"Bang! Kak Allea, kenapa? Kok ada Bu dokter?" tanya Caca polos, Azka yang masih terbayang akan kejadian di sekolahnya itu tak kunjung menjawab. Membuat Caca gemas sendiri.
"Aws! Caca ngapain gigit, telinga Abang? Sakit Ca," ringis Azka seraya mengusap telinga kirinya yang digigit oleh Caca. Seketika Caca cemberut.
"Kak Allea, kenapa? Sebenernya Kak All, sakit apa?" Azka diam, lalu menghela nafas panjang. Jadi karena pertanyaan ini, Caca menggigit telinganya?
"Non Caca, mandi dulu, ya?!" Tatapan Caca beralih pada Bi Imah, lalu gadis kecil itu mengangguk patuh. Seakan lupa, tujuan utama ia bertanya pada Azka.
Tangan kanan Azka memijat pelipisnya, dengan dada terasa sesak Azka menoleh pada kamar Allea.
Ada perasaan sakit kala melihat Allea bersama Albi. Perasaan yang tak pernah Azka rasakan sebelumnya.
"Azka? Apa benar Allea membully Nurma?" tanya Cika yang tiba-tiba saja keluar dari arah dapur, membawa nampan yang berisi cemilan dan minuman dingin.
Azka menatap Cika lama, lalu menggeleng.
"Allea nggak salah! Allea cuman pengen haknya balik lagi," jawab Azka seraya menunduk menahan gejolak panas di dadanya.
"Masalah Albi?"
"Iya, Tan!" Azka mengangguk lalu memalingkan wajahnya.
"Kamu suka sama Allea?"
Deg!
Azka membulatkan matanya ke arah Cika yang sedang terkekeh kecil.
"Ng-nggak!" jawab Azka gelagapan. Cika semakin mengembangkan senyumnya, lalu menatap Azka dengan mata berkaca-kaca.
"Tante? Tante kenapa?" tanya Azka yang melihat gurat kesedihan di wajah wanita yang mirip sekali dengan Allea.
"Tolong bahagiakan Allea, saya takut penyakit itu semakin meradang dan All pe–"
Cika menghentikan ucapannya, sebagai Ibu dia tak kuasa membayangkan jika putri yang ia lahirkan akan pergi meninggalkan dirinya.
Melahirkan Allea dengan perjuangan hidup dan mati, tapi dengan semudah itu cobaan yang bisa merenggut nyawa anak satu-satunya itu datang. Sakit perasaan Cika.
Selama ini ia terlalu sibuk dengan kariernya, sehingga ia lupa ada seorang anak yang harus ia rawat dan diperhatikan. Penyesalan memenuhi wanita beranak satu itu.
"Allea akan selamat, dia tidak akan kemana-mana!" jawab Azka dengan wajah serius. Cika menggeleng, lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Sebagai seorang Ibu, saya merasa gagal!" Cika sesegukan, lalu menoleh pada pintu kamar Allea. Disana seorang Dokter muda berdiri dengan wajah murung.
"Saya gagal!" ulang Cika seraya menghapus air matanya.
"Keadaan Allea mulai membaik, dan Allea masih bersikeras tidak mau mendapatkan donor sumsum tulang belakang dari Papanya."
*****
Allea menatap pantulan dirinya, senyum tipis terukir di wajahnya. "Setidaknya, emosi gue keluarkan?"
Tangan Allea bergerak menyisir rambut sebahunya dengan pelan, namun tiba-tiba saja Allea diam mematung.
Ditatapnya sisir yang telah ia gunakan lama, Allea menelan ludahnya secara perlahan.
"Cepat sekali?" Allea membersihkan rambut yang melekat banyak di sisirnya itu, rambut Allea mulai rontok.
Entah, karena dosis obat yang terlalu tinggi atau karena memang bawaan dari penyakitnya. Allea pun tidak tau.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLEA: Thank You, Ka!
Fiksi RemajaAllea tidak pernah mengetahui, bahwa dikhianati oleh orang-orang di sekitarnya akan begitu sangat menyakitkan. Allea kekurangan kasih sayang. Satu persatu orang-orang yang ia anggap penting, mengabaikannya. Bahkan satu-satunya alasan untuk dirinya...