Bab XXVIII

391 45 11
                                    

Sagara terlanjur biasa dengan pagi dimana Sarah memberi bekal untuk dia berangkat sekolah sekaligus menjadi perempuan yang menyiapkan semua sarapan. Mengingat hubungan mereka jadi yang paling dekat, apalagi setelah membicarakan masalah Winolla, si bungsu pagi ini menebar senyum kepada penjuru ruangan. Seketika senyumnya hilang saat mendapati bahwa hanya ada Jeffrey dan Mariel di meja makan dengan kopi dan roti tawar bersama beberapa pilihan selai.

Terakhir keadaan seperti ini adalah ibu sambungnya dalam keadaan sakit sehingga buru-buru dia mendekat, menanyakan keadaan Sarah. Jeffrey bilang perempuan itu lelah, butuh istirahat sementara Mariel mati-matian menahan ekspresi untuk tak mengeluarkan tawa. Kemarin Sarah lebih dari sehat dan dalam keadaan baik-baik saja kemudian ayahnya datang cepat dan terkesan banyak waktu luang. Tanpa dijelaskan pun Mariel paham bagaimana scenario berlangsung.

"Kamu berangkat sama Pak Jaka."

"Papa nggak ke kantor?"

"Libur."

"Dih, mana ada begitu."

"Ada, my company, my rules."

Sagara mencibir kecil. "Yaudah, anterin Sagara ke sekolah."

"Papa ada urusan sama mama."

"Cie libur demi mama ya? Lucu banget bapack."

Percakapan mereka terhenti ketika Jendral dengan pakaian berwarna gelap seperti biasa melewati meja makan tanpa sepatah kata.

"Mau kemana?"

"Kampus."

"Pagi banget, bang."

"Ada urusan."

"Sarapan dulu, Jen," pinta Mariel karena bisa dipastikan adiknya belum mengkonsumsi apapun. Jam belum genap pukul tujuh dan Jendral sudah siap berangkat.

"Nanti di kampus."

Pemuda itu melirik sekilas pada keadaan meja makan tanpa ada satupun masakan Sarah. Mariel dan Jeffrey sama-sama memiliki satu gelas kopi dan roti tawar sementara Sagara diberikan satu gelas susu vanilla dan sedang mengoles selai di atas roti gandum. Sarah tidak membuatkan makan pagi untuk mereka sehingga bisa dipastikan otaknya pun paham atas alur kejadian di rumah ini seperti terakhir kali mereka sarapan tanpa masakan buatan si perempuan.

Jendral berangkat pagi bukan sekadar menghindari manusia-manusia di rumah karena sedang dalam keadaan lengkap dan semua memiliki hubungan baik satu sama lain. Dia sudah ada janji untuk mampir ke rumah Nathan untuk kemudian berangkat bersama Bara setelah kelas jam pertama selesai. Selain hobby bersepeda, mereka masih suka bepergian menggunakan motor lalu mencari tempat untuk menyejukkan mata sekaligus pikiran.

Dunia sudah berhasil membuat mahasiswa ini gila dan bumi masih punya obatnya. Ketika motornya melaju dalam kecepatan tinggi, rasa menggebu pun selaras berbunyi. Jendral ingin berteriak pun memaki satu dua kendaraan lain yang menghambat perjalanan pagi ini. Marahnya mereda ketika pemuda itu melewati kumpulan anak-anak sedang menyeberang untuk berjalan menuju sekolah. Seragamnya kuning dan sepatu warna-warni ukuran usia empat atau lima tahun terlalu lucu dan jauh dari angannya. Dulu dia pernah seperti itu, diantar sampai depan gerbang dan diberikan kecupan selamat berangkat sekolah pula ditunggu kehadirannya untuk pulang ke rumah.

Nathan membuka pintu kamarnya, ia mendapati Jendral dalam keadaan baik karena biasanya Jendral kemari ketika sedang banyak masalah. Mereka berteman sudah sejak lama, Nathan paham kalau sahabatnya butuh tempat cerita tapi sepertinya pagi ini dia akan mendapat cerita indah. Apalagi Jendral bahkan datang sambil membawakan makanan.

"Kenapa lu?" tanya Nathan.

"Apaan?"

"Ngapain ke tempat gua dulu? Kan perginya habis kelas."

ALCANDER [Jaehyun Jung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang