Bab IV

1.1K 109 7
                                    

Sebenarnya bisa saja Jeffrey memusyawarahkan perkara pindah rumah, namun gambaran kata tidak sudah terpampang nyata di pikiran pria itu. Mengingat bagaimana hanya Mariel sebagai pihak netral, belum menerima sekaligus tak juga memberi perlawanan secara terang-terangan seperti dua adiknya. Jika Sagara jelas menunjukkan rasa tidak suka, maka ada seribu diam dari Jendral yang membuat dingin kian menyelimuti kehidupan baru Jeffrey.

Sarah lebih santai ketimbang empat laki-laki di dalam rumah hari ini, barangnya sudah langsung ditaruh di rumah baru mereka. Jeffrey perlu memprioritaskan surat berharga, Mariel memikirkan semua dokumen kuliah untuk pendukung skripsinya nanti. Ada pula Jendral dengan ketenangan lalu terakhir, Sagara pusing tujuh keliling sebab ternyata barang pemuda itu paling banyak.

"Ini punya kamu?" tanya Sarah lembut, melihat pada Sagara yang tengah menggaruk belakang kepala secara asal. Kesal bukan main, pindah rumah ternyata sulit. "Iya, biarin aja."

"Mama bawa ke depan ya? Biar sekalian sama punya Mariel."

Sagara masih memalingkan muka, berusaha keras menunjukkan kalau dia mengabaikan keberadaan Sarah.

"Sagara?"

"Gak usah."

"Kenapa? Nggak berat kok."

"Emang," jawaban ketus barusan menjadi tanda kalau dia sudah diambang batas bingung mau bersikap bagaimana. Maka mengabaikan lembaran kertas yang berserakan di dekat meja belajar, Sagara lebih memilih menghampiri Sarah lalu mengambil secara paksa box di tangan ibu tirinya untuk kemudian disatukan dengan milik Mariel. "Makannya aku bisa bawa sendiri."

Sarah menatap punggung dengan t-shirt putih menjauh, berjalan dengan membawa kotak coklat berisikan foto dan beberapa medali. Lantas pandangan si perempuan jatuh pada hamparan kertas, berserakan memenuhi ruang kosong disebelah meja belajar. Kalau Sagara memilih meninggalkan kegiatan merapikan tumpukan kertas hanya untuk mengantar barang ke Mariel, maka Sarah akan membantu dengan cara lain.

Perempuan dengan rambut setengah terurai berjalan menuju meja belajar, belum masuk langsung ke tempat tidur si pemuda. Sengaja dibuat terpisah karena kalau sudah melihat kasur, rasanya Sagara seperti diberi panggilan alam penuh tarikan supaya meninggalkan semua kegiatan. Sekalipun besok ujian kenaikan kelas, dia tetap memilih tidur. Alhasil, Jeffrey membuat sekat antara tempat tidur dan meja belajar plus pc gaming milihnya.

"Nilainya bagus-bagus," monolognya sembari menaruh lembaran hasil ujian ke dalam map. Sudah diberi judul di luar untuk kelas sebelas, Sarah tinggal memasukkan.

Sedangkan pemilik kertas ujian sudah kembali, namun memilih berdiri di depan pintu. Melihat bagaimana perempuan bergaun coklat berhasil merapikan kertas hamparan kertas. Persis sebagaimana Irisha yang tidak pernah mempertanyakan kenapa kamarnya berantakan dan langsung membereskan semua. Padahal Sagara tidak pernah minta, dia cuma butuh waktu sendiri untuk mengumpulkan tenaga sebelum kerja keras alias merapikan kamar.

"Mal—"

"Sstt! Ayo bantuin Bang Jendral ngangkut sepeda."

Mariel mengerutkan dahi, alisnya hampir bertautan waktu Sagara dengan paksa membekap mulut pemuda itu kemudan mereka beralih ke dekat garasi. Sesuai ucapan Sagara, membantu Jendral memindahkans sepeda padahal nyatanya Jendral menolak keras dua saudaranya menyentuh dua sepeda kesayangan.

"Apasih lebay banget, pegang doang."

"Tadi katanya minta dibantuin."

"Siapa?"

"Lo lah, gue kan gak suka sepedahan."

Jendral menatap Sagara sedangkan adiknya justru memalingkan muka, pura-pura sibuk memandangi barang lain yang sudah masuk pick-up.

ALCANDER [Jaehyun Jung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang