Bab XXVI

430 50 3
                                    

Sarah pulang pukul lima sore, tanpa bantahan apapun karena hari ini tahu kalau Jeffrey juga pulang lebih awal. Begitu melangkahkan kaki, dilihat tiga putranya sedang dalam keadaan berbeda. Mariel masih berusaha menahan tawa meskipun lepas juga, Jendral diam tanpa ekspresi seperti biasa serta Sagara memberikan tampang kecut. Bisa dipastikan si bungsu jadi korban kejahilan kakak-kakaknya.

Sagara boleh jadi yang paling tinggi tapi kalau urusan manja dan sasaran empuk untuk jadi korban jahil tentu tetap yang paling utama. Kalau berdasarkan cerita dan bagaimana anak itu kerap mencurahkan isi hatinya kepada Sarah, maka bisa disimpulkan kalau hidup Sagara paling menderita. Padahal satu sama, dia juga sering membuat kedua kakaknya naik pitam terutama Jendral.

"Halo boys! Kenapa kok Sagara mukanya cemberut?"

Mariel berusaha meredam tawa sebelum menjawab, "Biasa, remaja."

Sagara masih memberikan wajah masam, sama sekali tidak menghiraukan ucapan Mariel sementara Jendral tetap fokus pada buku di tangan kanan. Pemuda itu berpegang teguh untuk membaca materi mengenai dunia arsitektur sekalipun sekelilingnya sedang ada selisih paham.

"Kenapa deh adiknya pasti di jailin lagi."

"Betul ma!" seru Sagara semangat. "Aku tuh udah nggak sanggup ya sama beliau," tunjuk Sagara kepada Mariel kemudian berpindah pandang pada si tengah dengan kacamata yang bertengger di hidung, "Sama beliau juga!"

Jendral mengangkat muka, sekarang menatap wajah dramatis Sagara. Tanpa bicara satu patah kata pun merek sama-sama paham kalau si nomor dua meminta jawaban.

"Kak Mariel, can you stop mengejek-ejek adik mu ini?" tanya Sagara luar biasa kesal lalu beralih pada Jendral. "And for you Bang Jendral, bisa tidak lebih peka dan membela adikmu yang lemah dan tertindas oleh Kak Mariel?!"

Mariel justru makin meledakkan tawa sementara Jendral akhirnya memberikan suara. "Lebay."

"Tuh mama lihat kan betapa tersiksanya Sagara! Sagara itu victim ma disini!"

"Aduh ini kalau nggak ada yang cerita kronologinya gimana mana mama paham," keluh Sarah lirih.

"Tadi Winolla kesini, anaknya nganterin cinnamon roll buat Sagara. Katanya sih baru belajar masak sama sekalian buat Kak Sarah karena kakak ada bakery jadi mungkin bisa kasih komentar," jelas Mariel berhenti sebentar untuk mengatur tenggorokan yang kering karena tertawa. Sarah mendengarkan secara serius, baru setelah dirasa lega, Mariel kembali lanjut cerita, "Tapi anak ini malah salah tingkah sampai telinga merah. Belum lagi mendadak pakai parfume banyak banget dan sampai nabrak tangga."

"Astaga!"

"Ma, don't you dare to laugh at me. I'm a victim here, remember?"

"Iya sayang, iya. Sagara korban, iya," balas Sarah berusaha memberikan penjelasan kalau dia juga setuju dengan Sagara. "Terus sekarang mana cinnamon roll dari Winolla?"

"Di kamar Sagara. Harus disimpan karena dua manusia ini kan nggak dikasih, takutnya mereka ikut makan."

"Sagara suka banget ya sama Winolla?"

"Apasih ma! Winolla kan temen Sagara, sama kayak yang lain."

"Yaudah kalau gitu bagi cinnamon roll," komentar Jendral sehingga Sagara langsung mendelik, berdiri dan menggandeng pergelangan tangan Sarah. "Enak aja," serunya kemudian berpaling menatap Sarah untuk melenggang pergi menuju kamarnya. "Ayo ma! Ikut Sagara coba cinnamon roll dari Winolla."

Mariel menatap punggung yang semakin menghilang dari pandangan. Jendral semula duduk sendiri di sofa panjang dan menghadap ke televisi sampai kemudian Mariel memilih untuk sejajar dengan adiknya. Mereka bisa membuat percakapan ringan, sekadar saling tanya mengenai progress dari kesibukan masing-masing atau sekadar membuat agenda main game bersama tapi obrolan barusan terlalu omong kosong untuk Jendral yang selalu mengharapkan pembahasan singkat dari sang kakak.

ALCANDER [Jaehyun Jung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang