“Ketika, semua orang berubah hanya satu orang yang tidak akan berubah, yaitu IBU!”
–Allea Intan Pahlevi–******
Allea membuka matanya perlahan, badannya terasa remuk redam seakan sudah ditimpa batu besar. Air wajah Allea berubah kaget kala melihat Papa dan Mamanya ada di ruangan serba putih ini.
Darma, Papa Allea berusaha menenangkan Cika yang menangis di pelukannya, sedangkan Allea semakin kaget lagi, kala pintu ruangannya itu terbuka menampakkan Azka yang berdiri dengan wajah memerah.
"K–kalian," lirih Allea dibalik alat bantu pernapasan yang menutupi hidung serta mulutnya. Sontak orang-orang yang berdiri di ruangan itu menatap Allea yang berusaha berbicara lebih banyak lagi.
"K–kalian ngapain?" tanya Allea nyaris tak terdengar. Wajah Darma memerah, seakan ingin menelan Allea bulat-bulat.
"Allea! Susah-susah Papa biayain kamu sekolah! Kenapa pake sakit segala?" Sembur Darma, membuat Allea menggeleng lemah.
"Sudah, Pa!" lirih Cika ditengah tengisannya.
"Kalau tau begini, Papa gaakan sekolahin kamu tinggi-tinggi Allea! Dasar gak guna."
"Stop! Diam disitu Om," bentak Azka dengan wajah merah padam. Allea melirik Azka dengan air mata sudah membanjiri pipinya. Sesak! Hancur lagi hati Allea, Papanya orang yang dulu ia banggakan sudah melukai hatinya.
"Kenyataannya seperti itu, dengan penyakit yang seperti itu dia tidak akan pernah sukses!" bentak Darma tak kalah sengit. Azka memejamkan matanya, berusaha mengembalikan kesadarannya, bahwa orang yang berdiri di hadapannya itu orang yang lebih tua dari dirinya.
"Kalau Om dan Tante tidak mau ngurus Allea lagi, biar Mama Azka yang angkat Allea sebagai anaknya!" ucap Azka, Allea menggeleng lemah. Allea berusaha mengangkat tangannya tapi tak bisa, kenapa tubuhnya jadi selemah ini?
"Su–sudah!" lirih Allea seraya menggigit bibir bawahnya kuat, Allea menahan isakan tangisnya.
"Pa! Jangan begitu, Allea juga masih anak kita," ucap Cika seraya menyentuh rahang kokoh Darma lembut. Air mata perempuan yang sudah melahirkan Allea tumpah kembali, untuk kedua kalinya ia menangis karena Allea.
Dulu, sewaktu ia melahirkan Allea dan sekarang ia menangis karena Allea anak satu-satunya terserang Leukemia. Anak gadis kebanggaannya terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit. Rasa kecewanya tidak sebanding dengan rasa sakit yang Allea derita saat ini.
"Dia sudah tidak berguna Cika!" Allea memejamkan matanya, setiap ucapan Darma seperti serpihan kaca yang menghantam hatinya.
"Dia anakmu, Darma! Darah dagingmu," ujar Cika seraya menatap Suaminya dalam, berharap laki-laki di hadapannya akan luluh.
Azka berjalan mendekati Allea lalu mengusap kening Allea lembut. "Cepat sembuh, temanmu ini butuh kamu di sampingnya!"
Azka mengusap sudut matanya seraya tersenyum hangat. "Ayo! Berjuang Allea, lo pasti sembuh!"
Darma dan Cika diam, menatap Azka yang tersenyum seraya mengusap kening anak mereka. Darma memasang wajah datar, laki-laki itu lebih memilih keluar dari ruangan itu daripada melihat Allea dan Azka. Sedangkan Cika tersenyum terharu.
"Lo pasti sembuh! Jangan nyerah, gue mohon!" ucap Azka sedikit bergetar. Allea menatap Azka dengan mata berkaca-kaca.
"Gue mohon! Jangan nyerah," ucap Azka lagi, sudut mata Azka berair segera Azka mengusap matanya kembali.
"Jangan nangis," lirih Allea lemah. Azka mengangguk lalu menatap Cika yang mematung menatapnya.
"Tante?" panggil Azka, Cika tersentak lalu melangkah mendekati ranjang Allea.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLEA: Thank You, Ka!
Teen FictionAllea tidak pernah mengetahui, bahwa dikhianati oleh orang-orang di sekitarnya akan begitu sangat menyakitkan. Allea kekurangan kasih sayang. Satu persatu orang-orang yang ia anggap penting, mengabaikannya. Bahkan satu-satunya alasan untuk dirinya...