Penyesalan tak akan membuat hati ini kembali menyatu dengan baik seperti sediakala, apa kau pernah melihat kaca yang sudah dilem berbentuk sesempurna seperti sediakala tanpa cacat?
Allea Intan Pahlevi.
________
Tubuh Allea menggigil, bahkan dua lapis selimut tebal tak mampu menghalau rasa dingin di tubuh gadis mungil itu.
Gigi-gigi Allea saling beradu, tak terhitung berapa keringat dingin yang sudah berjatuhan di pelipis Allea.
"Pa, Allea rindu!"
"Mama!"
Mata Allea terpejam dengan alis tertaut, Allea meracau. Tangan Allea memegang selimut yang membalut tubuhnya begitu erat.
"Papa, kepala Allea sakit!"
"Ma, aduh! Maa!"
Cika yang mendengar suara lirih dari balik pintu Allea, seketika memastikan apa yang terjadi pada anaknya.
Detak jantung Cika terasa terhenti, laptop dan gelas yang tadi ia pegang seketika terjatuh. Kala melihat anaknya kesakitan.
"ALLEA!"
Cepat-cepat Cika menelpon ambulans, dan membawa Allea kerumah sakit terdekat dari rumahnya.
"Saya mohon, Dok! Sembuhkan anak saya, saya akan kasih berapa pun uang yang Dokter minta! Berapa juta? Berapa milyar pun akan saya kasih, asalkan anak saya sembuh!" ucap Cika seraya menarik kerah baju Dokter yang menangani Allea. Dokter itupun hanya menggelengkan kepalanya.
"Bukan masalah uang, Bu! Tapi, saya berjanji akan berusaha sekuat tenaga saya." Dokter itu berbalik badan dan meninggalkan Cika sendirian di koridor rumah sakit.
Cika memegang dadanya, melihat Allea dan alat bantu kehidupan di ruang ICU. Kondisi Allea tiba-tiba memburuk.
Penyebaran sel kanker yang awalnya lambat, malah semakin cepat berkembang. Terbayang bagaimana sakitnya itu. Tangis Cika pecah, ini akibat dari keegoisannya.
Mungkin, sekarang Tuhan sudah menyadarkannya lewat penyakit Allea.
"Ya Tuhan," lirih Cika disela tangisannya.
*****
Hujan mengguyur kota begitu deras dan Allea masih berada di atas ranjang ICU.
Hening.
Mata Allea masih terpejam, membuat orang-orang di luar sana semakin khawatir akan keadaan gadis cantik nan pintar yang kini terbaring lemah.
Dokter dan Suster mondar-mandir memeriksa perkembangan kondisi Allea, namun nihil. Tidak ada respon yang menunjukkan bahwa Allea akan sadar.
Tangis Cika semakin menjadi, kala Dokter menyatakan bahwa Allea membutuhkan donor sumsum tulang belakang sesegera mungkin.
Hancur hati wanita beranak satu itu, kala mendengar anak semata wayangnya harus dioperasi dalam waktu dekat.
Bahkan ia sampai lupa untuk makan dan minum seharian ini. Berkas-berkas penting yang harusnya ia kirim pada atasannya dibiarkan terbengkalai.
Dengan sempoyongan Cika terduduk di pinggir koridor rumah sakit, putus asa kala mendengar kata demi kata yang Dokter tadi katakan.
Dinginnya hujan tak lagi ia rasa. Tangisnya semakin pilu menyayat hati orang-orang yang melewati koridor itu.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada Cucuku!" Suara bariton menggelegar dari arah belakang Cika. Pahlevi, ia datang kala anak tertuanya menelpon dengan suara isak tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLEA: Thank You, Ka!
Teen FictionAllea tidak pernah mengetahui, bahwa dikhianati oleh orang-orang di sekitarnya akan begitu sangat menyakitkan. Allea kekurangan kasih sayang. Satu persatu orang-orang yang ia anggap penting, mengabaikannya. Bahkan satu-satunya alasan untuk dirinya...