Kehangatan manusia.

27 3 0
                                    




Sudah 5 tahun berlalu, namun ketika aku teringat olehnya, rasanya baru saja terjadi kemarin. Seharusnya sudah bisa direlakan bagi semua orang, aku sudah agak merasa begitu, namun sepertinya tidak dengan ibuku.

Ya, dia memang tertawa ketika ada sesuatu yang lucu dan berekspresi seperti biasanya.

Namun ketika sendirian, aku melihat jelas ke dalam dirinya. Bahwa dia jelas sekali kesepian.





Mungkin kami berdua masih belum bisa melupakannya.











Aku membawa motorku di antara ramainya arus para pekerja kantoran pulang kerja, langit sudah gelap, udaranya mulai menjadi lebih sejuk. Membuatku teringat dengan apa yang terjadi pada malam itu, ya jika dibandingkan, malam itu sudah masuk larut malam. Mengingat hal itu kembali membuat mataku sedikit berair dan terasa sesak dalam dadaku.






Tapi sudah 5 tahun berlalu,






aku seharusnya sudah merelakannya bukan?






Ibuku kini tinggal bersama saudaranya, karena lebih dekat dari pekerjaannya. Ibuku selalu merasakan kesepian, karena itu ia tinggal bersama saudaranya yang memiliki anak yang masih kecil-kecil. Awalnya aku tinggal di situ juga, tetapi setelah mendapatkan pekerjaan sampingan, aku tinggal di sebuah kosan dekat kampus. Terkadang anak-anak dari saudara ibuku sering berisik, karena itu aku pindah untuk mendapatkan ketenangan dan privasi.

Setelah sampai di rumahnya, kudapati rumahnya sepi. Ibuku langsung menyambutku dengan pelukan hangatnya, menyuarakan kepadaku seberapa kesepian dirinya. Setelah mandi, ibuku menjelaskan bahwa saudaranya dan anak-anaknya sedang pergi keluar kota semalaman. Pantas saja ibuku memintaku untuk menemaninya.

Sembari menyantap makan malam bersama, kami mengobrol beberapa hal dengan ditemani suara televisi yang menyala. Sesekali ibuku melihat televisinya yang sedang menayangkan sinetron azab favoritnya. Aku memperhatikan tatapannya yang terasa sepi, wajahnya yang semakin menua dan juga rambutnya yang mulai memutih itu, rasanya aku serasa ingin menangis ketika melihat ibuku kesepian seperti ini.



"Gimana kabar, Larisa?" Tanya ibuku.

"Ah, kok mama tau..., oh waktu itu ya.."

"Waktu itu dia kan ke sini, nyariin kamu.."

"Yah.."

"Keliatannya anak baik. Satu jurusan juga sama Rian?"

"Engga, beda kampus malah.."

"Oalah.., temen SMA?"

"Engga juga. Baru kenal pas ujian masuk.."

"Ohh..., bagus deh.."

"Hm? Bagus apanya?"

"Ya, Rian punya temen sekarang.."

"Ish, aku emang punya temen.."

"Bawa dong ke sini kapan-kapan, perasaan cuma Gabriel sama Larisa doang yang mama tau.."

"Iya, iya, nanti kapan-kapan.."






Kami berdua lalu terdiam sesaat, ibuku kembali melihat layar televisi. Sedangkan aku bingung mau berkata apa, sudah sepuluh kali lebih aku membuka layar ponselku dan selalu tidak ada notifikasi apapun yang muncul.

"Gimana kuliah? Lancar?" Tanya ibuku.

"Ah, ya biasa. Lancar.." sahutku.

"Bagus deh.."

Dibalik Dunia NalarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang