Bab V

1K 108 6
                                    

Mendapati tinggal beberapa langkah maka ruang makan sudah nampak, Jendral melepas tangannya. Sarah menatap dalam diam, masih belum memahami jalan pikir putra tengah Jeffrey sehingga gadis itu mengulurkan tangan, hendak melakukan hal serupa yang langsung ditepis secara perlahan. Jendral berjalan begitu saja, meninggalkan tangan Sarah dan praduga penuh kesalahan.

"Mama mana, Jen?"

Tangan Jendral sudah sempat menarik kursi sebelum berhenti karena melihat Mariel duduk berhadapan jika ditinjau dari kursi sebelahnya. Pemuda itu berjalan sebentar, lantas berbalik arah namun tangan Sagara lebih cepat meraih kursi disebelah Mariel. Bukan masalah seperti anak kecil tapi Jendral hanya ingin menghindari Sarah, kurang suka merasa aura orang asing mungkin. Sebab dari kecil sampai sekarang, Jendral selalu membatasi hubungan ke siapapun.

Sarah baru datang setelah melihat masalah tempat duduk selesai, tahu betul kalau dia datang tepat waktu malah semakin memperkeruh keadaan. Kalimat di waktu yang tepat jadi terpakai dalam kegiatan sehari-hari. Perempuan itu melihat senyum puas dari Jeffrey, sudah sering mendapat pujian mengingat selama mereka pendekatan bukan sekali dua kali pria kepala empat mencicipi masakan buatan Sarah.

Semua selalu lolos kualifikasi, tidak terlalu asin dan anti makanan pedas. Berdasarkan cerita, Jendral dan Sagara menjadi lambung kuat makan pedas sementara selera makan Mariel sama persis. Kecuali satu, obsesinya ke buah semangka. Entah berasal darimana namun sepertinya karena liburan waktu masuk sekolah dasar di kebun keluarga karena setelah itu Mariel selalu menyimpan semangka.

No watermelon no life!

Kembali pada topik pembahasan, Sarah mendapat tempat duduk disebelah Jendral yang mana mau tak mau harus ada percakapan atau mereka kelihatan super awkward di depan Jeffrey. Namun Jendral mana peduli pemikiran macam barusan, niat Sarah menyelamatkan Jendral dari komentar ayahnya pun pupus.

Usai memimpin doa, Jeffrey mulai merasakan masakan buatan istrinya. Menurut pria itu selalu sama enak seperti waktu pertama kali Sarah membuat pasta karena dia mampir di kediaman si perempuan. Seperti rencana, tiga tahun kemudian dia yang membawa Sarah untuk tinggal bersama bahkan mampu menerima anak-anaknya dengan lapang dada.

"Enak banget masakan kamu," komentar Jeffrey kemudian Mariel menambahkan persetujuan. "Setuju."

"Terima kasih. Sagara gimana? Suka?"

"Aku gak suka sayur."

"Itu dimakan daging sama sosis nya aja gapapa."

"Kamu sudah besar, coba jangan terlalu pilih-pilih makanan."

"Namanya gak doyan mau gimana lagi," jawab Sagara menyahuti ucapan Jeffrey. Tidak marah, anak bungsunya memang suka menyuarakan ekspresi terang-terangan begitu. Sarah lantas menoleh, mendapati Jendral makan dalam diam.

"Jendral suka?"

Satu anggukan, selalu begitu. Super irit mengeluarkan suara. Sementara Sagara di tempat duduknya kembali bicara. "Aku paling gak suka sama brokoli."

"Iya, terus apa lagi?"

"Jangan pake timun juga. Oh satu lagi, dulu mama gak suka ayam jadi kebawa sampe sekarang makannya besok-besok jangan masak ayam."

"Kalau Sagara mau request sendiri boleh kok, tapi masa yang lain gak boleh makan ayam juga?"

"Aku kan nggak bilang yang lain gak boleh."

"Okay-okay, maaf. Terus ada catatan apa lagi?"

"Dulu mama sih sering banget masak seafood, itu makanan kesukaan kita semua."

"Mama Irisha jago masak ya?"

"Banget! Mama juga pinter bikin dessert, semua bisa."

Mariel mulai kewalahan sendiri sebab Jeffrey pun tak ada tanda-tanda ingin menghentikan ucapan Sagara. Lantas pemuda itu mengeluarkan suara setelah lama menahan diri atas ucapan Sagara. Boleh saja mengenang ibu mereka, tapi jangan sekarang. Jangan di depan masakan Sarah karena Mariel tahu sudah banyak bekas luka di tangan Sarah karena belajar memasak dan bahkan tadi sempat nyaris terkena oven karena masih pertama kali menggunakan perabotan disini.

ALCANDER [Jaehyun Jung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang