BAGIAN 28|| JANJI JADI DURI

10.4K 581 37
                                    

"Ketika janji menjadi duri."

Tak semua janji harus ditepati, ada kemungkinan janji itu akan hilang dengan sendirinya dan semanis-manisnya janji, jangan pernah berharap lebih padanya. 

Manusia terluka karena dirinya sendiri, atur porsi mempercayai dan berharap kepada seseorang.

Semakin dalam Manusia mempercayai dan berharap pada orang lain, makin besar pula luka yang akan tercipta jika yang diharapkan berbanding terbalik dengan apa yang diharap.

Semakin dalam Manusia mempercayai dan berharap pada orang lain, makin besar pula luka yang akan tercipta jika yang diharapkan berbanding terbalik dengan apa yang diharap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue janji bakalan sembuh, Ka!"

Azka terbangun dengan nafas tersengal, ditatapkan kamar yang nampak asing di matanya.

Mimpi dan bayangan perihal Allea pergi nampak nyata, tentu itu semua sangat menyakiti Azka.

Dengan bersimbah keringat, Azka berusaha bergerak namun nihil. Badannya terasa remuk redam dan sebelah kakinya terasa sangat sakit.

"Agrhh!" Azka berteriak histeris kala kakinya berusaha ia gerakkan. Beberapa menit kemudian, beberapa orang yang Azka kenali membuka pintu.

"Azka? Azka bangun, Om."

"Saya akan memanggil, Dokter!"

"Cepetan Om."

Azka mengernyit, apa sekarang dirinya dirawat? Tapi kenapa?

"Azka?" ucap Devano diikuti Galih di belakangnya. Wajah Galih terlihat gugup membuat Azka semakin bingung.

"Mana Allea?" tanya Azka. Devano dan Galih menunduk dalam membuat Azka seketika terdiam, air mata laki-laki itu akhirnya tumpah.

"Mana Allea?!" Suara Azka naik beberapa oktaf membuat dua orang yang tadi menunduk menjadi mendongak.

Perasaan Azka semakin campur aduk kala Devano menggeleng dan memegang tangannya.

"Seharusnya lo bisa nerima kenyataan."

Deg!

Rahang Azka seketika mengeras, wajah Azka pun sudah memerah menahan emosi yang sudah siap untuk meledak.

"Kenapa lo harus nabrakin diri ke pembatas jalan, Ka!" Galih menyahut dengan mata berkaca, kalau tidak ingat akan Azka adalah sahabatnya. Sudah dipastikan Azka sudah ia celakai saat ini.

Suasana ruangan menjadi gelap, cuaca pun seakan ikut paham apa yang dirasakan Azka saat ini.

Namun, sampai beberapa menit laki-laki yang tidur dengan selang infus ditangannya itu tidak menjawab pertanyaan sahabat-sahabatnya.

Hanya air mata yang sudah tak terbendung yang menjadi saksi betapa sakitnya hati Azka saat ini.

"ALLEA!" teriak Azka seraya menangis histeris, Devano dan Galih seketika memegang tangan Azka yang berusaha mencopoti benda-benda yang melekat di tubuhnya.

ALLEA: Thank You, Ka!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang