Satu minggu pasca Sagara cerita bahwa pemuda itu menyukai teman di sekolahnya, maka bisa dilihat bahwa pemuda itu semakin giat belajar. Sagara bilang dia ingin bisa di semua mata pelajaran supaya Winolla kagum dan bisa menjadi kebanggan untuk modal mendekati si perempuan. Tapi Sarah juga menjelaskan bahwa manusia tidak sempurna, bukan kesalahan kalau Sagara tidak menguasai satu bidang dan bisa dipastikan itu adalah seni.
Seperti sore ini si bungsu memohon-mohon untuk dibuatkan gambar rumah oleh Jendral karena kakaknya kuliah Arsitektur. Buku gambar serta alat tulis sudah dibawa, pemuda itu bahkan memberikan imbalan akan mengabulkan satu permintaan Jendral sebagai hubungan mutualisme tapi tetap saja ditolak mentah-mentah. Jendral bukan malas atau tidak mau membantu karena cuek, dia ingin Sagara berusaha dan mendapat nilai bagus karena hasil usahanya sendiri. Kalau memang tidak pandai seni pun bukan masalah.
"Bang ayolah nanti Sagara pesan pizza."
"Junk food."
"Atau Sagara beliin parfum deh," si bungsu masih berusaha memberikan penawaran yang sekiranya terdengar menarik untuk si nomor dua.
"Udah beli."
"Yaudah Bang Jendral sebut aja mau apa."
"Sepeda."
Kesabaran Sagara benar-benar sudah diujung tanduk. "Ih yang serius dong!"
"Serius, beliin gue sepeda."
"Ogah, kalo itu minta duit aja ke papa."
"Gue juga ogah, sana kerjain sendiri."
"Bang ayolah! Sagara ini harus terlihat keren dan sempurna biar bisa menjadi contoh yang baik untuk anak-anak yang lain. Siapa tau menang murid teladan," jelas Sagara.
"Contoh yang baik apa mau kelihatan keren didepan Winolla?"
"Apa sih kok tiba-tiba dia!"
"Satpam depan juga tau kali lo naksir Winolla."
Seketika wajah Sagara merah padam. "Ih rese banget!" sungutnya kemudian berjalan menjauh menuju kamarnya sendiri.
Jendral lantas mengusap wajahnya kasar, ada banyak masalah perlu diselesaikan dan memberikan ajaran buruk kepada adiknya hanya semakin menambah pikiran dalam kepala Jendral. Beberapa panggilan sengaja diabaikan, Yasmine tidak suka untuk dicari tapi bisa mencari Jendral semaunya sendiri. Bertahun-tahun saling mengenal memang cukup untuk mengetahui bahwa mereka sebenarnya bukan untuk terikat dalam satu hubungan.
Yasmine mana percaya ideologi soal bagaimana perempuan dan laki-laki bisa bersama dalam waktu lama dan terikat karena cinta. Menurutnya cinta tidak ada, sekalipun ada akan sangat samar juga sementara sehingga mustahil akan jadi selamanya. Menjalin hubungan dengan status jelas dengan Jendral Alcander pun juga jauh dari rencana awal hidupnya sehingga ketika keduanya selalu dibayang-bayangi kata terikat, mereka juga sama-sama berusaha lari.
Tugas kuliah diselesaikan dengan baik sekalipun perlu Jendral melakukan presentasi selama hampir setengah waktu pertemuan kuliah dan dilakukan secara individu. Dosen memberikan pertanyaan-pertanyaan menjawab, ada sangsi kalau ia mengerjakan maket menggunakan bantuan koneksi keluarga padahal rela pemuda itu tiga hari terjaga untuk merealisasikan semua pemikiran dalam kepala. Jendral menghela nafas berat kemudian menyadari kalau memang sejak kapan hidup mudah dijalani?
"Jendral?"
Pemuda itu membalikkan badan waktu langkah kaki masih sampai pada tangga pertama. Dilihatnya Sarah dengan senyum dan paper bag di tangan kanan. "I brought some fruits, do you want some?"
"Watermelon please."
Sarah mengeluarkan styrofoam berisikan semangka yang sudah dipotong kotak dan dibungkus plastic wrap. Tadinya mau beli satu utuh mengingat Mariel suka sekali dengan semangka tapi dia buru-buru jadi cuma beli yang sudah siap makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALCANDER [Jaehyun Jung]
FanfictionHidup Jeffrey Alcander, duda kaya raya anak tiga bersama istri baru bak kisah romansa tanpa problematika, jika saja ia lebih mengenal tiga putranya dengan baik. [⚠] 15++ INGAT INI CUMA FIKSI!