Dua Belas

1.5K 111 15
                                    

Seminggu setelah pembicaraan itu, Agil akhirnya resmi diangkat menjadi direktur utama Addvos yang baru. Pekerjaan di redaksi berjalan seperti biasa, dampaknya hanya pada Bagas yang mulai sibuk karena dilimpahkan wewenang untuk sementara waktu mengisi posisi Pimred. Pengangkatan Agil yang bisa dibilang sedikit mendadak membuat posisi tersebut mengalami kekosongan sehingga Bagas mau tak mau menerima tugas untuk menjalankan dua posisi sekaligus sembari menunggu keputusan lebih lanjut. Selain dari itu, tidak ada perubahan yang signifikan pada sistem kerja di redaksi sepeninggal Agil.

Untuk Eve sendiri dia merasa cukup kehilangan. Jarang berhubungan dengan Agil di kantor membuatnya berpikir akan biasa saja mendapati kepindahan pria itu ke lantai atas yang nyatanya masih di gedung yang sama. Sayang, saat jam-jam istirahat kantor, Eve mulai memikirkan bahwa Agil tidak lagi berada di ruang yang sama dengannya dan teringat akan kalimat-kalimat pria itu yang mengingatkannya agar tidak lupa makan. Eve akui dia merasa sedikit kehilangan dan meskipun begitu dia cukup senang dengan keadaannya itu. Itu berarti usahanya menumbuhkan perasaan untuk Agil mulai mengalami kemajuan.

Pak Agil
Saya otewe

Chat singkat dari Agil membuat Eve yang membacanya tanpa sadar menggigit bibir bawahnya yang sudah berpoles lipstik.

Malam ini rencananya ia akan ke rumah Agil untuk makan malam bersama. Makan malam tersebut sebagai ucapan syukur atas pengangkatan Agil menjadi Dirut baru meskipun sudah berselang dua hari sejak peresmian. Agil bilang hanya makan malam sederhana yang dihadiri keluarga besarnya saja. Namun Eve yang baru tadi pagi menerima ajakan lewat panggilan telepon akhirnya menjadi kelimpungan sendiri. Keluarga besar berarti bukan hanya ada orang tua dan saudara kandung Agil tapi juga ada opa, oma, om, tante, sepupu dan yang lainnya. Eve merasa belum siap dikenalkan pada keluarga besar Agil disaat dia sendiri masih belum yakin dengan perasaannya.

Namun apa mau di kata, Eve tidak bisa menolak ajakan tersebut karena pada dasarnya dia pun sadar bahwa suatu saat dia akan sampai pada tahap ini, dikenalkan pada keluarga besar sang kekasih. Sejak awal juga Eve sudah memikirkan ini matang-matang, jika dia menerima Agil itu berarti dia juga harus siap dengan segala konsekuensi hubungan mereka. Entah akan dibawa kemana hubungan mereka nanti namun Eve cukup tahu dan yakin Agil tidak seperti dirinya yang setengah hati menjalani hubungan.

"Lo bawa pulang aja, gue kenyang."

Suara dari luar kamar membuat tatapan Eve yang masih pada ponsel teralihkan. Alis wanita itu menyerngit saat menyadari bahwa Sania yang tengah berbicara.

"Udah sana. Pulang."

Nah kan. Benar Sania.

Merasa penasaran dengan siapa Sania berbicara, Eve menghampiri pintu kamarnya yang sedari tadi dibiarkan terbuka.

"Loh, Sena?" Kagetnya setelah menemukan Sena berdiri berhadap-hadapan dengan Sania di depan kamar Sania. Keduanya menoleh pada Eve dengan ekspresi wajah yang berbeda, yang satu ekspresinya datar yang satu lagi ekspresinya seperti ingin makan orang. Kalau yang terakhir ini bisa kalian tebak sendiri siapa orangnya.

"Hai Eve." Sena menyapanya sambil tersenyum. "Cantik bener. Mau ngedate ya?"

Eve berniat menjawab pria itu namun duluan Sania yang berkata padanya. "Lo tolong suruh dia pergi dari sini." Sania kemudian balik badan dan masuk ke kamar setelah menutup pintu begitu saja.

"Dia kenapa?" Tanya Eve setelah beberapa detik.

Sena mengedikan bahu. "Nggak tahu. Gue bawain makan tapi dia malah sewot begitu."

"Lo bawain Sania makan?"

"Iya. Nih." Sena mengangkat kresek ditangannya, menunjukan pada Eve.

"Sania yang minta beliin?"

EAGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang