Hujan adalah momen yang terbaik.

28 3 0
                                    



Setelah sekian lama menunggu hal ini untuk terjadi, mana mungkin aku menolak bukan? Tidak ada satupun alasan yang bisa menghalangiku untuk membatalkan rencana ini. Ya! Engga boleh gagal pokoknya.

Aku sudah berpakaian rapih dan sangat wangi, semuanya sudah beres, tidak ada satupun yang terlewat. Aku sudah siap untuk berkunjung ke rumah Larisa saat semua orang rumahnya sedang tidak ada di rumah.

Saat sampai, tidak tanggung-tanggung, aku langsung di sambut oleh malaikat yang jatuh dari langit itu. Pakaiannya, wanginya, semuanya membuatnya jauh lebih cantik!








Beberapa hari sebelumnya, saat kami sedang membicarakan hari ini. Kami berdua sangat berapi-api tentang apa yang mungkin akan kami berdua lakukan. Tetapi, setelah sekitar dua jam di rumahnya, entah kenapa yang kurasakan hanya rasa canggung. Bukan hanya diriku, tapi juga dirinya.

Pada akhirnya kami berdua menonton film, namun tidak berlangsung lama, karena aku merasa sangat mengantuk, karena itu aku terlelap. Saat aku terbangun, aku telentang di lantai dengan bantal di kepalaku, padahal seingatku aku sedang bersandar di pinggiran kasurnya. Saat aku terbangun suasananya cukup dingin, ternyata turun hujan di luar, di tambah dengan penyejuk ruangannya, aku mulai merasa kedinginan.

"Oh kamu udah bangun ternyata.." ujar Larisa yang masuk ke kamar.

"Ah, i-iya. Maaf ya, aku malah ketiduran.." sahutku sembari mengangkat diriku.

"Tidak usah bangun, lanjut tiduran saja.."

"Eh? Oh, oke.." aku merebahkan tubuhku kembali.

"Biarin aku nemenin kamu.." ujarnya tersenyum sembari merebahkan tubuhnya di sebelahku.

"Emm.., engg-engga apa apa?" Tanyaku malu-malu.

"Gapapa. Lagian, kita udah ngomongin tentang ini kemarin kan?"

"A-apa kamu engga malu?"

"Kalau kamu tanya begitu, ya, pasti malu lah.." sahutnya memalingkan pandangannya.

"Benar juga.., maaf."





Sial.


Apa yang harus kulakukan?!



Larisa udah kasih lampu hijau begini!

Mana lagi hujan! Suasananya pas banget!






"A-a-apa sekarang waktunya?" Tanyaku.

"Mana kutahu, kan kamu.." sahutnya.

"Ah, emm, gi-gimana ya..."

Larisa menghela nafas lalu tersenyum kepadaku, "waktu itu sudah kubilang kan? Kalau kamu memilih tempat dan suasana yang tepat, aku engga masalah kalau kamu mau inisiatif.."

"Kalau begitu, bagaimana suasana sekarang? Apa cocok?"

"Seratus persen!"

"O-o-oke.., aku mulai ya.."

"Kalau pipi lagi, aku bakal marah.." godanya.

"I-i-iya, aku paham.."



Larisa langsung menutup matanya, dia memajukan bibirnya sedikit. Kali ini aku harus benar-benar mencium bibirnya, aku tidak bisa kabur lagi. Ya sudahlah, nekat saja!

Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya, semakin dekat, napasnya sedikit menggelitik, aku penasaran apa nafasku juga menggelitik Larisa. Semakin dekat wajah kami, semakin aku mulai yakin dan secara perlahan menutup mataku juga. Semakin mendekat, hingga bibirku merasakan sesuatu yang agak hangat dan basah di ujung bibirku. Aku lalu terus menempelkannya hingga bibirku merasakan ke semua bagian dalam bibirnya.



Dibalik Dunia NalarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang