Bertanggung jawab.

11 1 0
                                    

Kami di sambut oleh laki-laki yang terlihat agak lebih dewasa dariku dengan penampilan rapihnya itu. Kemeja, celana, dan sepatu yang serba putih itu, meninggalkan kesan yang agak mengerikan bagiku. Aku berpikir, bahwa tempat ini semacam salah satu jalan menuju after life.

"Selamat datang. Perkenalkan, saya Haris. Saya di sini untuk memandu kunjungan kalian."

"Apa kabar, Haris?" Tanya Lia.

"Baik, bagaimana dengan anda sendiri?"

"Y-yah, lumayan lah."

"Begitu. Saya duga ini adalah Andini dan Rian, benar?"

"Iya. Sesuai kabar dariku tadi, ada yang ingin memajukan jadwalnya.."

"Tidak masalah. Romo memang sudah menantikannya, sedikit perubahan, tidak masalah sama sekali."

Haris lalu mendekatiku dan menawarkan tangannya kepadaku, "Kalau anda berkenan, mari ikut bersama saya."

Melihat sikapnya yang terasa sangat formal itu, membuatku agak merinding sebenarnya. Tetapi aku tidak terkecoh, sepertinya ia ingin memisahkan aku dengan Andini.

"Lalu bagaimana dengan Andini?" Tanyaku.

"Dia akan bertemu Romo untuk pengadilan."

"Kalau begitu, bawa aku juga. Aku harus memberikan kesaksian pada Romo."

"Iya. Nanti ada waktunya kamu juga menghadap Romo. Tapi untuk sekarang, silahkan ikuti saya." Sahutnya dengan wajah senyumannya itu.





Walaupun sempat ragu, aku menuruti perkataannya dan ikut bersama Haris. Kami berjalan menuju lorong sebelah kanan, sedangkan Andini dan Lia masuk ke lorong sebelah kiri. Setelah beberapa saat berjalan menelusuri lorong yang serba putih ini, pemandangan kami seketika berubah menjadi lebih segar, terdapat sebuah taman hijau yang ada di ruangan serba putih ini. Terdengar juga suara kicauan burung yang terdengar sangat asri. Kami lalu berhenti di tengah-tengah taman, tepatnya di depan air mancur. Terlihat refleksi ku di permukaan air yang kabur karena percikan air.

"Bolehkah aku bertanya?" Ucapku.

"Silahkan." Sahut Haris.

"Apa kamu mengenal Nawang Wulan?"

"Yang kamu tanyakan, Nawang Wulan yang asli, atau yang palsu?"

"Eh? Maksudnya?"

"Nenek buyutmu, Nawang Wulan, atau temanmu, Nawang Wulan?"

"Jadi kamu tahu, soal Nawang Wulan yang aku kenal?"

"Iya. Tentu saja."

"Apa aku boleh tahu?"

"Iya. Sudah waktunya juga."

"Benarkah?"

"Iya. Tapi, ceritanya akan sedikit panjang. Apa kamu mau mendengarkannya?"

"Pasti! Tolong ceritakan.."

"Pertama-tama, kamu harus mengerti siapa kami dan mengapa kami ada di sini."

"O-oke.."

"Orang-orang di bumi memberikan banyak julukan kepada kami. Salah satunya, adalah Bidadari."

Haris lalu mulai menceritakan tentang asal mula kisahnya. Ia mengatakan bahwa ia tidak ingat bagaimana ia terlahir, yang ia tahu, hanyalah bahwa ia memiliki satu tugas, yaitu mengabdikan hidupnya untuk manusia. Tiap satu bidadari, memiliki Tuan nya masing-masing. Mereka tidak tahu seperti apa pengabdiannya, mulai kapan, sampai kapan, serta apa saja yang boleh dan tidak boleh. Hanya satu aturan yang mereka tahu, yaitu untuk melayani dan jangan menyakiti. Namun seiring waktu berjalan, timbul kesadaran bahwa tugas mereka sebenarnya belum dimulai, karena bahkan Tuan nya masing-masing tidak bisa melihat apalagi berinteraksi dengan para Bidadari. Oleh karena itu, bagaikan anak kecil yang belum dewasa, yang ada dipikiran mereka hanyalah bermain dan melakukan apapun yang menarik perhatian mereka.

Dibalik Dunia NalarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang