah digoreng dan ditumbuk.
Beruntung Ni-Ki masih hidup sampai sekarang.
Dia menyeret kopernya ke kamar. Dia sengaja berjalan cepat agar bisa menutup pintu kamar sebelum Rika masuk bersamanya. Melihat kakaknya membuatnya pusing. Ditambah lagi rumah yang sudah lama tidak ia kunjungi terasa sesak dan dingin. Apa yang Rika lakukan sampai seperti ini?
Brak!
Pintu kamar dia tutup dengan kasar. Dia langsung mengunci pintu agar Rika tidak masuk ke dalam.
Kamar Ni-Ki masih sama. Tidak ada perubahan letak barang dan warna cat. Rasanya sedih karena di kamar ini dia dan sang ayah sering tertawa bersama. Oh iya, dia baru ingat ayahnya tidak ke kosan kemarin. Apa ayahnya ada urusan penting ya? Walau begitu Ni-Ki tetap menunggu, dia rindu sekali.
Rubik keenam dia keluarkan dari saku. Dia sengaja mengambilnya untuk diselidiki. Dia punya dugaan, dua puluh rubik yang ada adalah perantara bagi Rika untuk mencelakai teman-temannya. Tidak mungkin tidak ada maksud tertentu.
Karena itu dia akan mencari tahu semuanya selama dia ada disini.
"Kak Ganta, gue bakal buktiin kalau keputusan gue benar. Gue bakal buktiin kalau penglihatan lo salah. Tunggu kabar baik dari gue."