Bab XIII

826 83 19
                                    

Mereka cuma mau makan malam biasa, maka ketiga putra Alcander tak perlu bersiap sedemikian rupa. Ketiganya mengenakan pakaian semi formal sementara Sarah pun mengenakan gaun simple seperti yang sudah-sudah. Meskipun dibalik penampilan sederhana lima orang ini cukup untuk membeli satu unit rumah ukuran kecil di sebuah perumahan kota, namun mereka hanya menganggapnya sebagai nyaman. Yang penting nyaman dipakai, maka itu yang dikenakan.

Sarah memberikan senyum pada Jeffrey dengan manis, membuat kecantikan barusan terpotret secara sempurna pada iris mata suaminya. Langkah kecil dari tujuh centimeter hak sepatu tak menjadikan tinggi Sarah sepadan bahkan dengan salah satu putra Jeffrey yang memiliki tinggi 174 cm. Mariel terus-terusan menatap Sagara, mengawasi adiknya karena jujur dia terlalu takut kalau si bungsu menunjukkan ketidak sukaan secara terang-terangan.

Apalagi mereka tidak sedang dirumah, meskipun sudah dipastikan mereka mendatangi private room di sebuah restaurant ternama namun tetap saja sebuah kesalahan kecil bisa merusak rencana indah orang tuanya. Sudah cukup sampai bagaimana masalah ketiga kepala disini belum bisa memberikan panggilan ibu kepada Sarah sebagi satu-satunya kekurangan hidup Jeffrey. Jangan sampai bertambah lagi karena dia sudah sangat mengerti, ayahnya memang menjadikan Sarah sebagai salah satu sumber kebahagiaan di hidupnya.

Perjalanan mereka tak memakan waktu lama sebab Jeffrey sengaja memilih restaurant berjarak lumayan dekat. Ia pun tak memakai supir, ingin berkendara sendiri dan ketika menoleh ke kursi samping akan ditemukan Sarah yang sedang menatap jalanan malam. Pemandangan indah menurut Jeffrey, lebih terasa indah ketika mendapati ketiga putranya duduk di kursi tengah meskipun hanya Mariel yang tidak menyentuh ponsel.

"Oh, makan disini," komentar Sagara waktu mereka sudah memasuki area restaurant.

"Kenapa?"

"Ngomong aja."

Jeffrey menoleh pada tiga pemuda dibelakangnya. "Ayo."

Lima orang barusan masuk dan pelayan mengarahkan jalan mereka sesuai reservasi. Satu hal kecil namun berdampak besar bagi Sarah, ketiganya tidak menunjukkan raut muka tak suka. Bahkan Sagara hanya memberikan ekspresi biasa apalagi Jendral, mau ada angin badai bencana alam tetap lempeng. Hanya ada percakapan dari Mariel sebagai perwakilan karena Sagara memilih diam seperti Jendral.

Jelas makan malam kali ini memberikan kesan bagus bagi Sarah, meskipun ada hal mengganjal soal Sagara karena jika boleh jujur dia lebih suka bagaimana anak bungsu Alcander itu selalu bicara tanpa pikir panjang. Bukan memendam semua komentar karena takut ucapannya menyakiti hati dan berakhir merusak suasana. Toh Sarah bisa memahami pun juga mewajarkan semua perkataan Sagara karena selama ini selalu masih dalam kendali.

"Kalian mau mampir atau langsung pulang?" tawar kepala keluarga yang kini masih fokus pada jalanan.

"Emang kalau mampir ada rencana kemana?"

"Kamu mau kemana?"

"Kok balik tanya." Sagara memberikan balasan namun Jendral lebih dulu menyela keduanya. "Pulang, Jendral ada tugas."

"Oke Jendral yang sibuk."

Sagara kemudian menoleh, menatap kakaknya dengan intens sehingga yang bersuari blonde menatap adiknya. Penasaran dengan tingkah apalagi yang mau si bungsu keluarkan setelah menahan tidak bicara banyak selama makan malam.

"Bang, lo bohong ya?"

"Enggak."

"Kok tugasnya gak selesai-selesai. Perasaan cuma gambar-gambar doang."

Enggan memberi respon atas ucapan kurang ajar dari Sagara, Jendral langsung mengeluarkan satu kalimat tanpa pikir panjang. "Pa Sagara mau ngomong."

ALCANDER [Jaehyun Jung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang