Sembilan Belas

1.1K 88 4
                                    

Part ini berisi 1700 kata.

Semoga suka ☺️

Happy reading ❤

***

"Ev, janji temu sama Rara Mentari gimana?"

"Loh, itu bukannya Helen yang atur ya Kang?"

"Gue nggak tahu. Lo ngomong sama tuh anak. Dari kemarin Bagas nanyain terus soal penulis itu."

"Kenapa gak akang aja yg ngomong langsung ke Helen?"

"Malas gue. Udah sana ngomong sama dia. Gue keluar bentar, mulut gue asam nih dari pagi belum rokok."

Daniel beranjak pergi dan Eve dengan setengah hati bangkit menuju kubikel Helen.

Helen terlihat bersenandung sambil matanya fokus ke layar PC. Eve sedikit mengintip apa yang dikerjakan wanita itu dan ternyata... Helen sedang nonton video di YouTube.

"Eh, lo, ngapain?" Helen mendongak tanpa repot menutup video yang di tontonnya. Tentu saja, keberadaan Eve tidak mempengaruhi wanita ini sama sekali. Coba kalau ada Bagas.

Oh ya, Bagas sudah kembali ke pekerjaan awalnya sebagai wakil. Pimpinan di redaksi sekarang adalah Tatiana Maheswari. Yup. Tatiana yang itu. Tatiana yang di perdebatkan oleh Ibu Mefa dan Pak Bram di meja makan.

"Itu, soal janji temu sama penulis Rara udah lo atur?" Tanya Eve sambil bersedekap.

"Belum. Emang kenapa?"

"Kang Daniel nanyain soal itu. Katanya kita harus udah ketemu sama penulis itu."

"Ya lo bantuin dong ngatur jadwal. Masa mesti gue yang kerjain semuanya."

"Gue banyak naskah Helen. Yang bulan lalu aja belum kelar. Mesti harus diselesain. Gue nggak bisa bantu lo."

"Ya itu urusan lo. Tugas lo numpuk karena lo nya aja yang pemalas."

Eve menggertakan giginya. Ini nih... Ini yang bikin dia malas bicara dengan Helen. Ujung-ujungnya Eve yang kena sindiran. "Kalo lo memang nggak mau ngontak tuh penulis gue bisa bilangin ke Mas Bagas."

Wanita itu berbalik namun Helen seakan ingin menyulut emosinya kembali. "Idih ngancam. Sekarang aja sok berkuasa. Mentang-mentang pacaran sama bos."

Di tempatnya Eve mendengus tak habis pikir. Oke kalau Helen ingin bermain-main dengannya. Memutar tubuh perlahan wanita itu menatap Helen dengan raut tenang. "Lo iri sama gue?"

Sayangnya ketenangan itu terusik oleh tawa meremehkan Helen. "Iri? Buat apa iri sama orang nggak penting kayak lo. Mending gue iri sama Bu Tatiana atau Penulis Rara. Udah cantik, pintar, bertalenta lagi. Lah lo? Apa yang bagus dari lo coba?"

"Lo pikir gue percaya?" Tak mau kalah Eve membalas dengan tawa yang sama. "Lo, iri sama gue. Gue tau itu. Kalo nggak iri lo nggak akan bertingkah kekanakan gini dengan menghina-hina gue."

"Gue nggak iri ya," Helen mulai menatap tajam.

Eve yang mendapati reaksi begitu dari Helen seolah di atas angin. "Yah terus saja menyangkal. Gue minta maaf sudah tanpa sadar bikin lo iri sama gue."

"Mending lo stop. Kesabaran gue ada batasnya."

"Lo pikir kesabaran gue nggak ada batas?"

"Lo mau ribut disini? Yaudah ayo."

"Sorry Sayang. Tapi gue bukan lo. Kita beda level."

Dan begitu saja Eve meninggalkan kubikel Helen dengan senyum pongah nya. Ini di kantor, coba saja mereka sedang di luar sudah pasti Eve akan dengan senang hati meladeni Helen. Untuk sekarang lebih baik menghindar dulu, sebelum apa yang diinginkan Helen terjadi. Eve tidak akan pernah mau ribut di tempat kerja.

EAGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang