Mungkin dengan kehilangan, semuanya akan sadar.
_____________
Titik dimana, ia perlahan mulai menyerah.
"Azka, gue mau berhenti sekolah!" Senyum tipis terlihat di wajah cantik Allea. Azka terdiam lalu menghela nafas.
"Kenapa?" lirih Azka seraya melanjutkan aktivitasnya, menyisir rambut Allea.
Allea menatap Azka dari pantulan kaca besar di hadapannya, nampak wajah Azka tertekuk tujuh lapis. "Percuma!"
Tangan kecil Allea menghentikan tangan Azka yang tengah menyisir rambutnya. Sedangkan Azka, nampak tertunduk melihat gumpalan rambut yang ada di celana yang ia pakai.
"Maksud, lo?" tanya Azka dengan nada tak enak, Allea berdiri lalu mensejajarkan tubuhnya dengan Azka.
"Dalam Minggu ini, gue harus secepatnya dioperasi, dan lo tau? Gue gamau dia donorin sumsumnya." Aura ruangan seperti menghitam, sorot mata Azka sangat tajam menatap Allea yang masih setia tersenyum tanpa beban.
"Lo tega ninggalin gue?" gumam Azka seraya menatap mata Allea lekat, begitu pula Allea yang langsung memutus kontak matanya dengan Azka.
Bukan ini yang Allea mau, tapi ini semua sudah kehendak takdir. Takdir yang harus diterima secara terpaksa. Tidak ada yang mau semua ini terjadi.
"Azka?" Tangan dingin Allea terangkat menyentuh rahang kokoh Azka yang mengeras.
"Lo beneran mau ninggalin gue?" Allea menggeleng lemah lalu memeluk Azka lama.
Hening, suara detak jantung Allea dan Azka saling bersahutan. Tak ada yang membuka suara sedikit pun.
Sepasang kekasih itu, hanyut dengan pikiran masing-masing. Begitu pula Allea, yang merasa beban yang ada di bahunya semakin berat.
"Gue sayang ama lo, All! Jangan berani ninggalin gue," gumaman Azka yang terdengar oleh Allea, sedetik kemudian bibir Azka menyentuh kening Allea lama.
Allea terpejam, seakan nyaman dengan posisi itu.
"Hanya takdir yang bisa misahin kita, Ka!" lirih Allea, tubuh Azka nampak menegang.
"Kenapa lo bicara, seakan lo bakalan pergi jauh?" Allea menghela nafas lalu menjauhkan kepalanya dari dada bidang Azka. Berat, semakin berat beban yang seakan menimpa Allea.
"Gue cuman mau berhenti sekolah, bukan mau berhenti bernafas!" Wajah Azka lagi-lagi memerah. Sudah berapa kali Azka mendengar kata-kata yang tak ingin Azka dengar dari mulut gadisnya.
"Lo harus terima donor dari dia!" tegas Azka, Allea menggeleng lalu berdiri.
"Gue gamau nerima donor, dari orang yang udah buat gue kayak gini!"
*****
Tatapan mata Devano tertuju pada seorang gadis yang saat ini ia hukum. Bunyi bell sudah berbunyi 15 menit yang lalu, dan Devano belum memasuki kelasnya.
Sedetik kemudian terdengar suara helaan nafas dari mulut gadis yang tengah berdiri di tengah lapangan, lebih tepatnya sekarang gadis itu tengah di jemur.
"Udah tiga kali, gue ngehukum lo! Tapi lo gapernah jera!" sarkas Devano seraya duduk di pinggir lapangan, membuat gadis yang tengah ia hukum mendengus sebal.
"Kak, panas!" keluh gadis berkulit sawo matang itu.
"Nikmatin aja, sampai jam kedua berakhir!" ucap Devano seraya mengipasi badannya. Karena, hari ini benar-benar panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLEA: Thank You, Ka!
Teen FictionAllea tidak pernah mengetahui, bahwa dikhianati oleh orang-orang di sekitarnya akan begitu sangat menyakitkan. Allea kekurangan kasih sayang. Satu persatu orang-orang yang ia anggap penting, mengabaikannya. Bahkan satu-satunya alasan untuk dirinya...