"Apapun, asalkan jangan Mamaku!"
-Allea Intan Pahlevi-*****
Gadis berambut sebahu itu kini, sedang berusaha mengembalikan kesadarannya. Dengan sedikit terhuyung ia berusaha menggapai pinggiran jalan yang sedang ia lewati.
Keringat dingin bercucuran, air mata entah sejak kapan jatuhnya menjadi saksi bisu betapa menyiksanya penyakit yang ia derita.
"Sa-sakit!" Allea merintih seraya memegang kepalanya yang terasa sangat sakit. Coba saja! Coba saja Allea tidak terlalu memikirkan banyak hal, pasti sekarang ia tidak akan seperti ini.
Pikiran tentang kejadian kemarin, bak beban satu ton di pundak Allea. Sulit dilupakan dan sulit untuk dimaafkan. Berat untuk diterima, tapi itulah kenyataannya.
Brugh!
Tubuh Allea ambruk di atas trotoar, namun Allea berusaha mengembalikan kesadarannya agar tidak benar-benar pingsan.
Sakit, lelah, dan sedih menjadi satu.
"Eh! Tolong ada orang pingsan!" Allea membuka matanya sepersekian detik sebelum kesadarannya hilang. Samar-samar terdengar suara gaduh di sekitarnya.
"Allea! Jangan pingsan."
*****
"Maaf, boleh saya bertemu dengan orang tuanya?" Allea membuka matanya, objek yang tampak untuk pertama kalinya adalah Dokter di sampingnya.
"Sebentar lagi, dia akan kesini!" Allea mengalihkan pandangannya pada seorang wanita yang berdiri di sampingnya. Bukankah dia?
"Tante!" lirih Allea dengan tatapan mata sendu. Wanita di sampingnya merupakan wanita yang sudah membuatnya seperti ini. Wanita yang telah merebut cinta pertamanya.
Wanita itu melirik ke arah Allea lalu tersenyum tipis. "Papa, kamu akan segera ke sini!"
Satu tetes air mata Allea jatuh, kenapa wanita di sampingnya terlihat sangat tenang? Bahkan tidak sedikitpun ada raut wajah menyesal.
"Tolong, kembalikan Papa! Jangan ambil kebahagian saya, saya mohon," suara Allea sedikit tersendat.
"Allea, jangan terlalu banyak bicara!" cegah Dokter yang juga tengah berada di ruangan itu. Allea menggeleng lemah, wajahnya semakin pucat dan tidak bertenaga.
"Tolong, jangan ambil kebahagian saya!" Mata Allea terpejam, perasaan sakit semakin nyata. Dia tidak pernah mengiba seperti ini, terkecuali pada orang tuanya sendiri.
Hening!
Tidak ada yang bersuara, Dokter itupun enggan mengeluarkan suaranya. Bahkan Wanita yang telah merebut Papanya itupun hanya menatap Allea dalam.
Nafas Allea tercekat. "Seandainya, saat ini hidup Allea berakhir, Allea mohon! Jangan sakiti hati Mama Allea!"
Ceklek!
Laki-laki yang sedari tadi mereka tunggu berdiri di ambang pintu, Allea mengalihkan pandangannya ke lain tempat. Sakit melihat wajah teduh itu.
"Orang tuanya, Allea?" Darma mengangguk cepat. Wajahnya terlihat sangat khawatir setelah melihat wajah anak gadisnya pucat.
"Ikut keruangan saya, ada beberapa hal penting yang harus saya bicarakan, tentang Allea!"
"Baik!"
Allea melirik sekilas ke arah Darma yang sudah mengikuti Dokter keluar dari ruangan tempat yang ia rawat.
"Saya tidak berniat mengambil Papamu, Allea!" Wanita itu mengawali pembicaraan kembali. Senyum sinis terpampang di wajah Allea, muak! Apalagi wanita itu sedang membawa buah hasil perselingkuhan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLEA: Thank You, Ka!
Novela JuvenilAllea tidak pernah mengetahui, bahwa dikhianati oleh orang-orang di sekitarnya akan begitu sangat menyakitkan. Allea kekurangan kasih sayang. Satu persatu orang-orang yang ia anggap penting, mengabaikannya. Bahkan satu-satunya alasan untuk dirinya...