Sejujurnya aku sudah bisa menebak siapa yang melakukan ini, namun rasanya masih janggal. Karena aku masih belum menemukan motif dari pelakunya.Seseorang yang kukenal sejak awal masa perkenalan kampus itu, rasanya sangat berbeda dari yang kukenal. Mungkin itu adalah persona miliknya.
Ya, sebuah persona.
Entah apa yang pernah terjadi kepadanya, tetapi kini Gabriel adalah orang yang sengaja menutup dirinya dari orang lain.
Mengapa aku bisa sangat yakin? Singkatnya, mungkin apa yang dia alami sama seperti apa yang aku pernah alami.
Manusia adalah mahluk sosial, begitulah kata-kata dalam buku dan yang sering diajarkan. Manusia membutuhkan manusia yang lainnya, manusia harus berinteraksi dengan manusia yang lain, dan untuk bisa berinteraksi dengan manusia lain, manusia harus bisa beradaptasi dan menyamakan dirinya dengan lingkungan sekitar.
Dalam artian lain, manusia secara tak sadar membuat sebuah atmosfer, sebuah aliran, yang mana jika satu orang melawan arus dari aliran tersebut, maka orang itu akan terlihat menonjol.
Di dunia ini, sesuatu yang berbeda dari kebiasaan maka dianggap tidak lazim.
Dianggap aneh.
Karena itu, ketika tahu bahwa dirinya dianggap tidak lazim, aneh, maka seseorang akan secara terpaksa mengikuti arusnya dan menjadi tidak menonjol lagi.
Itu lah yang ku simpulkan sejak kejadian SMP yang menimpaku. Mungkin saja kesimpulanku itu juga tepat dengan apa yang terjadi kepada Gabriel, Mungkin saja.
Setelah berdiri cukup lama, aku segera berjalan untuk meninggalkan tempat itu. Namun saat hampir melewati pintu, aku tersadar terdapat suatu barang yang berada di bawah kursi dekat pintu. Aku jongkok untuk memeriksa, kutemukan sebuah dompet, dilihat dari ukurannya yang besar, sepertinya ini adalah dompet wanita.
Aku melihat isinya yang terdapat yang tunai, ATM, dan Kartu Indentitas. Ternyata, pemiliknya adalah orang yang kukenal. Dan dari alamat pemilik dompet tersebut, sepertinya aku mulai sedikit mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Karena itu aku segera pulang dan tidur agar bisa bangun pagi.
Pagi harinya, aku langsung pergi menuju kosan Gabriel. Sama seperti sebelumnya, Gabriel masih belum pulang. Aku sudah menduganya, oleh karena itu aku langsung membawa motorku untuk berpergian jauh. Ke tempat di mana biasanya Gabriel menghabiskan akhir pekannya. Yaitu villa saudaranya di Bogor.
Untungnya sekarang adalah hari Sabtu, walaupun memang beberapa kali terjebak macet di jalan, aku tidak perlu membolos kelas lagi. Aku sudah cukup banyak membolos, biasanya karena kesiangan. Karena itu sebisa mungkin aku mencoba untuk tidak bolos lagi untuk semester ini.
Semakin jalannya yang makin menanjak, semakin terasa pula udara dingin yang tembus ke dalam jaketku ini. Walaupun matahari bersinar dengan terangnya, tetap saja mengalahkan dinginnya udara yang menerpaku. Sekali, aku berhenti di sebuah supermarket untuk beristirahat dan mengisi cairan tubuh yang hilang. Tak lupa juga, aku mengirimkan foto pemandangan dan memberi kabar kepada Larisa bahwa aku sedang di puncak.
Ketika sedang nikmatnya menikmati mie instan kemasan cup kuah hangat di dinginnya udara, Larisa menelfonku, lebih tepatnya panggilan video.
"Kamu beneran di Bogor?" Tanyanya.
"Bener, nih" sahutku sembari memutar kamera dan menunjukkan tampilan gunung yang terlihat jelas.
"Wah, enak ya.." ujarnya dengan wajah sedikit cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Dunia Nalar
ParanormaleRian Chandra, seorang Mahasiswa yang sedang dalam masa kasmarannya, tiba-tiba terganggu dengan banyaknya kejadian aneh yang terjadi dan secara tidak sengaja berhubungan langsung dengan dirinya. Karena kejadian aneh itu mengganggu kehidupannya, ia ti...