─ 7 ─

12.5K 3.4K 1.3K
                                    

Siapa yang nungguin cerita ini up? Cung!






Malam ini terasa mencekam. Penjelasan Nicholas teman Sunghoon begitu memusingkan. Kunci utama adalah Ni-Ki? Memangnya anak itu kenapa? Ada sesuatu kah?

Sunghoon hanya memberi tahu Heeseung. Kenapa? Karena menurutnya, Heeseung dapat dipercaya.

"Darah, kematian, rasa sakit, pembunuhan, dan tanpa sisa, menurut gue itu semacam clue," ujar Heeseung, sebenarnya dia ngasal sih.

"Darah... disaat kita habis liat hantunya. Kematian... Nathan, dan kita bakal nyusul dia gak lama lagi. Rasa sakit... gue gak tau maksudnya apa. Pembunuhan... berarti kejadian ini jelas didalangi seseorang," lanjutnya menjelaskan.

"Nicholas bilang Ricky kunci utamanya. Apa semua ini berhubungan sama dia?" Duga Sunghoon.

"Gak bisa dipastiin, gak ada yang mencurigakan dari gelagatnya. Mungkin karena dia anggota termuda, hantu itu pertama kali targetin dia karena hantu itu pikir kita bakal fokus jagain dia dan kita lengah."

"Tunggu, pertama?" Sunghoon teringat kertas di dalam kubus rubik itu. "Kak Hazen, kamu inget kan ada kertas dengan tulisan pertama? Itu petunjuk. Tadi kamu bilang Ricky orang pertama yang ngalamin mimisan. Berarti korban selanjutnya... Ricky?"

"Dia dimana?" Tanya Heeseung bangkit dengan segera.

"Di kamarnya."

Heeseung segera pergi meninggalkan Sunghoon untuk memeriksa keadaan Ni-Ki. Kalau benar Ni-Ki korban selanjutnya... dia harus mencegahnya.

"Semoga bukan Ricky..." gumam Sunghoon berharap, menatap rubik ke tujuh belas dengan perasaan aneh.

"Memang bukan Ricky."





BLAM!





Pintu kamar Sunghoon terbanting keras, tertutup sempurna. Di depan pintu, hantu itu muncul, tertawa senang sebelum menjalankan tugasnya.

"Saya gak takut sama kamu," ucap Sunghoon mengambil benda yang biasa ia gunakan untuk berdoa, dia harus mengusir hantu itu.

"Iya, kamu tidak takut." Hantu itu tertawa nyaring. Dalam sekejap, posisinya berpindah tepat di hadapan Sunghoon, mengangkat kedua tangannya ke depan untuk mencekiknya. Badan Sunghoon tidak bisa digerakkan!

"Tapi, kamulah korban selanjutnya, hahahaha!"






























































"Kamu pulang aja ke rumah, kakak gak mau ya kamu kena sial terus di kosan itu," ucap sang kakak dari seberang telepon.

Ni-Ki mendengus tak suka. "Ricky gak bakal kenapa-napa kok..."

"Terserah, kalau ada apa-apa telpon kakak. Nanti kakak dateng ke kosan dan bawa kamu pulang, titik!"

Panggilan diakhiri oleh sang kakak. Ni-Ki melempar ponselnya ke kasur, dia kesal dengan sikap kakaknya yang terlalu protektif kepadanya. Dia kan sudah besar, sudah mandiri.

Kakaknya itu terlalu mencemaskan dirinya, memangnya kakaknya pikir dia akan mati juga? Dasar, ada-ada saja.

"Lo habis telponan sama siapa?" Tanya Jay berhenti di depan kamarnya, rupanya habis mandi.

"Sama kakak."

"Kenapa lo? Kok kesel?"

"Biasalah, kakak gue suka berlebihan."

Jay masuk ke dalam kamar, duduk di kursi meja belajar Ni-Ki. Dia menatap Ni-Ki serius, membuat Ni-Ki risih.

"Kenapa ngeliatin gue kayak gitu?"

"Gue iri..."

Kalau Jay tidak menunjukkan ekspresi serius, Ni-Ki pasti mengira kalau pemuda itu sedang bercanda. Tapi tidak, dia tidak bercanda.

"Kenapa iri?"

Jay menghela nafas. "Gue anak tunggal, gue iri karena lo punya kakak yang perhatian sama lo. Gue juga iri sama Sena yang punya adik, rame ya?"

"Ei, lo ngomong apa sih," celetuk Ni-Ki. "Kak Jake, Kak Sena, Kak Ganta, Kak Nathan, dan gue adik lo, sementara Kak Hazen kakak lo. Kita ini keluarga, jangan merasa begitu. Btw, kita ini rame loh walaupun bertujuh."

Senyum Jay mengembang, hatinya menghangat. Duh, jadi ngebayangin senyumannya T_T

"Makasih, Ricky..."

"Syukurlah lo gak kenapa-napa."

Keduanya hampir saja berteriak karena kedatangan Heeseung yang seperti hantu, mana langsung nyelonong masuk ke dalam.

"Jayden, lo jagain Ricky ya," pinta Heeseung.

"Kenapa?"

"Firasat gue gak enak. Gue takut malam ini ada yang-"





BLAM!





Mereka terkejut bukan main mendengar bantingan pintu tersebut. Suaranya terdengar dari lantai bawah, sepertinya tepat di bawah kamar.

"Tunggu, kalau bukan Ricky..."

Tidak, jangan sampai.

"Kak Hazen! Woi!"

Panggilan Jay tak digubris. Dia dan Ni-Ki langsung mengejar Heeseung turun ke lantai bawah, yang ternyata menuju kamar Sunghoon.

Di depan kamarnya, Sunoo menggedor-gedor pintunya, sebelum digantikan oleh Jake yang menabrakkan diri ke pintu untuk mendobraknya.

"Setan sialan!" Maki Jake terus berusaha mendobrak pintu yang sulit didobrak. Padahal dia ini ahli mendobrak pintu loh...

"Sena kenapa?!" Tanya Heeseung panik.

"Ada setan itu di dalem, gue liat pas gue balik dari dapur," jawab Sunoo yang sama paniknya. "Gue gak sempet masuk, karena pintu ketutup."

"Petunjuknya pertama, apa yang berhubungan sama kata pertama dari Kak Sena?" Tanya Ni-Ki tak mengerti.

Jake mendesis sambil memegang lengannya yang sakit. "Sena pernah juara satu alias pertama ice skating, kalau kalian lupa."

"Sen, lo denger kan?! Sena!" Panggil Heeseung gantian mencoba mendobrak pintu.

Jay tahu itu tidak akan berhasil. Karena itu dia berlari ke pintu utama, lalu keluar dan berlari cepat ke halaman samping.

Jendela kamarnya terbuka! Sudah ia duga, Sunghoon bukanlah orang yang suka mengunci jendela sebelum ia tidur, karena pemuda itu menikmati hembusan angin malam.

Dan gotcha! Ia bisa masuk lewat sana!

Krieeet!

"SENA!!!!"

Sang hantu menoleh, menyeringai kepada Jay. "Terlambat."

Hantu itu melepas cekikannya, lalu menghilang. Jay mematung. Hantu itu benar, ia terlambat.

Yang ia lakukan hanya lah... memandang Sunghoon yang tergeletak kaku di lantai, disertai perasaan bersalah yang amat sangat di hatinya.

 memandang Sunghoon yang tergeletak kaku di lantai, disertai perasaan bersalah yang amat sangat di hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
20 Cube | ENHYPEN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang