Masih terlalu pagi kalau untuk sepasang suami istri ini pergi kerja, sayangnya mereka malah sengaja mau pergi berdua. Sarah sebenarnya belum paham mau dibawa kemana oleh laki-laki di kursi kemudi. Bisa dibilang asal ikut tapi mau seasal apapun kalau bersama Jeffrey keamanan si perempuan masih terjamin. Sarah menambah volume musik dari Celine Dion, bukan lagu favoritnya hanya saja barusan terlalu pelan karena Jeffrey baru mendapat panggilan oleh Mariel.
Seperti biasa cuma ada obrolan singkat tentang pekerjaan, keseharian anak-anak mereka. Bukan topik rinci seperti bagaimana keuangan perusahaan atau bagaimana Sarah melakukan manajemen tata letak pasokan mengingat ia memiliki bakery. Lebih hanya garis besar keadaan bakery serta yang terpenting adalah sikap ketiga anak Jeffrey.
Paling mengejutkan adalah waktu Sarah bilang kalau Sagara sudah sangat menerima keberadaannya. Bahkan sempat diperkenalkan pada tim basket sekolah. Mariel seperti biasa tetap bersikap seperti mereka masih ada di bangku kuliah. Sementara tentang Jendral, Sarah sengaja belum mau menceritakan apapun sebab dia pun ingat belum meminta maaf atas insiden kemarin sore.
Setelah Sagara sudah lebih tenang, Jendral justru mengunci diri di dalam kamar hingga makan malam. Setelahnya pun cuma bertegur sapa dengan Mariel lalu kembali beralasan mau baca buku dan kalau sudah begitu, Sarah punya kuasa apa untuk menganggu. Tempat tujuan pilihan Jeffrey yang pertama adalah restaurant untuk sarapan. Mereka sudah pernah kemari, keadaan Sarah masih sebatas anak magang di salah satu cabang perusahaan miliknya.
"Dulu waktu kesini agak khawatir gak sih, aku masih jadi anak magang," celetuk Sarah.
"Aku biasa aja."
"Ya kalo Mas Jeff mah santai, aku yang was-was sampai pulang."
Jeffrey tertawa pelan. Padahal cuma sedikit melebarkan senyum tapi lesung pipinya berhasil menjadi pemandangan paling indah bagi Sarah. Ruangan mereka bukan menyendiri macam tempat berkunjung sebelumnya, sengaja duduk di balkon dan menikmati langsung pemandangan pagi di pinggiran kota. Rupaya memberikan sedikit perbedaan, daerah sini lebih tenang dibandingkan rumah Jeffrey dulu.
"Jendral gimana?" tanya Jeffrey, enggan melewatkan kabar kedekatan si anak tengah dengan ibu barunya.
"Baik."
"Dia jadi cuek lagi?"
"Enggak kok, ya baik cuma versi Jendral."
Jeffrey menggelengkan kepala kecil kemudian bicara, "Baiknya Jendral itu cueknya Mariel."
"Nggak gitu juga," sanggah Sarah sembari memberikan tawa, enggan membawa pembicaraan tentang Jendral menjadi serius sebelum dia meminta maaf. "Tapi kemarin aku lebih kaget waktu temen Sagara mau ngajak kenalan, padahal jelas Naomi panggil aunty terus," ucap Sarah berusaha mengalihkan pembicaraan supaya fokus mereka menjadi si putra bungsu.
"Istriku emang cantik."
"Mas aba-aba dulu dong, biar aku saltingnya ada persiapan."
"Hahaha, lucu banget."
"Dibilang aba-aba dulu!" sungut Sarah.
Jeffrey kembali mengeluarkan tawa, kali ini sedikit lebih lepas hingga timbul lengkungan bak bulan sabit pada kedua matanya. Acara sarapan berdua disela hari kerja memang selalu menimbulkan kebahagian luar biasa besar sekalipun kali ini Jeffrey cuma berencana mengajak Sarah pergi menuju tempat penginapan di salah satu desa yang sudah pasti sepi saat hari kerja. Harganya memang tidak murah sebab tempat VIP selalu mematok harga lebih tinggi.
Namun kesempatan tidak datang dua kali, apalagi setelah ini Jeffrey harus kembali sibuk bersama urusan pekerjaan mengingat dua saudara perempuan sama sekali tidak mau ambil pusing soal perusahaan keluarga. Seperti biasa, berjalan beriringan Jeffrey Alcander artinya siap menjadi pusat perhatian begitupun Sarah pagi ini setelah menyantap kudapan pagi. Ternyata kesengajaan makan pagi di tempat sedikit terbuka harus dibayar oleh tatapan penasaran dari orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALCANDER [Jaehyun Jung]
Fiksi PenggemarHidup Jeffrey Alcander, duda kaya raya anak tiga bersama istri baru bak kisah romansa tanpa problematika, jika saja ia lebih mengenal tiga putranya dengan baik. [⚠] 15++ INGAT INI CUMA FIKSI!