Terlalu sensitif

23 3 0
                                    


Saat sampai dikosan, tanpa sadar aku langsung menuju kasur dan berbaring. Ya, sepertinya setelah itu aku ketiduran, walaupun sudah setengah hari tidur, entah kenapa rasa kantuknya masih ada. Saat aku terbangun, sudah larut malam ternyata, tidak ada Larisa di sini, sepertinya dia sudah pulang. Bagus lah kalau seperti itu, tapi aku merasa bersalah karena tidak mengantarkannya.

Tak lama, ada yang mengetuk pintu, aku membukanya, ternyata itu adalah mahasiswa yang tinggal di kamar sebelahku.

"Eh, Adi, apa apa?" Tanyaku.

"Kakaknya Larisa, kali ini dia.." sahutnya.

"Eh? Maksudnya?"

"Aku bukan Adi, aku adalah Wulan.."

Aku lalu tersadar, bahwa mata Adi terlihat berwarna biru. Jelas sekali bahwa itu memang bukan warna mata aslinya.

"Wulan? Kok? Ah, apa kamu selama ini cowok?!"

"Bukan ih, aku sedang meminjam tubuh orang ini, buat bisa berkomunikasi.."

"Wah, begitu rupanya.., hebat.."

"Yah, intinya jangan lupa buat tanya tentang Kakaknya Larisa.."

Setelah berucap hal itu, matanya Adi berubah kembali normal kembali. Dia melihatku dengan bingung.

"Ada apa ya?" Tanya Adi.

"Lah gimana? Tadi kan lu nanya gua ada sabun atau engga, terus gua udah jawab engga ada.." sahutku.

"Oh gitu, yaudah makasih ya.."


Untungnya aku bisa cepat tanggap untuk membuat alasan palsu. Aku lalu kembali ke dalam kamarku dan duduk di kasur. Jika aku ingat-ingat, Wulan makin ke sini, makin mulai berbeda. Dari awalnya aku hanya bisa mendengar suaranya saja, lalu bisa melihat dirinya, dan sekarang dia bahkan bisa merasuki tubuh orang lain. Sebuah kemajuan yang bisa dibilang mengerikan, bisa dibilang, orang yang dirasukinya itu sedang kesurupan bukan? Memang dirasuki oleh mahluk halus selalu berarti sesuatu yang negatif, tapi kalau Wulan yang melakukannya apa juga termasuk kerasukan? Sepengetahuanku, Wulan bukan tipe arwah yang ingin menggangu manusia, malah dia sering membantuku.

Tiba-tiba seseorang masuk dengan membuka pintuku begitu saja tanpa mengetuk terlebih dahulu, namun setelah kulihat, orang itu adalah Larisa.

"Udah bangun ya kamu" ujarnya.

"Eh? Aku kira kamu udah pulang.., bentar, kenapa kamu belom pulang?!" Kagetku.

"Mana mungkin aku ninggalin pacar aku yang lagi sakit begitu.."

"Hmm, pasti karena kamu takut pulang sendirian kan?"

"Yah, itu juga sih.."

"Yaudah, ayok kita pulang sekarang.."

"Di sini aja...., ga boleh?"

"Eh? Ma-maksudnya?"

"Boleh aku nginep di sini?"


Eh?! Dia mau nginep?!

"Ta-tapi Mama kamu? Terus juga besok kan kamu kuliah.."

"Aku udah bilang ke mama sih, lagian juga kamu masih capek begitu. Bisa bahaya kalau nganter aku.."

"Ka-kalau gitu sih, y-ya udah.."


Ternyata Larisa belum pulang, dia barusan keluar untuk membeli dua bungkus nasi goreng dan obat sakit kepala. Ya, sepertinya dia memang mengira aku sedang kurang fit. Tetapi kalau dia menginap, bukannya itu udah terlalu berlebihan? Setelah menyantap makanan dan meminum obatnya, aku langsung membereskan kasurku dan menggelar karpet untukku tidur di lantai, ya, tidak mungkin aku membiarkan Larisa tidur di lantai.

Dibalik Dunia NalarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang