Tiga Puluh Empat

1.4K 83 28
                                    

Hallo...

EAGER datang lagi!

Pada sehat, kan? Semoga.

Happy reading yah 🤗

***

Layaknya kisah Cinderella, perasaan berbunga-bunga yang Eve rasakan nyatanya juga memiliki batas waktu. Namun bukan seperti Cinderella yang di tarik paksa oleh sihir Ibu Peri melainkan adik dari Sang Pangeran yang mendorong Eve mencapai batas itu. Miris nya hal itu tidak bisa dianggap sepele. Sebab ternyata adik Pangeran adalah mantan kekasih yang belum genap tiga hari putus.

Bahkan ini belum ada dua puluh empat jam sejak perasaan yang seumpama taburan confetti itu berlangsung karena pangeran nya. Namun Eve sudah lupa akan satu fakta itu. Semua nya untuk sekejap berubah mengkhawatirkan begitu sosok yang disebut mantan kekasih menurunkan titah nya.

Mengesalkan karena setelah mantan nya itu angkat kaki dari kantin, sang teman yang terlanjur tidak peka justru bertanya dengan nada prihatin. "Lo sakit Ev? Kok muka lo mendadak pucat begini?"

Memang bagaimana lagi reaksi alami dari wajah orang yang hampir tertangkap basah? Jika saja Gerald bukan kakak Agil Eve mungkin tidak akan sepanik ini. Namun Eve juga tidak menyayangkan keadaannya itu. Sebab seperti kalimat dalam drama perselingkuhan yang marak di tonton, jatuh cinta bukanlah sebuah kejahatan.

Dan meski berpikir se-rasional itu, Eve tak lantas begitu saja mengabaikan rasa gelisah yang kini bersemayam dalam dirinya. Segala persiapan sudah dia upayakan untuk menghadapi Agil. Dari hasil googling hingga buku 1001 alasan gagal wawancara sudah dia telusuri dan Eve merasa dirinya cukup terbantu dengan hal itu.

Tapi bagaimana jika ternyata Agil punya cara cerdik yang tidak dia ketahui yang pada akhirnya membuatnya tanpa sadar jujur mengakui?

Agil tidak mungkin meminta bertemu untuk berbasa-basi omong kosong bukan? Pria itu pasti punya bahan pertanyaan nya sendiri. Eve berharap semoga saja tidak ada pertanyaan jebakan dari Agil, karena jika itu terjadi dia mungkin akan pasrah dan akhirnya berkata jujur soal hubungan nya dengan Gerald.

Entah hubungan seperti apa itu Eve sendiri juga tidak mengerti. Mereka sudah ciuman tapi Gerald belum bilang apapun soal perasaan nya. Ck. Ganteng-ganteng kok pergerakan nya lamban? Kan gemes! Eve tersenyum juga.

Dan semuanya tepat seperti yang dijanjikan, Agil sudah ada disana begitu Eve tiba di lobi. Pria itu mengangguk singkat mendengar sapaan beberapa karyawan yang turun bersamaan dengannya lalu melirik sekilas pada Eve sebelum memutuskan untuk keluar lebih dulu.

Eve berhenti sebentar menelaah sikap acuh tak acuh yang ditujukkan Agil padanya. Mengabaikan tatapan heran serta bisikan kepo di sekitarnya wanita itu membawa langkahnya mengikuti.

Agil langsung membuka pintu kemudi begitu Eve mendekat. Tanpa kata pria itu pun masuk. Jika saja telinga nya tidak mendengar jelas ucapan pria itu sebelum meninggalkan kantin Eve mungkin tidak akan percaya bahwa pria inilah yang tadi meminta bertemu dengannya.

Sikap Agil sekarang benar-benar diluar dari kebiasaan nya yang selama ini Eve ketahui. Agil seringkali menunggu nya, membuka pintu untuknya hingga memakaikan seatbelt. Tapi lihat yang terjadi barusan, bahkan untuk meliriknya saja Agil sepertinya berpikir keras.

Menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan, Eve maju dan mengetuk kaca sisi penumpang, tempatnya biasa duduk. Cukup bersyukur saat Agil menurunkannya karena kalau tidak dia sudah bertekad untuk angkat kaki dari tempat itu.

Dan sorot dingin yang Eve jumpai saat kepalanya menunduk tak melunturkan niatnya untuk bertanya. "Bapak butuh bicara sama saya? Kalau nggak saya bisa pulang sekarang?"

EAGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang