Enam Belas

1.3K 93 4
                                    

1 detik

2 detik

3 detik

Hingga detik ke tiga puluh lima dan pertanyaannya itu tak kunjung dijawab. Pria di depannya tetap membisu dengan tatapan fokus pada ponsel tanpa peduli bahwa baru saja ada seseorang yang menggigit lidah melihatnya begitu. Entah apa yang dilakukan Gerald dengan benda persegi ditangannya sampai Eve rasa - rasa nya ingin mencondongkan kepala dari tempanya berdiri agar bisa melihat layar ponsel pria itu. Untungnya keinginannya berhasil ditahan dengan baik setelah sadar bahwa baru saja dia diabaikan oleh Gerald.

Lagi.

Baiklah. Orang bodoh saja pun tahu bahwa pria ini sedang tidak mau bicara, lebih jelasnya tidak ingin diganggu. Jadi, dengan mendengus kesal Eve memutuskan untuk kembali ke tempatnya semula. Melangkah menjauhi Gerald.

Apa susahnya ngomong dikit, sorry saya lagi sibuk. Lah... ini, ck ck ck.

Eve geleng-geleng kepala sambil membatin. Langsung saja merasa menyesal karena sudah penasaran akan sikap 'menarik diri' yang ditunjukan Gerald terhadap keluarganya. Melepas sepatu hak lima centi nya di pinggir kolam, Eve lalu duduk sambil membenamkan kakinya ke dalam air. Ia mulai menghirup udara dengan rakus sambil memejamkan mata dan tersenyum. Tersadar bahwa sudah lama sekali dia tidak seperti ini. Bahkan Eve baru sadar kapan terakhir kali dia bermain air di kolam renang.

Saat SMA.

Huh!

Kalau di pikir-pikir dia ini wanita yang kurang refreshing juga kurang olahraga. Bagaimana mau refreshing dan olahraga kalau di hari libur saja dia gunakan untuk tidur sepuasnya. Alasannya bukan masalah pekerjaan karena jujur pekerjaannya tidak banyak-banyak amat. Hanya saja dia seperti malas melakukan kedua aktivitas itu. Ya, dia dan pemikiran sempitnya.

Eve masih terus dengan kegiatannya menggerakan kaki dalam air sampai kemudian indra penciumannya menangkap bau yang cukup menusuk. Bukan bau busuk tapi bau wangi seperti wangi parfum. Wangi nya cukup menenangkan tapi Eve sadar ini bukan wangi dari parfum yang dipakainya. Ini seperti wangi parfum... pria.

Membuka matanya dengan sedikit mengerjap, Eve menoleh ke arah sampingnya dan menemukan sepasang kaki berbalut celana panjang katun. Buru-buru dia mendongak dan terkejut bahwa bukan Agil yang berdiri di sebelahnya.

"Pak Gerald." Gumam Eve begitu saja.

Mendengar namanya disebut, Gerald pun menunduk untuk melihat Eve namun pria itu hanya menatapnya dan tak kunjung berkata hingga kemudian Eve yang bertanya. "Kenapa disini?"

"Tidak boleh?"

"Yaa... boleh."

Eve jadi memalingkan wajah karena tidak tahu harus memasang ekspresi seperti apa. Merasa heran dengan situasi ini. Bukannya tadi pria ini enggan bicara dengannya? Lalu kenapa sekarang malah bersikap santai begini? Mana sampai berdiri disebelahnya lagi. Kalau dia begini Eve malah bingung mau bertindak bagaimana.

"Maaf saya melakukannya lagi."

Reflek kepala Eve mendongak cepat dan... "Duh..." Ringis wanita itu sambil memegang lehernya dengan tangan.

"Ada apa?" Gerald langsung duduk begitu saja.

"Leher saya..."

"Kenapa leher kamu?"

"Sakit. Bapak sih bikin kaget."

"Barusan saya hanya bicara."

Mengabaikan ucapan Gerald, Eve melakukan perenggangan otot leher dengan menggerakan kepalanya pelan-pelan ke kiri dan ke kanan. Wanita itu menempatkan jempol kanan pada bagian yang sakit dengan gerakan memijat. Akibat gerakan mendongaknya terlalu cepat lehernya sampai sakit begini. Jelas-jelas ini salahnya, bukan salah Gerald. Pria itu hanya bicara dan dia yang salah karena terkejut akibat sibuk dengan pikirannya sendiri. Melirik sedikit pada Gerald yang sudah tak bersuara Eve menemukan wajah yang ekspresinya terlihat... tak terbaca namun ada kerutan dalam di keningnya.

EAGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang